COWASJP.COM – Besarnya subsidi atas biaya haji tahun 2022 memunculkan banyak pertanyaan. Apakah biaya perjalanan Haji yang menimbulkan subsidi sebesar Rp 60 juta lebih masih sesuai dengan prinsip haji: harus Istita'ah?
Padahal sejatinya, setiap Haji itu sangat mengutamakan syarat Istita'ah. Istita'ah adalah kemampuan jamaah haji dari aspek fisik dan mental yang terukur. Dengan pemeriksaan kesehatan lazimnya, memang harus bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga jama'ah haji dapat melaksanakan proses ibadah haji sesuai tuntunan yang berlaku.
Yang tidak kalah pentingnya juga adalah istita'ah dari sisi kemampuan finansialnya. Karena itu, wajar jika kemudian muncul pertanyaan mendasar: apakah jama'ah haji yang mendapat tambahan biaya atau subsidi dana haji itu bisa dikategorikan istita'ah dan bisa meraih Haji Mabrur?
Ismed Hasan Putro, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) menyampaikan pandangannya, bahwa sebaiknya subsidi pada jama'ah haji itu dihapus atau dihilangkan saja. Agar tetap memenuhi dimensi istita'ah dan tidak mengganggu syarat untuk mencapai kemabruran haji.
Khususnya seseorang yang menunaikan ibadah haji melalui program haji reguler yang dikelola pemerintah dan BPKH.
Pemerintah harus berani tegas terkait subsidi yang diperoleh dari penyimpanan dan pengelolaan oleh BPKH. Langkah itu harus segera dilakukan agar ke depan tidak terjebak dalam praktek atau skema Ponzi.
Mari kita kembalikan hakikat berhaji itu atas dasar Istita'ah. Jangan lagi agenda lain di balik pengelolaan dana Haji oleh BPKH.
HARUSNYA UTUH DIKEMBALIKAN
Dana haji yang dikelola oleh BPKH harusnya utuh dikembalikan untuk kepentingan dan yang memang menjadi hak jama'ah. Jangan lagi keuntungan dari setoran awal para jama'ah itu dikembalikan dalam paket gelondongan.
Seharusnya BPKH mengembalikan keuntungan dari hasil mengelola dana haji yang disimpan bertahun-tahun itu kepada dan secara individu jama'ah.
Jika dalam implementasi keberangkatan ternyata dari setoran calon jama'ah ternyata kurang, maka jama'ah harus menabung lagi sampai cukup. Menambahkan sesuai perhitungan biaya haji pada tahun saat keberangkatan.
Bagaimana jika ternyata hasil dana yang disetor dan diserahkan pengelolaannya pada BPKH itu -- dalam perhitungan setiap bulan dan setiap tahun -- ternyata setelah diakumulasi melebihi jumlah kewajiban yang harus dibayarkan?
Maka, kewajiban bagi BPKH untuk memberikan keuntungan itu kepada masing-masing anggota calon Jama'ah Haji.
Harapan kami dari IPHI agar pendaftaran calon jama'ah haji tahun 2023:
sistem pengembalian keuntungan dana calon jama'ah haji yang dikelola kepada individu itu penting. Agar tidak ada praktek dzolim kepada jama'ah yang dirugikan. Dan membuat pihak lain diuntungkan. Karena ibadah haji itu harus steril dari praktek finansial yang merugikan atau menguntungkan sepihak.
Apalagi menurut Ismed Hasan Putro, yang ada unsur atau berbau riba. Itu sudah pasti akan merusak keistita'ahan dan pada akhirnya bisa dipertanyakan kemabruran hajinya.(*)