COWASJP.COM – Saat ini, di perguruang tinggi, mahasiswa dikenalkan dengan Merdeka Belajar, Kampus Merdeka. Mahasiswa bisa belajar mendapatkan ilmu tidak hanya di kampus. Mereka "bebas menentukan tempat belajar" yang sesuai dengan minatnya. Mereka bisa belajar di perusahaan, lembaga pemerintahan, LSM, komunitas dan sebagainya. Intinya, bisa belajar di luar kampus. Yang dinilai setara dengan SKS tertentu.
Mirip dengan hal tersebut, Pameran Drawing GoART pun menjadi sarana belajar di luar kampus eh... kelas bagi para pelajar. Para guru siswa sekolah menengah pertama maupun menengah atas, mengajak anak didiknya ke lokasi pameran drawing ini.
Setidaknya itu terlihat di Galeri DhogKart (Gilangharjo, Bantul), Rozi Artspace (Palbapang, Bantul) dan Studio Kayu (Imogiri, Bantul). Di tempat pameran yang sebenarnya rumah warga dan berada di tengah kampung ini, selalu ramai dikunjungi siswa SMP dan SMA. Bahkan juga dari Sekolah Dasar (SD).
Silih berganti, rombongan satu kelas, atau dua kelas, berdatangan di kedua lokasi ini. Tercatat di buku tamu siswa-siswa dari MTsN Pandak, SMPN Pandak, SMPN 1 Bantul, SDN Imogiri dan lainnya.
Sabtu (28/5) siang. Sekira pukul 13.30 WIB. Serombongan remaja berdatangan di Rozi Artspace. Mereka berboncengan motor maupun membawa sepeda. Mereka siswa kelas 8 SMPN 1 Bantul.
Mereka ternyata diminta guru Seni Budaya untuk "belajar luar kelas". Melihat karya yang dipamerkan, mempelajari cara menyajikan karya dan menata tempat pameran.
Para siswa serius mendengarkan penjelasan mengenai Pameran Drawing GoART di Rozi Artspace.
Saat di Rozi Artspace mereka pun mendapatkan penjelasan mengenai pameran drawing GoART. Pameran yang digelar serentak di 7 tempat ini diadakan dalam rangka memeriahkan Bulan Menggambar Nasional.
Mereka juga mendapatkan penjelasan bagaimana rumah yang "disulap" menjadi tempat memajang karya. Rumah biasa yang menjadi tempat pameran 42 perupa profesional.
"Saat kelas 9 nanti, kalian punya tugas Pameran Kelas. Namanya pameran kelas, berarti kalian harus memamerkan karya-karya satu kelas. Yang punya karya komik tampilkan. Yang punya lukisan, tunjukkan. Yang punya karya seni rupa lain, keluarkan.
Siapkan ruangan. Siapkan poster. Siapkan karya. Kemas sebaik mungkin," jelas Fahru, guru Seni Budaya mereka.
Buatlah sebaik mungkin. Semenarik mungkin. Fahru melanjutkan.
Beritahu orang lain bahwa ada pameran di kelas kalian. Atur tempat pameran senyaman mungkin. "Beri aksesoris yang menarik perhatian orang. Seperti tempat ini. Kalau tidak ada pameran, tidak ada lampion itu," urai Fahru sembari menunjuk lampion kertas warna-warni di depan ruang pamer.
Triwiyono (kanan) memandu pengunjung, siswa MTsN dan orangtuanya, yang datang di Rumah DhogKart.
Fahru juga menjelaskan adanya lampu sorot tambahan di ruang pameran. Dijelaskannya, lampu-lampu itu sengaja dipasang agar gambar yang dipamerkan terlihat lebih menarik. Lebih jelas. Sehingga pengunjung lebih nyaman. Termasuk alunan musik yang terus berkumandang lembut. Agar pengunjung kerasan menikmati pameran.
Pameran, tambah Fahru, bukan berarti umuk. Pamer. Riya. Menyombongkan diri. Bukan itu. Pameran itu bentuk pertanggungjawaban terhadap karya. Dengan dipamerkan, karya-karya kita diharapkan mendapat kritik, masukan, apresiasi yang bisa dipakai untuk perbaikan dalam karya selanjutnya.
Di ruang garasi eh... ruang pameran Rozi Artspace, Fahru juga menjelaskan satu persatu karya drawing GoArt. "Lihat ini. Ini memakai pensil 2B dan 8B. Di kertas biasa. Kalau ini pakai pensil 8B dengan kertas khusus drawing. Lihat bedanya. Kalau ini pakai bolpen dengan tinta warna-warni. Yang ini pakai pastel," papar Fahru sembari menunjuk karya yang dijelaskannya.
Di Rumah DhogKart, Triwiyono juga sibuk menerima para siswa yang datang. Triwiyono pun menjelaskan dengan sabar. Baik kepada guru pendamping, orangtua siswa maupun pada siswanya.
"Kalian beruntung sore ini. Ini ada Pak Moelyoto. Peserta pameran Quarto dari Bali. Ini karyanya. Ada juga Mas Tales Ireng dengan karya wayangnya," ujar Triwiyono yang kemudian mengajak siswa MtsN Pandak itu berfoto bersama dengan Moelyoto dan Tales.
Siswa yang datang bersama orangtuanya itu pun lantas mengucap terima kasih. Merasa mendapat banyak ilmu yang bermanfaat. Sebelum pamit, orangtuanya pun mendoakan agar GoART semakin sukses.
Triwiyono yang mengubah rumahnya menjadi 'galeri' atau ruang pamer, benar-benar seperti orang punya kerja besar. Sekaligus seperti punya "sekolah" yang siswanya berganti setiap hari.
Para siswa SD Imogiri "belajar" di Studio Kayu, tempat pameran drawing GoART digelar.
"Saya jadi sering minta izin ke sekolah karena harus menerima rombongan tamu melihat pameran. Dan, Alhamdulillah diberi kemudahan izin. Meski tetap harus presensi ke sekolah dengan tertib," cerita Triwiyono yang juga Ketua Termos85 ini.
"Kesibukan" di lokasi pameran drawing GoART ini, sepertinya mesti disyukuri. Gelaran pameran menjadi "ruang kelas" baru. Menjadi tempat belajar. Mungkin juga menjadi ruang inspirasi.
Kita tidak tahu, bisa jadi, ada anak-anak yang datang melihat pameran drawing ini, kelak menjadi seniman besar karena tergugah setelah melihat karya yang dipamerkan.
Atau mungkin akan ada yang menjadi pelaku ekonomi kreatif yang mendunia. Bukankah drawing merupakan modal dasar bagi pengembangan sejumlah subsektor ekonomi kreatif seperti fashion, animasi, arsitektur dan seni rupa? (*)