COWASJP.COM – Era digital tidak bisa dielakkan. Sektor pendidikan pun harus menyiapkan strategi untuk menghadapinya. Tidak terkecuali perpustakaan perguruan tinggi.
Untuk itu, elaborasi dan kolaborasi perpustakaan antarperguruan tinggi sangat diperlukan.
Untuk memperkuat jejaring itu, Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surabaya mengadakan kerja sama dengan perpustakaan Uinsa (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel) Surabaya.
Penandatanganan memorandum of agreement (MOA) itu dilakukan di Gedung Twin Tower Lantai 9 UIN Sunan Ampel Surabaya, Selasa (2/8/2022).
Acara penandatanganan MOA itu didahului dengan seminar bertema ”Penguatan Kelembagaan Perpustakaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI)”.
Dihadirkan narasumber Agus Rifai, S.Ag., SS., M.Ag., Ph.D. (asesor Perpusnas RI) dan Sugeng Wahyu Ariayadi, S.Sos., MM. (asesor Perpustakaan Jawa Timur). Kehadiran kedua narasumber ini sekaligus memberikan pencerahan tentang perlunya akreditasi perpustakaan perguruan tinggi.
Hadir pula Ketua Asosiasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam (Apptis) Jatim Mufid, S.S., M.Hum. dan Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan Kerja Sama Uinsa Dr. H. Mamat Salamet Burhanuddin, M.Ag.
Tidak hanya perpustakaan UM Surabaya yang membangun sinergi. Tujuh perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) dan 30 perguruan tinggi keagamaan Islam swasta (PTKIS) berkolaborasi untuk meningkatkan potensi perpustakaan masing-masing.
Para kepala perpustakaan putri peserta seminar di Uinsa Surabaya.(FOTO: Yarno)
Para kepala perpustakaan yang hadir bersepakat dan bersinergi untuk saling menguatkan.
Kepala Perpustakaan Uinsa Prof. Dr. Evi Fatimatur Rusydiyah, M.Ag. mengatakan, banyak manfaat dari seminar dan kerja sama ini. Di antaranya, bersama-sama mendorong para pengelola untuk berkhidmat agar perpustakaan menjadi tempat berkarya para civitas akademika.
“Mari bareng-bareng memajukan dunia membaca dan menulis. Peran perpustakaan dapat dimaksimalkan agar dapat menginisiasi kebutuhan para pengguna,” ujar Evi.
Rektor Uinsa Prof. Akh. Muzzaki, M.Ag. Grad.Dip.SEA, M.Phil., Ph.D. mengawali sambutan pembukaan dengan menyitir hadis nabi. “Barang siapa yang ingin dipanjangkan umurnya, dimudahkan rezekinya, maka perkuatlah sinergi, perkuatlah jejaring, dan perkuatlah kolaborasi,” ujar Muzzaki.
Menurut Muzakki, akreditasi itu penting untuk instrumen penjaminan mutu. Untuk itu, kolaborasi dalam tata kelola kelembagaan sangat penting. Suatu perpustakaan tidak bisa hanya besar sendiri.
Kolaborasi penting untuk diperkuat bersama-sama bagi orang-orang modern saat ini.
Muzakki mengingatkan pentingnya mengembalikan marwah perpustakaan. Selama ini terkesan perpustakaan dalam konteks sebagai koleksi material yang menjadi sumber dan materi belajar.
“Perpustakaan bukan hanya koleksi material teaching. Perpustakaan bisa melatihkan dan memproduksi gagasan untuk kepentingan pembelajaran,” tambahnya.
Belajar pada kondisi di negara Barat, perpustakaan harus menjadi pusat informasi banyak hal. Sebagai tempat seseorang memproduksi gagasan, memperkuat keilmuan untuk kemajuan peradaban.
Sementara itu, Ketua Apptis Jatim Mufid mengatakan, saat ini perpustakaan perguruan tinggi menghadapi kompleksitas tantangan yang luar biasa. Untuk itu, upaya saling menguatkan dan bersinergi dapat meningkatkan fungsi dan peran perpustakaan.
“Tidak ada perpustakaan yang besar sendiri. Kita harus bermitra agar kuat. Juga perlu pendampingan terhadap perpustakaan agar terakreditasi A. Syukur ada yang memiliki target untuk go internasional,” tuturnya.
Mufid menjelaskan, membangun perpustakaan perguruan tinggi Islam yang berbeda dengan perguruan tinggi umum. Untuk itu, Apptis Jatim akan memperluas kemitraan dengan PTKIS. Dengan demikian, terjadi kontribusi nyata dan bermanfaat bagi pengembangan dan penguatan eksistensi perpustakaan di era digital saat ini.
Mamat Salamet menambahkan, tantangan perpustakaan ke depan sangat berat. Saat ini pengguna perpustakaan memiliki karakter tersendiri.
“Lima tahun terakhir termasuk generasi spesial, milenial. Karakter mereka berbeda. Perlu ada invovasi dan penyesuaian agar pemustaka dapat dilayani sebaik-baiknya. Juga perlu trik-trik khusus agar pemustakan tertarik untuk berkunjung ke perpustakaan,” ujarnya.
Perpustakaan yang baik tidak boleh terjebak pada penilaian diri sendiri. Jejak transaksi di perpustakaan harus dapat dilacak juga oleh orang lain. Dalam hal ini asesor akreditasi. “Karena itu, mindset tentang perpustakaan harus diubah. Semua layanan dan aktivitas harus ada jejaknya. Pekerjaan profesional di bidang perpustakaan harus dapat dinilai oleh orang lain,” katanya. (*)