COWASJP.COM – Ini kasus langka. Satu tersangka tiga perkara. Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin (49), tersangka korupsi, mengerangkeng manusia, dan mengerangkeng hewan langka dilindungi.
***
PEMERIKSA tersangka Terbit, tiga instansi. KPK, Polri, dan Penyidik Balai Gakkum KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Wilayah Sumatera.
Untuk kasus korupsi, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menetapkan Terbit tersangka pada Kamis, 20 Januari 2022.
Untuk kasus kerangkeng manusia, Kapolda Sumatera Utara, Irjen Panca Putra menetapkan Terbit tersangka pada Selasa, 5 April 2022.
Untuk kasus memiliki hewan langka dilindungi, Kepala Balai Penegakan Hukum KLHK Wilayah Sumatera, Subhan menetapkan Terbit tersangka pada Kamis, 9 Juni 2022.
DUGAAN KORUPSI
Terbit pertama kali ditetapkan tersangka, setelah terjaring dalam operasi tangkap tangan KPK. Terbit ditangkap di rumahnya, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu, 19 Januari 2022.
Terbit, selaku Bupati Langkat, Sumatera Utara (saat itu) diduga menerima suap.
Nurul Ghufron kepada pers, Kamis (20/1) mengatakan:
"Setelah pengumpulan berbagai informasi, disertai pengambilan keterangan para saksi terkait dugaan tindak korupsi suap, KPK kemudian melakukan penyelidikan. Lalu ditemukan bukti permulaan yang cukup. Maka KPK meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan. Saudara TRP tersangka."
Juga, empat tersangka pemberi suap. Yakni, Iskandar PA selaku kepala desa Balai Kasih. Marcos Surya Abdi selaku swasta kontraktor. Shuhanda Citra, swasta kontraktor. Isfi Syahfitra, swasta kontraktor.
KERANGKENG MANUSIA
Di saat tim aparat KPK menggerebek Terbit di rumahnya, penyidik KPK selain menemukan barang bukti OTT, juga melihat ada kerangkeng manusia di sana.
Ada dua kerangkeng di bagian belakang rumah. Waktu itu satu kerangkeng berisi beberapa manusia. Satunya lagi kosong.
Penggerebekan itu diikuti wartawan. Lalu kerangkeng manusia itu difoto dan dimuat sebagai berita. Menyebar. Sejak itu semua pihak berkepentingan mendatangi rumah di tengah kebun sawit itu. Komnas HAM, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), dan LSM Migran.
Kasus ini tidak langsung diusut. Pada 5 April 2022 Terbit ditetapkan tersangka kerangkeng manusia. Kerangkeng itu sudah 20 tahun ada, dihuni manusia pekerja kebun sawit milik Terbit.
Sebelum ditetapkan tersangka, kuburan manusia para korban kerangkeng, dibongkar polisi. Mayatnya diotopsi.
Awalnya, polisi memeriksa para saksi. Juga mencari bukti perkara. Akhirnya membongkar dua makam di dua lokasi berbeda.
Makam pria bernisial S di Kecamatan Sei Bingai. Juga makam pria inisial A di Kecamatan Sawit Seberang.
Setelah diotopsi, mayat yang sudah lama dikubur itu ditemukan bekas pukulan di tengkorak. Pecah. Diduga bekas kekerasan.
Korban lain, kuburannya juga dibongkar. Kamis, 14 April 2022 polisi membongkar kuburan pria inisial D, di Desa Lau Lugur, Kecamatan Salapian, Langkat.
Hasil ototpsi, D tewas diduga karena mengalami kekerasan juga.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi kepada pers mengatakan:
"Penyebab kematian korban D diduga pendarahan pada rongga tengkorak kanan atas. Akibat kekerasan yang mengakibatkan jaringan otak kanan berwarna merah kecoklatan, yang diduga merupakan darah." Intinya, korban gegar otak.
Para korban tewas itu berada di dalam kerangkeng milik tersangka, antara tahun 2019 hingga 2021.
Kombes Hadi: "Artinya bahwa diindikasikan para korban yang sudah diekshumasi (bongkar kubur) tersebut mendapatkan tindakan kekerasan di dalam kerangkeng pada saat yang bersangkutan menghuni kerangkeng periode tahun 2019 dan 2021."
Pemeriksaan mayat itu sesuai (cocok) dengan hasil pemeriksaan para saksi. Akhirnya Terbit tersangka.
Terbit Rencana Perangin Angin setelah jadi tersangka. (FOTO: Suara.com/Welly Hidayat)
Selain Terbit, ada delapan orang tersangka dalam dua kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait kerangkeng manusia. Kedelapan orang itu adalah HS, IS, TS, RG, JS, DP, HG, dan SP.
Terbit disangka melanggar Pasal 2, Pasal 7, Pasal 10, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 333 KUHP, Pasal 351, Pasal 352, dan Pasal 353 penganiayaan mengakibatkan korban meninggal dunia, serta Pasal 170 KUHP.
KERANGKENG HEWAN LANGKA
Dua perkara belum diadili, di rumah Terbit ditemukan tujuh hewan langka yang dilindungi. Itu hasil temuan aparat Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.
Plt Kepala BKSDA Sumatera Utara, Irzal Azhar kepada wartawan mengatakan:
"Kegiatan penyelamatan berupa evakuasi didasarkan atas informasi KPK kepada KLHK tentang adanya satwa liar dilindungi yang berada di rumah Bupati Langkat nonaktif."
Tujuh hewan langka yang dikerangkeng di rumah Terbit, adalah ini:
Seekor orangutan Sumatera (Pongo Abelii) jantan. Seekor monyet hitam Sulawesi (Cynopithecus Niger). Seekor elang brontok (Spizaetus Cirrhatus). Dua ekor jalak Bali (Leucopsar Rothschildi). Dua ekor beo langka (Gracula Religiosa).
Semua hewan sudah disita pihak KLHK.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, Subhan kepada pers, Kamis (9/6) mengatakan:
"Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera menetapkan TRP, Bupati Langkat nonaktif, sebagai tersangka atas kepemilikan satwa yang dilindungi."
Terbit disangka melanggar Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.
KASUS LAIN
Ketika penyidikan kasus kerangkeng manusia, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) ikut mendampingi para saksi dan korban, serta keluarga korban yang tewas.
Ternyata ada dugaan pelanggaran hukum juga di sini. Wakil Ketua LPSK, Antonius PS Wibowo kepada pers mengatakan:
Kerangkeng di rumah Terbit. (FOTO: Youtube/ Tiorita Rencana - suara.com)
"Ada upaya pembungkaman saksi korban pada kasus kerangkeng manusia di Langkat oleh tersangka (Terbit). Diduga, tersangka memanfaatkan situasi korban yang terlilit utang. Caranya, membayarkan utang saksi atau mengatasi kebutuhan ekonomi saksi, termasuk menawarkan sejumlah uang, bahkan kendaraan."
Antonius mengingatkan, jika terbukti ada pembungkaman saksi, maka tersangka Terbit diancam pidana UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Selain itu, Antonius juga mengingatkan kepada saksi korban untuk tidak memberikan keterangan palsu karena hal tersebut juga diancam pidana.
Antonius: "Dalam pelaksanaan perlindungan kepada para korban, LPSK telah bekerjasama dengan Polri dan TNI. LPSK menjamin keselamatan saksi korban untuk dapat menyampaikan keterangan penting pada proses peradilan perkara ini."
Terbit bagai dihujani kasus. Sudah tiga kasus, Masak, soal dugaan pembungkaman saksi korban ini, Terbit bakal jadi tersangka juga? (*)