COWASJP.COM – DENPASAR – Sore itu, Rabu (8/3) di Uma Seminyak, Kuta Utara, Badung – Bali, berlangsung acara menarik. Seorang perempuan unik, bernama Nanik Indarti, S.Sn, berbagi cerita dalam acara WritersTalk. Ia adalah inisiator sekaligus salah satu penulis buku berjudul “Aku Perempuan Unik”, Perempuan dan Disabilitas.
Nanik adalah seorang perempuan bertubuh mini, penyandang disabilitas achondroplasia yang juga seorang seniman teater. Perempuan kelahiran Bantul Yogyakarta ini adalah sarjana seni teater ISI Yogyakarta. Selain menulis buku, Nanik juga banyak berkecimpung di aktivitas disabilitas tubuh mini.
Acara dibuka Ruth, yang mewakili manajemen Uma Seminyak. “Saya senang dengan adanya acara ini. Semoga bisa jadi inspirasi. Uma Seminyak ingin menjadi sarana inklusif, memberi ruang bagi komunitas. Baik komunitas yang ada di Bali, Indonesia, bahkan luar negeri. Kita open untuk kolaborasi,” ujarnya.
Ruth dari manajemen Uma Seminyak membuka acara.
Adapun talk show sore itu, dipandu oleh Santi dari komunitas Wolf Rudle, house of art, Bali. Santi mengaku baru pertama kali bertemu fisik dengan Nanik. “Kami bertemu di ruang medos. Lalu intens berkomuniktasi, hingga terjadilah acara sore hari ini,” ujar Santi, yang lama malang melintang di dunia hotelier itu.
Tujuh Penulis
Nanik mengisahkan, proses lahirnya buku “Aku Perempuan Unik”. Tujuh perempuan mini, awalnya berkomitmen untuk menulis buku. “Semula ada keraguan, apa bisa?” kata peraih hibah Cipta Media Ekspresi itu.
Tapi setelah melalui proses yang panjang, akhirnya Nanik justru banyak belajar, bagaimana cara menulis buku. Termasuk belajar proses editing. “Jadi saya sekarang tahu, bahwa menulis buku itu tidak harus dengan bahasa yang tinggi. Yang penting punya cerita, bisa dibaca dan mengerti,” kata Nanik.
Buku yang dipresentasikan sore itu merupakan buku cetakan kedua. Ditulis oleh tujuh perempuan mini dengan profesi dan keahlian yang berbeda-beda. Ada yang dosen, ada yang pengusaha, dan berbagai profesi lain dan dari berbagai kota: Yogyakarta, Blitar, Malang, Surabaya, dan lain-lain. Di buku itu, semua menuturkan pengalaman hidupnya sebagai perempuan mini, lengkap dengan suka dan dukanya.
Mereka mengalami berbagai persoalan saat beradaptasi dengan lingkungan. Ada juga perempuan mini yang sulit move on dari masa lalunya sebagai penyandang disabilitas. Penyusunan buku itu dilakukan tahun 2018. “Hal penting yang kami dapatkan dari pengalaman menulis buku ini adalah, kami lebih berani speak up,” katanya.
Tahun 2018, menjadi tahun penting dalam perjalanan Nanik. Sebab, di tahun yang sama ia juga mendirikan Komunitas Unique Project Theatre. Ia mengajak komunitas manusia mini untuk berteater. Mereka juga menggelar sejumlah repertoar.
Sebagai sarjana teater, Nanik merasa miris ketika melihat komuntias manusia mini diperlakukan secara tidak pantas. Ia menyebut contoh, ketika manusia-manusia mini dijadikan objek kelucuan. “Jadi saya membangun komunitas teater untuk mengangkat kaum disabilitas, sebab sepertinya tidak ada teater yang mengangkat disabilitas,” ujarnya. (*)