COWASJP.COM – INILAH hasil konkret berpuasa sebulan kemarin: berat badan saya turun 3 kg. Kembali ke 72. Yakni kembali ke sebelum Covid-19.
Selama pandemi, semua orang seperti merasa sah untuk kian tambun. Makan banyak, kurang gerak.
Saya memang makan banyak. Tapi juga gerak banyak: olahraga satu jam setiap hari.
Sebenarnya saya masih harus menurunkan lagi berat badan itu. Tiga kilogram lagi. Tapi rasanya sulit. Ini bukan sikap pesimistis. Ini realistis.
Saya hanya berhasil bisa mengurangi konsumsi gula dan daging. Sangat drastis. Lima tahun terakhir. Tapi saya masih suka makan nasi dan makan banyak sekali.
Berpuasa tahun ini masih sama: berbuka paling nikmat adalah di rumah sendiri. Makan masakan istri sendiri.
Saat berbuka puasa seperti itu saya selalu minum air putih dulu. Air hangat. Hampir satu liter. Lalu minum obat rutin, menurun imunitas.
Setengah jam kemudian —harusnya satu jam setelah makan obat itu— barulah saya makan nasi. Lalu minum obat liver.
Ritme itu sulit dilakukan kalau berbuka puasa di luar rumah. Tentu tidak bisa dihindari: kadang harus mangkir dari rumah.
Tahun ini saya dua kali berbuka puasa di atas pesawat. Saya beli air botol 600 ml. Botol itu saya masukkan ke dalam kaus yang saya pakai. Agar dingin airnya berkurang. Menjadi sama hangat dengan suhu badan.
Begitu saat berbuka tiba saya minum air itu. Sampai hampir habis. Sisanya untuk mengantar minum obat. Roti dan air dari pramugari saya konsumsi setengah jam kemudian.
Dua kali pula saya berbuka puasa di acara instansi. Pertama, di Korem Baskara Jaya Surabaya. Mewakili masyarakat media. Saya baru tahu: sekarang ini komandan Korem sekelas Surabaya berpangkat Brigjen.
Kedua, di Grahadi - -kediaman resmi Gubernur Khofifah Parawansa-- di acara seminar dan ulang tahun Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).
Hanya itu.
Tarian Suku Osing disajiikan bagi penikmat kopi di Sanggar Genjah Arum. ( FOTO: jawapos.com)
Tiga kali saya berbuka puasa di luar kota: di Lumajang-nya Gunung Semeru, di Bee Jay Bakau Resort Probolinggo, dan di sepulang dari Kembang Janggut nan jauh di Kaltim.
Baca juga: Kembang Janggut
Lalu dua kali pula berbuka puasa di Jakarta.
Syukurlah tahun ini masih belum banyak acara undangan berbuka puasa. Semoga tidak kembali seperti sebelum Covid.
Ups...masih satu kali lagi saya berbuka puasa di luar rumah: di acara yang diadakan putri saya, Isna Iskan. Yakni untuk para penghuni perumahan yang dikelolanyi. Di Sidoarjo.
Begitulah.
Meski selalu berolahraga, saya tidak pernah merasa kehausan berlebihan. Kecuali satu kali: waktu di Kembang Janggut itu. Haus sekali. Tenggorokan sangat kering. Hampir saja saya mokel —membatalkan puasa. Tapi malu. Terutama pada teman-teman Kristen yang satu mobil, yang telanjur ikut tidak makan.
Sedang soal rasa lapar, itu tiap hari. Tapi setelah terbiasa merasa lapar selama satu minggu, lapar berikutnya terasa nikmat. Lapar yang bisa bikin kangen. Lapar yang membuat badan terasa ringan.
Rasanya seperti ingin puasa terus. Meski itu mustahil.
Tulisan ini saya buat menjelang berbuka di hari terakhir puasa kemarin.
Saya lupa menyebutkan: saya lagi di Banyuwangi. Berarti satu kali lagi saya berbuka di luar kota. Hanya saja berbuka terakhir ini tidak seperti di luar kota: keluarga lengkap —istri, anak, menantu, cucu-cucu ikut serta.
Anak saya memutuskan untuk kali ini liburan di dalam negeri saja. Dan saya harus setuju. Harus ikut.
KH Ali Makki Zaini, Ketua PC NU Banyuwangi yang mendapat anugerah penghargaan sebagai Tokoh Pemersatu dan Pendewasaan Banyuwangi pada 2020 oleh TimesIndonesia. (FOTO: timesindonesia.co.id)
Kami akan dua hari di Banyuwangi. Salat Idul Fitri di sini. Di masjid kampung terdekat dengan hotel.
Setelah itu anak saya harus berlatih keras. Menuntaskan tantangan bersepeda nanjak dari Surabaya ke Bromo. Lalu, ikut balap sepeda di Kansas.
Saya sendiri harus segera ke Singapura. Dan Malaysia.
Saat berangkat ke Banyuwangi kemarin lalu-lintas sangat beda. Lancar.
Tidak seperti bulan lalu. Jalur itu saya tempuh 9 jam. Padahal sudah ada jalan tol. Dari Surabaya ke Probolinggo. Tapi dari Probolinggo ke Banyuwangi masih harus lewat jalan lama: yang padat sekali. Harus jadi buntut truk dan truk gandeng yang termehek-mehek.
Perjalanan kemarin sangat mulus: hanya 5 jam. Hanya tiga kali tertahan truk keong. Mungkin sudah banyak sopir truk yang libur. Mungkin juga kami berangkat sangat pagi: habis Subuh. Pukul 10.00 sudah tiba di Banyuwangi.
Terlalu pagi.
Belum bisa masuk hotel.
Saya pun ingat Pak Iwan. Ia ahli racikan kopi. Ia ahli budaya suku Osing. Ia punya kafe unik. Yang dilengkapi benda-benda budaya Banyuwangi.
"Kafe Pak Iwan buka?" tanya saya lewat telepon.
"Tutup Pak. Karyawan libur Lebaran. Saya sendiri lagi di Bali," jawabnya.
"没问题 è°¢è°¢ä½ ," tulis saya. Saya bisa memaklumi keadaan itu.
Kami pun bawa cucu-cucu ke pantai Boom. Bisa naik kuda di pantai. Sambil menatap pulau Bali dari arah pantai Banyuwangi.
Tiba-tiba telepon saya menyala. Ada pesan masuk dari Pak Iwan.
"Kami sudah buka kafenya. Ada dua petugas yang bisa menyambut keluarga Pak Dahlan," katanya.
Ups... Luar biasa.
"Kebetulan kami semua berpuasa. Tidak usah disiapkan makan minum," kata saya, seraya minta maaf telah merepotkannya.
Maka kami pun menuju kafe "Sanggar Genjah Arum" milik Iwan. Lokasinya 9 km dari pantai. Ke arah Gunung Ijen.
Genjah Arum berada di kampung suku Osing. Cucu-cucu bertanya apa itu Osing. Kesempatan bagi kami untuk menjelaskan soal Osing ke generasi baru.
Memasuki Sanggar Genjah Arum mirip masuk ke banjar di Bali. Tujuh bangunan terbuka ada di dalamnya. Dengan arsitektur lokal. Tertata rapi. Indah. Berseni. Banyak yang bisa dilihat di situ.
Saya mengajak cucu-cucu ke bagian pemrosesan beras di masa lalu. Di masa saya remaja.
Peralatannya lengkap. Asli. Dari zaman nan dulu. Ada beberapa lesung (tempat padi ditumbuk). Terbuat dari kayu utuh. Yang sudah dimakan usia. Banyak alu (tongkat penumbuk). Ada tampah-tampah. Juga banyak peralatan dapur masa lalu.
Di situ tersedia padi kering yang sudah ditata di pikulan. Saya minta cucu laki-laki memikulnya. Seperti petani dulu memikul padi dari sawah ke rumah.
Lalu saya ambil satu gepok padi. Saya masukkan ke lesung. Semua cucu harus memegang alu. Lalu menumbuk padi itu ramai-ramai.
Seru.
Suara lesung pun riuh —kena tumbuk alu bertalu-talu.
Saya ambil tampah —nampan besar terbuat dari bambu. Padi dari lesung yang sudah mengelupas itu saya pindahkan ke tampah.
Saya peragakan bagaimana petani masa lalu memisahkan beras itu dari kulitnya. Yakni dengan cara mengentakkan tampah itu. Agar isinya melambung. Bersamaan dengan itu saya tiup lambungan gabah itu. Kulit gabah pun terbang meninggalkan tampah.
Itu saya lakukan berkali-kali. Sampai hanya beras saja yang masih tertinggal di tampah.
Itulah cara petani dulu mendapatkan beras. Betapa sulitnya. Saya masih bisa melakukan semua itu. Masih ingat. Tidak mungkin lupa. Itu pekerjaan saya di masa remaja. Saya bisa mendapatkan sedikit upah melakukan itu. Di rumah tetangga orang tua saya di Magetan.
Para cucu pun mencoba satu per satu. Bergantian memegang tampah. Mengayunkannya. Meniup benda yang terayun itu. Dengan susah payah. Dengan kelucuan masing-masing.
Sebenarnya ada juga peragaan menggoreng kopi di situ. Ada dapurnya. Ada penggiling kopinya. Tapi jam sudah pukul 13.00.
Sudah waktunya ke hotel.
Pak Iwan itu juga promotor pengembangan pertanian organik. Ia baru saja panen padi jenis "Genjah Arum" yang lagi ia galakkan di Banyuwangi.
Sukses.
Hari pertama Lebaran kali ini cucu-cucu akan meneruskan rekreasi. Saya terikat janji lain: bertemu pengurus NU Cabang Banyuwangi.
Minggu lalu, KH Makki Zaini, ketua NU itu, ke rumah saya. Begitu mengetahui saya akan Lebaran di Banyuwangi Gus Makki pun mengadakan acara.
Alhamdulillah.
Minal Aidin wal Faizin.(*)
Penulis: DAHLAN ISKAN, Sang Begawan Media.
Link video Dahlan Iskan mudik ke Banyuwangi: https://www.youtube.com/shorts/r4NF_HIUgEs
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Hidup Kesusu
Lukman bin Saleh
Tunggu besok ya, atau kapan2. Insyaalloh. Bukan Abah namanya kalau tdk membuat penasaran atau kejutan. Kalau tulisan jelas, terstruktur, lurus dan kaku. Berarti itu tulisan Pak Pry. Yg sedang menyusun karya ilmiah...
Wawan Wibowo
Kenapa ya kenangan indah yang sangat membekas di sanubari itu justru yang identik dengan saat-saat sulit,saat berjuang,saat masih terbatas dalam segala hal.
No Name
Saya akui Pak Kaning salah satu pejabat Kaltim yang sangat visioner.salah satu karya nya adalah Pulau Kumala. beliau sangat faham warga Kaltim banyak uang tapi miskin tempat rekreasi.akhirnya di buat tempat wisata Pulau Kumala. Namun sayang ketika mau maju jadi Kaltim 1. Banyak rintangan nya .di tangkap KPK .
Rachmat Yu
Kesusu ke pedalaman yang jauh. Jadi cerita dua episode. Pembaca tetap nggak punya clue kenapa ini jadi tulisan. Oh saya lupa. Anda sudah tahu.
Jokosp Sp
Jangan salah Mas LBS. Dibalik projec 1.000.000 hektar itu ada kekayaan hutan kayu yg luar biasa. Ada kayu yg dua orang bertautan tanganpun tidak sampai, artinya kayunya besar - besar. Itu duwidnya war biasyah. Ada kayu hitam/ ulin, bangkirai, lanan dll. Sementara sawah sejuta hektar, itu hutan yg setahunnya susah lihat tanah. Air Sungai Barito selalu menggenangi. Bagaimana padi ditanam bisa tumbuh ? Rumput khas daerah rawa yg tumbuh subur. Itu akal - akalan saja. Sampai saat ini masih ada bekasnya, cukup untuk mencari ikan bagi penduduk setempat. Salam dan mohon maaf lahir batin
achmatrijanifahmi
Tulisan hari ini layak dihargai 14 juta!. Tidak seperti tulisan-tulisan sebelumnya yang cuma bernilai 14.000 rupiah. Itu pun harga lama.
Amat Kasela
Nah jadi, Om ai, ingat pesan kai bahari gasan lalakian nang sudah bakaluarga. Di saat ekonomi lamah kaya wayah ini, kabutuhan kita harus tatap karas. Gasa bini jua pang. ttd. Amat K
Achmad Karni
Jembatan Abu Nawas itu melintasi Sungai Pela. Ada Pokdarwis B3 di Sungai Pela itu khusus yg ingin melihat ikan pesut, disitu pusat nya. Saat ini ikut lomba ADWI masuk 50 besar nasional. Sekitar jembatan itu ada Yayasan RASI untuk melindungi pesut. Daniele Crab dari Belanda nama aktifis nya. Untuk Danau Melintang ada desa Muara Enggelam, disana ada benteng kumpai, tinggi nya 8m penahan gelombang agar desa itu gak bergeser. Rumah rakit, tanpa daratan. Abah cuma sebentar di Kaltim, jelas gak cukup waktu nya. Jika mau ke pedalaman. Ke kab. Mahakam ulu belum ada jalan darat, meskipun sdh 76th merdeka. Jika lebaran di tanah hulu harus off road ber jam jam ber hari hari jika musim hujan
Teguh Wibowo
Saya mudik ke Kalsel hari ini. Berangkat jam sembilan tadi malam dari solo naik bis eka, sampai bungurasih jam tiga pagi ini. lanjut naik damri ke bandara juanda. Tiketnya murah pooolll.. harganya 858.500 itupun harga tiket buat 2 orang sama istri, dan masih didiskon voucher promo 150.000. Kok iso? Yo iso,, soalnya beli tiketnya bulan Januari kemarin. Ketika yg lain masih bingung mau mudik apa enggak,, kami nekat. Dan ternyata jatuhnya ngirit pool.. hahaha..
Muchammad Lutfi Asyari
Saya pernah menemui Pak Kaning di rumah dinasnya.Pejabat Kaltim rata-rata luar biasa.Dekat sama rakyatnya.Kayak dokter.Mulai pagi sudah banyak yang antri untuk menyampaikan keluhannya.Pernah bersamaan dengan saya,ibu yang sambat sepatu anaknya sudah rusak.Gitu sama Pak Kaning ya diberi uang buat beli sepatu baru. Ada "pasien" yang sambat ke Pak Kaning mau pulang ke Jawa tidak punya uang.Sama Pak Kaning ya dikasih.Saya yang menghadap ke Pak Kaning tidak sambat apa-apa,pulang disangoni uang Rp 500 ribu.Hahahahaha.... Bandingkan dengan pejabat di Jawa.Kalau menemui Walikota/Bupati harus bikin janji dulu.Itu pun harus pakai surat pengantar....
Nurkholis Marwanto
Belajar saja ke Tiongkok, copy paste modifikasi, kalau Tiongkok membangun jalan tol di gurun pasir yang maha luas untuk menghubungkan daerah terpincil, kalau kita membangun daerah rawa-rawa. Teknologinya sebenarnya sudah punya. Tinggal kemauan.
Leong putu
Semua yang tergesa - gesa itu sepertinya tidak enak Bah.... Santai dan menikmati proses itu yang lebih berkesan. Istri saya sering marah - marah kalau saya tergesa - geaa.
Agus Suryono
HARGA TIKET PESAWAT.. Harga tiket pesawat kok bisa naik sampai 15 kali lipat. Dari tarif biasa. Mestinya itu adalah bagian dari AJI MUMPUNG.. Kesannya seperti MASKAPAI RAJA TEGA. Mestinya harus ada regulasi yang mengatur. Tentang upaya MEREDAM aji mumpung. Naik ya naik. Tapi masak segitunya.. Seakan tak ada PERLINDUNGAN. Kepada KONSUMEN. Kutebak, pasti pelakunya BUKAN BUMN.
Komarudin Setiono
lebih baik KESUSU dari pada KESIKUT
Hardiyanto Prasetiyo
Saya yakin di Kaltim yang infrastrukturnya terbelakang dan ambyar banyak populasi crazy rich, termasuk salah satunya yg katanya raja hutan, hotel dan properti itu. Mereka seharusnya mencontoh crazy rich Grobogan yg memperbaiki infrastruktur jalan penghubung antar desa. Tak tanggung2 2.8M dia gelontorkan dari koceknya sendiri demi kemudahan masyarakat sekitar untuk mendapatkan akses jalan yg baik. Tulisan ini sejatinya dibuat untuk menggugah para crazy rich agar terketuk hatinya untuk membantu memperbaiki jalanan yg rusak itu. Susah saat ini mengandalkan pemerintah untuk jalan yg tak berbayar. Semua proyek infrastuktur saat ini selalu diutamakan yg berbayar dan selalu diukur dgn uang karena orientasinya bisnis. Termasuk sambatan abah mengenai tiket sdh 2 kali disampaikan ditulisan kmrn dan hari ini, ya mbok nyadari wong maskapainya sdh 2 tahun puasa mudik baru tahun ini bancakannya. Lagian meskipun sambat toh jg gk ada pilihan lain.
Ujang Wawa
Saya sangat setuju, untuk naikin harga buru-buru bahkan berlipat-lipat seperti tidak ada regulasi. kalau lebaran di kabupaten Garut ongkos elf bisa 5 kali lipat dari hari biasa. Tapi rakyat punya cara sendiri, sekarang mereka banyak yang pakai motor hasil kreditan,untuk menjemput keluarganya. jadi penumpang elf sepi, hanya yang terpaksa saja.
Jokosp Sp
Kalau Abah tidak kesusu harusnya bisa mengeksplore kondisi Kalimantan saat ini. Biar mereka yg di Jawa yg sudah makmur, gemah ripah loh jinawi bisa mengerti.....loh kok Kalimantan ternyata masih ketinggalan seperti ini. Dari cerita Abah hari inipun sudah lumayan menceritakan kondisi jalan2nya yg luar biasa berat yg harus dilewati dg mobil 4x4. Sementara dari hasil hutan kayu sudah dibabat habis, minyak sudah menipis, sekarang Batu Bara merajalela ada di mana2 tambangnya. Toh jalan antar provinsi saja masih sempit dan berlubang - lubang. Apalagi yg ke pedalaman, ada jalanpun kondisinya sangat jauh dari nyaman buat dinaikin mobil 4x4. Mudahan masih ada orang baik yg mau membangun negeri ini dengan benar, bukan yg akhirnya berkasus dg kpk.
No Name
Pak Dahlan kebangeten dan tidak patut ditiru. Empat puluh lima tahun baru berkunjung lagi ke kampung halaman istri. Itupun nawaitunya karena ada pekerjaan.
Johan
Eksploitasi hutan besar-besaran di Kalimantan oleh para raja kayu dan kroni-kroni keluarga ANDA SUDAH TAHU, tidak menghasilkan banyak kemajuan yang berarti untuk rakyat di Kalimantan. Para mantan raja kayu hidup makmur, hartanya cukup untuk menghidupi beberapa generasi dan banyak dari mereka beserta keluarga yang tidak tinggal di Indonesia lagi. Meninggalkan Kalimantan yang tetap begitu begitu saja. Kini eksploitasi jilid dua yang sedang berlangsung, pertambangan batubara dan mineral, hutan dan lahan yang sangat luas di Kalimantan dijadikan perkebunan kelapa sawit dan memproduksi CPO. Akankah akan menghadirkan banyak kemajuan untuk Kalimantan? Atau tetap seperti zaman eksploitasi kayu? Hanya keledai yang akan jatuh di lubang yang sama, pepatah ini nampaknya tidak berlaku untuk bangsa ini. Bapak dan anak jatuh ke lubang yang sama, ditangkap oleh KPK, tetapi masih saja dirindukan oleh rakyat. Dengan kualitas rakyat seperti ini, apa yang mau diharapkan?
Budi Utomo
Teori lain adalah Jayasingawarman datang langsung dari India setelah kerajaannya ditaklukkan Samudragupta (r.350-375), putra Chandragupta. Leluhur Dayak dan Sunda nampaknya ada hubungan dengan Kamboja dan India.
No Name
Kutai. Konon adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia sekitar 300-350. Dari Prasasti Yupa berhuruf Pallawa tercantum dua nama raja. Asvavarman/Aswawarman lalu Mulavarman/Mulawarman. Yang terakhir jadi nama Universitas di Samarinda. Yang menarik adalah pendiri Tarumanegara adalah Jayasingawarman (r. 358-382). Kemungkinan besar adalah salah satu putra Aswawarman. Kalau mau ditarik lebih baheula lagi kita mengenal ada kerajaan di Indochina yang raja-rajanya juga berakhiran warman/varman yaitu Funan 扶å—. Ini Mandarin dari Phnom. Kerajaan kuno yang berdiri sejak abad 1 meliputi Kamboja Selatan, Vietnam Selatan, Thailand Selatan. Nama raja-rajanya misal Rudrawarman, Jayawarman, Bhavawarman, Indrawarman. Sebuah misteri. Adakah hubungan Kamboja/Khmer dengan leluhur Dayak dan leluhur Sunda? Saya rasa ada. Salam. Budi Utomo.
Johannes Kitono
Hidup Kesusu dengan perjalanan Nostalgia cinta ke Kalimantan yang dulunya bernama Borneo. Sekaligus memberikan gambaran bahwa dulu , betapa tidak adilnya pemerintah pusat terhadap daerah. SDA nya seperti hutan dan Batubara dikuras habis habisan tetapi infrastrukturnya tetap berantakan. Ketika zaman Orba yang jadi Bupati dan Gubernur di Kalimantan umumnya petinggi tentara atau polisi. Yang biasanya menikmati masa pensiun mereka di tanah Jawa.Jelas, kurang memikirkan masa depan pembangunan disana dibandingkan dengan PAD/ Putera Asli Daerah. Dan ironinya PAD yang sukses atau menang Pilkada umumnya selalu terlibat korupsi dan berakhir di penjara. Tetapi mereka masih tetap di hormati. Misalnya Jos Soetomo yang hobby tenis dengan teknik service melintir. Ketika harus masuk penjara, langsung reparasi mesjid dan bikin lapangan tenis di hotel pro deo itu. Tentu saja sudah seizin Kalapasnya. Ada lagi Budiaji Kadolog Kaltim yang rumah mewahnya di Simprug. Suatu ketika sang Kadolog terlambat ke bandara tetapi pesawat GA yang sudah take off lima menit, dihubungi dan langsung landing lagi khusus untuk menjemputnya. Kasus Mega korupsi Kadolog Budiaji ditahun 1977 terbongkar dan Tempo khusus mengirim jurnalis yang now jadi juragan Disway meliputnya. Sekali dayung dua tiga pulau terlewati. Meliput kasus mega korupsi Kadolog sambil mengunjungi pacar di Kaltim, itu sah sah saja. Selamat menikmati Liburan Lebaran. Maaf lahir bathin.
Johannes Kitono
Ketika zaman Dwikora atau zaman Ganyang Malaysia di tahun 1962 an. Atas nama pembangunan semua moda transportasi di pinjam paksa oleh tentara. Bus Kirana, rute Pontianak- Sanggau, bangkrut dan stop operasi. Jalan tanah rusak parah persis seperti foto Pajero di Hidup Kesusu. Transportasi ke hulu sepanjang Sungai Kapuas via Kapal Bandong yang seperti rumah bermesin diatas sungai. Perjalanan Kapal Bandong dari Pontianak ke Sintang dan Putussibau bisa memakan waktu 2 minggu. Saat berangkat mudik bawa barang dagang yang umumnya sembilan bahan pokok dan pulangnya ke Pontianak bawa karet, ikan asin dan terkadang mebel kayu gaharu.Ketika saat konfrontasi Dwikora rakyat di perbatasan harus berkorban. Ekonomi perang menghasilkan inflasi 650 %. Kapal Bandong pedagang dipinjam paksa hrs angkut solar dan ransum tentara. Now perang sdh usai infrastruktur jalan di Kalbar sudah bagus. Jalan darat Ptk -Sgu mulus bisa ditempuh 4 -5 jam saja.Jalan desa di Kali Asin - Pajintan yang dulu tanah sudah mulus dan beraspal. Jelas saat ini infrastruktur Kalbar lebih baik dari Kaltim yang entah kenapa msh dan sangat ketinggalan. Semoga setelah IKN Nusantara terwujud, Kaltim tambah maju dan Kalbar mendapat kipasan kupu kupunya, Amin.
Juve Zhang
Banyak ahli dan komentator salah "manafsirkan" kebijakaksanaan bahwa Indonesia harus swasembada padi, artinya padi cukup, sebenarnya itu keliru besar. Kita lihat Tiongkok, negara itu apa apa harus Impor Gandum, Minyak Bumi, LPG, daging B2, kedelai, daging sapi dll, bahkan dari berbagai negara Saudi mengekspor BBM paling besar ke Tiongkok, begitu juga Rusia mengekspor Gas paling besar ke Tiongkok, dan ada 7-8 negara mengeskpor BBM ke Tiongkok, ada 4-5 negara ekspor Gas ke Tiongkok bukan hanya Rusia saja, dan Tiongkok Punya Duit buat Bayar itu semua, kedelai pun impor dari Brazil, Argentina, US, bahkan kedelai yg kita impor buat Tahu, Tempe ternyata di Tiongkok buat pakan B2, ini memang kedelai KW2, tapi tetap enak di jadikan Tahu, Tempe. Intinya Indonesia kelemahannya HUKUMAN dipermainkan semua ada " harga" nya kalau 20 tahun sekian Juta ,kalau 10 tahun sudah kelas M, kalau 5 tahun sudah tambah Vila. Dll. Selama Hukum Dagang dan Dagang Hukum masih semarak, sulit bagi kita untuk maju.
xiaomi fiveplus
lapor bah, sy kmrn mudik dr surabaya ke jepara via pantura 5 jam sampai. yg via tol katanya malah lebih lama karena antri.
Jimmy Marta
Buru buru itu perlu saat dijalan langit mendung kita gk bawa payung. Cepat cepat itu perlu saat kerjaan ditarget waktu dibatas sangu Nah.. kalau lamban pelan itu apa juga perlu? Ya perlu bagi yg jatuh tempo belum siap. tahu2 debtcolector dah menunggu. Waktu terasa cepat berputar. Tahu2 ramadan th ini mo berakhir. Disambut Syawal Idulfitri