COWASJP.COM – Siang, Senin 1/8/2022, saya baru saja leyeh-leyeh di studio mini ketika datang sebuah paket. Begitu dibuka, isinya sebuah buku lumayan tebal, cover warna hitam dengan tulisan MY WINDOW A PASSION for JOURNALISM karya Masayu Indriaty Susanto. Ia termasuk yuniorku di Jawa Pos. Berikut catatan Santoso, wartawan senior di Madiun.
***
SAAT membolak-balik buku My Window karya Masayu Indriaty Susanto, semula saya agak sulit mengkategorikan buku ini. Tapi akhirnya saya temukan jawabannya sendiri. Ini buku kumpulan karya jurnalistik wanita kelahiran Palembang 22 Januari 1976 ini.
‘’Ini buku pertama saya pak San,’’ begitu kata yunior saya di Jawa Pos itu
Meski baru selintas, belum membaca keseluruhannya, namun saya sudah bisa mencium aroma jurnalistik yang kental. Lugas dan cerdas. Ada satu judul yang mengusik saya untuk membaca. Yakni ‘’Jilbab Bikin Pak Menteri Sensi’’
Tulisan ini menurut saya menunjukkan kelas Indry di bidang jurnalistik.
Meski basic pendidikannya bukan jurnalistik, tapi kimia -- ya dia alumnus FMIPA Kimia Universitas Sriwijaya, gaya tulisannya rancak, enak dibaca dan kadang menggelitik.
Baca judulnya saja sudah menarik orang untuk membacanya. Cover both side yang cantik tak membuat siapa pun tersinggung.. Dan tentu masih banyak judul yang sangat menarik misalnya ‘’Kepincut Konten Pamer’’ dan lainnya.
Secara pribadi saya belum mengenalnya. Sebab Indry mulai aktif di media itu ketika saya sudah lengser. Namun ia ternyata sudah mengenal nama saya yang biasa disebut dengan Bondet. Kemudian mulai kenal akrab justru di Face Book.
Dilihat dari bodinya, buku itu terkesan mahal. Menggunakan hard cover dan isinya dari kertas HVS, bukan paper book seperti dipakai kebanyakan buku. Paper book adalah jenis kertas yang biasanya untuk buku. Harganya agak miring dibanding HVS dan warnanya kekuning-kuningan. Tidak seperti HVS yang putih bersih.
Ketika menulis catatan ini, saya memang belum membaca buku setebal 250 halaman itu. Saya baru membaca judul-judulnya dan beberapa tulisannya. Terutama prakata yang di antaranya ditulis oleh Begawan Media Dr (Hc) Dahlan Iskan, yang biasa dipanggil pak bos.
Dalam prakatanya, pak bos Dahlan Iskan memulai dengan kalimat , ‘’saya selalu mendorong wartawan untuk menulis buku,’’ demikian sering bos Dahlan katakan. Saya mendengar ungkapan itu sudah lama sekali. Sejak 2012 ketika Siti Nasyiah meluncurkan buku ‘’Dahlan juga Manusia’’ di Gramedia Surabaya. Kebetulan saya hadir di acara itu.
Seperti juga mantan wartawan Jawa Pos lainnya, Indry sepertinya juga ikut mengemban ‘’dawuh’’ (amanah) sang Begawan Media -- julukan Pak Dahlan Iskan -- untuk menulis buku. Saya juga salah satunya yang mengemban ‘’dawuh’’ itu. Sejak 2012 itu juga saya meluncurkan buku ‘’BONDET Sisi Hitam Seorang Wartawan.’’
Saat peluncuran dan bedah buku My Wife My treasure, dihadiri Wakil Wali Kota Madiun Inda Raya Saputri S.E. M.I.B, dan Harry Tjahjono, budayawan dari Jakarta. (FOTO: Dok. Santoso)
Tak kurang 14 judul buku saya tulis, termasuk 2 buku biografi Mas Tarmadji Boedi Harsono SE (alm) yang dulu sebagai Ketua Umum Persaudaran Setia Hati Terate, salah satu perguruan silat di Madiun.
Ada 2 biografi mas Madji yang saya tulis. MENGEJAR BINTANG dan SANG PENERUS (kiprahnya di kancah SH Terate). Selain itu SANDAL KUMAL, SANG PENARI, FORMOSA IN LOVE, DESAH NAPAS PAHLAWAN DEVISA, dan ada beberapa judul lainnya. Sayang ketika saya butuh duit, komputer yang saya pakai menulis dan menyimpan layout buku itu saya jual. Dan saya lupa mengkopinya. Jadi arsip penting itu lenyap bersama komputernya.
Beruntung BONDET Sisi Hitam Seorang Wartawan masih ada stok beberapa, hingga bisa saya salin.
Dan di saat terserang stroke pun saya sempat menulis dan meluncurkan 2 buku. MELAWAN STROKE dan MY WIFE MY TREASURE.
Di bagian akhir prakatanya, bos Dahlan menulis....... << buku Indry ini, yang berjudul ‘’My Window’’ akan menjadi monumental. Setidaknya bagi perjalanan hidupnya. Setidaknya sejarah akan mencatat, bahwa di tahun 2000-an ada wartawan bernama Masayu Indriaty Susanto, yang memiliki kemampuan dan gaya jurnalisme yang dirusak oleh medsos itu.>>
Bisa diartikan, bahwa Dahlan termasuk sosok wartawan yang menilai dengan sangat tegas, bahwa sekarang ini gaya jurnalisme rusak oleh gaya penulisan di medsos termasuk beberapa media online tentunya. Dan Indry termasuk wartawan yang kekeh dalam gaya jurnalistik yang sangat kental.
Memang perkembangan jurnalisme saat ini tak jauh dari apa yang disampaikan Dahlan Iskan. Rusak. Setidaknya saya punya pengalaman empirik saat acara ‘’Peluncuran dan Bedah Buku My Wife My Treasure’’ karya saya di Joglo Palereman Kelun, 21 Mei 2022 lalu.
Ada tiga media onlie yang wartawannya melakukan kesalahan berjamaah. Ditulis acara tersebut dimoderatori oleh Hery Darto, mantan Kepala SMPN 12 Madiun. Duh....gek kulakan data nang endi arek-arek iki. Kapan Hery Darto jadi Kepala SMPN 12. Ada satu media online yang menulis acara berlangsung Sabtu malam. Padahal Sabtu siang.
Sempat saya keluhkan hal itu ke seorang wartawati cukup senior yang sekarang menulis di media online. ‘’Mereka diburu kebutuhan hidup pak San, sedang honor per berita sangat minim. Maka mereka pun ada yang menghalalkan segala cara agar beritanya banyak. Copy paste,’’ begitu katanya.
Benar-benar kredibilitas seorang wartawan dipertaruhkan.(*)