COWASJP.COM – Catatan: Hari ini Dahlan Iskan menulis dua naskah. Pertama, tentang BBM. Kedua, sambungan tulisan Hasan Aspahani
"TADI isi bensin, kok beda ya harganya. Yang di Karawang tadi Rp 7000-an. Di Sragen ini kok Rp 10 ribuan ya....".
Teman saya itu dalam perjalanan dari Jakarta ke Surabaya. Ia tidak memonitor berita. Ia tidak tahu ada kenaikan harga BBM, mendadak, ketika ia berada di tengah perjalanan dari Karawang ke Sragen. Di hari Sabtu lalu.
Ia jadi saksi betapa mendadak pengumuman itu. Di akhir pekan pula. Saya jadi ingat Pak Jusuf Kalla. Cara seperti itu telah menjadi bagian dari kecerdikannya. Pernah pada zaman Pak JK, harga BBM diumumkan justru di hari akhir menjelang bulan puasa.
Zaman Pak JK menjabat wakil presiden itu demo pasti meledak di setiap kenaikan harga bahan bakar minyak. Maka momentum mengumumkannya menjadi penting. Di bulan puasa konsentrasi umat beribadah. Berpuasa. Pun akhir pekan. Potensi demo turun drastis. Perhatian masyarakat di akhir pekan adalah pada liburan.
Sayangnya medsos tidak mengenal puasa. Juga tidak mengenal hari libur akhir pekan. Maka keributan tetap terjadi. Di medsos. Hanya di medsos. Toh akhirnya kenaikan harga BBM itu harus diterima.
Memang hanya ekonom Kwik Kian Gie yang tervokal menolak kenaikan harga BBM. Ia tidak bisa mengerti alasan pemerintah yang didengungkan selama ini: subsidi yang besar. Yang kalau ditotal mencapai Rp 502 triliun.
Ekonom Anthony Budiawan juga tidak kalah vokal. Tapi saya menganggap Anthony itu Kwik Kian Gie juga. Satu lembaga kajian di Jakarta. Satu almamater di Rotterdam, Belanda.
Pak Kwik menelepon saya. Ia tidak habis pikir bagaimana di negara Pancasila perhitungan ekonominya ikut kapitalis. "Bagaimana ya cara meyakinkan para ekonom itu?" tanyanya.
Anthony punya cara sendiri. Ia terus menulis. Memperjuangkan pemikirannya itu. Tiap hari. Bahkan bisa sehari dua kali. Ia sebarkan tulisan pendek itu ke media. Juga lewat medsos pribadinya.
Rasanya, di negeri ini, hanya dua orang itu yang pemikiran ekonominya berseberangan dengan kebijakan pemerintah.
Rakyat punya pemikiran sendiri. Mereka kelompok yang tidak banyak berdaya. Mereka memilih cari cara sendiri. Agar bisa lebih hemat BBM.
Misalnya, ada pertanyaan seperti ini. Di medsos. Yang menjawab pun ribuan. Pertanda mereka satu nasib. "Mana yang lebih hemat, membeli BBM berdasar nilai uang, atau berdasar jumlah liter".
Maksudnya, ketika Anda membawa sepeda motor ke pompa bensin, pilih mengatakan "membeli bensin Rp 20.000" atau "membeli bensin 2 liter?".
Bukankah itu sama saja?
Ternyata tidak. Lebih hemat kalau Anda mengatakan ingin membeli bensin berapa rupiah. Bukan ingin membeli bensin berapa liter.
"Kalau saya pakai liter pilihannya terbatas, 1 liter, 2 liter atau 3 liter. Tiga liter adalah kapasitas maksimal tangki bensin motor saya. Belum pernah saya lihat (gak tahu juga apa bisa) orang pesan 1.5 liter atau 2,75 liter. Ini contohnya. Pilihannya cuma bulat 1,2, 3 itu saja," tulisnya di Medsos.
Ia mengaku bernama Roland Ruben. Ia bekerja sebagai tukang Gojek sejak 2015.
"Katakanlah seliter Pertalite Rp 7.650. Padahal saya hanya butuh sekitar 1.5 liter. Saya gak pernah bilang isi bensin Pertalite 1.5 liter. Paling mudah cukup bilang beli Pertalite Rp 10rb," katanya.
"Lagipula kebanyakan petugas yang saya saksikan di SPBU lebih suka kita beli dengan nominal. Gimana loe cuman punya duit selembar 10 ribuan. Masak loe beli seliter, rempong cari kembaliannya. Mending di-fix-kan jadi 10 ribu saja dah," tambahnya.
Begitulah orang kecil memperhitungkan cara berhemat. Lima ratus rupiah pun diperhitungkan. Bahkan ada yang ingin menghemat lewat pilihan ini: pilih isi sampai penuh atau tidak.
Ada yang benar-benar menghindari kata-kata "isi penuh". Itu bikin boros.
"Saya kurang suka kalau isi full tank. Alasan saya saat tank sudah hampir penuh, Si petugas akan memencet-mencet berkali-kali nozzle-nya. Saya pernah perhatikan saat ngisi untuk motor, sekali "crott" (maaf saya nggak menemukan kata yang lebih baik), di indikatornya bisa naik 1.000 rupiah. Padahal paling setengah gelas aja nggak. Udah gitu sering banget bensinnya meluap ke mana-mana, karena dipaksain harus penuh tankinya," tulis Alodie Orella dari Yogyakarta.
Anda mungkin bisa bermandi BBM. Pun sampai berenang di dalamnya. Tapi pembicaraan menghemat BBM di medsos seperti itu luar biasa banyaknya. Mereka sedih BBM kian mahal. Tapi hanya itu yang bisa mereka lakukan. Cari cara berhemat sampai memikirkan sekali crot itu dampaknya seperti apa.
Rupanya ada satu pompa bensin yang peka terhadap isu hemat seperti itu. Di saat Pertamina menaikkan harga BBM di stasiunnya, stasiun bensin satu ini justru menurunkannya: SPBU Vivo. Adanya di Jakarta selatan. Baru satu itu. Milik asing. Milik perusahaan Swiss. Bekerja sama dengan perusahaan Inggris.
Vivo memang lambat berkembang di Indonesia. Dua tahun lalu Vivo sudah bikin kejutan yang sama. Ketika terjadi kenaikan harga BBM, kala itu, Vivo menurunkannya. Setelah itu Vivo justru tutup.
Pemerintah menganggap Vivo masih ilegal. Belum melengkapi izin-izinnya.
Setelah izin itu beres Vivo buka lagi. Baru satu di Jakarta selatan itu. Dan kini Vivo bikin kejutan pula. Harga Revo89, produk Vivo yang setara dengan Pertalite, justru turun jadi Rp 8.900. Padahal Pertalite-nya Pertamina naik menjadi Rp 10.000/liter.
Heboh.
Bagaimana bisa.
Rupanya induk perusahaan Vivo memang punya strategi khusus. Yakni menyasar konsumen miskin. Lihatlah fokus operasi Vivo di dunia: Vivo menguasai pompa bensin di seluruh negara Afrika. Vivo punya 2.400 lebih pompa bensin di 23 negara di Afrika.
Tentu banyak juga yang mempersoalkan kualitas Revo89. Mungkin saja tidak sebagus Pertalite. Level RON-nya bisa sama-sama 89, tapi siapa tahu ada unsur tertentu yang membuat beda.
Ada juga yang menghubungkan dengan sumber bahan baku mereka. Induk perusahaan ini sudah sangat global. Jaringannya di seluruh dunia. Pabrik penyulingannya ada di mana-mana termasuk di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Bisa saja induk Vivo punya anak perusahaan yang lincah: bisa membeli bahan baku dari Iran atau Rusia. Yang Anda pun sudah tahu: harganya jauh lebih murah.
Pemerintah tentu diuntungkan. Rakyat punya banyak pilihan. Tapi bisa juga pemerintah merasa terpojok: bagaimana mungkin yang tidak disubsidi bisa lebih murah dari yang disubsidi.
Vivo memang baru punya satu SPBU tapi kehadirannya sudah serasa 1000.(*)
*
Hasan Aspahani. (FOTO: golagongkreatif.com)
Siapa Membunuh Putri (2)
SEBAGAI wartawan, saya tak matang di lapangan. Dalam karir saya yang –astaga, 20 tahun juga lamanya saya jalani sampai saya menuliskan cerita ini– paling lama saya hanya dua tahun jadi reporter. Itu gabungan pengalaman dari masa kerja beberapa koran di grup kami, grup surat kabar terbesar di negeri ini.
Bukan karena begitu hebatnya saya, sehingga melesat lekas jenjang karir saya, tapi pasti karena koran-koran kami berkembang terlalu lekas.
Maka kebutuhan redaktur dan posisi fungsional lainnya di redaksi harus lekas diisi. Kami para reporterlah yang dikarbit untuk mengisinya.
Ya, saya harus katakan itu dengan jujur: dikarbit. Terutama saya. Karena kami sebenarnya belum siap untuk jadi redaktur, kami belum matang di lapangan.
Saya baru enam bulan di lapangan, jadi reporter kriminal, mengisi pos liputan di kepolisian, kejaksaan, dan PN, atau di manapun peristiwa kriminal terjadi, ketika redpel "Metro Kriminal" memanggil saya.
Saya baru pulang dari liputan siang. Jam dua, kami para reporter sudah harus kembali ke kantor, ada cukup waktu dua jam untuk mengetik hasil liputan hari itu. Dalam hal ini saya bisa lekas. Satu jam cukup untuk dua berita. Selebihnya saya menulis berita ringan, feature bersambung, hasil pengamatan kota, atau berita lain sedikit analisis data. Cara menulis seperti itu bikin saya produktif. Empat atau lima berita sehari bisa saya setor.
Ada running news yang sudah saya jaga liputannya sebulan lebih. Selama itu saya memasok berita utama di halaman depan. Saya bikin headline hat-trick pangkat 10 –bukan hanya tiga kali berturut-turut, tapi lebih dari tiga puluh kali!
Sebagai wartawan baru, saat itu karena berita itu, di kantor saya jadi perhatian, di lapangan di kalangan para wartawan senior, media lokal maupun perwakilan media Jakarta, saya pun mulai dikenal. Beberapa wartawan nasional yang rada malas malah minta bahan liputan ke saya. Saya tak pernah pelit. Saya beri saja, toh media-media Jakarta itu bukan saingan koran kami juga. Kalau ada kasus di kota kami yang diangkat di media nasional, pembaca kami malah jadi meningkat.
Koran nasional, apalagi TV, paling berapa menit memberitakan. Malah bikin penasaran, orang nyari info lebih lengkap di koran kami.
"Masih berita Sandra, Dur?" tanya Bang Eel. Namanya sebenarnya Ilyas. Tapi kami semua, dan sepertinya semua orang di kota kami memanggil dia dengan nama akrabnya: Eel, dari tukang parkir permainan ketangkasan sampai kapolres, termasuk wali kota.
Suaranya parau, keras, sekeras perangainya. Parau suaranya seperti Karni Ilyas. Bang Eel wartawan yang berdisiplin. Dia yang wawancara saya ketika saya direkrut. Dia tanya apa agama saya, pertanyaan yang mula-mula terasa agak mengganggu saya, tapi kami akhirnya tertawa, ketika tahu apa maksud pertanyaannya itu. Dia bilang, kalau kamu Islam, mulai sekarang nabi keduamu deadline, setelah Nabi Muhammad.
Sebagai atasan dan bawahan mengembangkan hubungan yang saling membutuhkan. Kami cocok. Sejak hari pertama dia banyak mengandalkan saya. Saya pun memasok berita-berita yang memenuhi 13 rukun iman berita, layak headline, dan bikin oplah koran kami naik terus.
"Masih, Bang. Ada perkembangan baru. Info dari dokkespol dari hasil otopsi, Sandra hamil, itu bisa ke mana-mana isunya, Bang," kataku, taruh tas sandang di samping komputer dan keluarkan notes.
"Koran lain tahu? Itu tadi jumpa pers?" kata Bang Eel. Pertanyaan khas dia, redpel yang selalu menuntut berita eksklusif.
"Bukan jumpa pers, tapi beberapa wartawan ada tadi," kataku.
"Menarik. Tapi ke ruanganku dulu, Dur, sebentar," katanya.
"Belum bikin berita, Bang," kataku.
"Halah, kau kan cepat bikin berita. Sebentar aja kok," katanya.
Eel bicara amat terstruktur. Seperti berita yang rapi, sudah diedit dan siap di-layout. Dia menyampaikan grup kami bikin koran baru di kota lain di Sumatera. Itu rencana sudah lama disiapkan. Bang Aro, pemred kami akan menjadi pemimpin di koran baru itu. Bang Eel sementara akan menggantikan pekerjaan Pak Aro sebagai pemred "Metro Kriminal".
"Wah, selamat ya, Bang!" kata saya. Sebenarnya saya bingung, kenapa dia harus sampaikan itu semua pada saya. Apa hubungannya dengan saya, reporter yang baru kerja enam bulan.
"Nanti dulu bilang selamat," kata Bang Eel, agak kesal dia, "...ini tergantung kau..." katanya.
Saya tak paham. Sama sekali tak paham. "Kok saya, Bang? Saya tak paham nih, Bang..."
Aku terima tawaran Pak CEO itu, dengan syarat yang aku minta, kau dipromosikan jadi asredpel, merangkap askorlip, kau akan bantu aku," katanya.
Saya agak syok mendengarnya. Bahagia dan senang tentu saja, membayangkan gaji naik, bangga karena dapat promosi padahal baru enam bulan kerja, tapi gamang, karena belum yakin dengan kemampuan saya.
Sementara saya juga belum akrab juga dengan istilah-istilah itu, apa tugasnya, dan yang pasti besar tanggung-jawabnya. Redpel itu redaktur pelaksana. Korlip itu koordinator liputan. As di depan dua kata itu berarti asisten.
"Jangan main-mainlah, Bang. Bukannya harus jadi redaktur dulu? Abang pernah jelaskan ke saya perlu dua tahun minimal di lapangan sebelum jadi redaktur. Ini saya malah jadi...." kataku tak menyelesaikan kalimatku, dia pasti tahu apa yang mau kukatakan.
"...ini serius, Dur. Aku tak main-main. Ah, kau ini," kata Bang Eel.
"Saya pikirkan dulu, ya, Bang. Boleh, Bang? Saya bikin berita dulu."
"Oke, nanti malam kita ke Patron's Cafe, ya... Kita bicarakan di sana. Kalau sambil makan seafood enak kayaknya hati dan pikiranmu lebih terbuka..." kata Bang Eel.
"Tahu aja, Bang! Habis itu lanjut karaoke ya, Bang?" kataku. (bersambung)
"Komentar Pilihan Dahlan Iskan*
Edisi 4 September 2022: Siapa Membunuh Putri (1)
Agus Suryono
KALAU ABAH SUDAH BEGINI.. Maksudnya, memasukkan tulisan orang lain sebagai bagian dari tulisannya. Maka ada beberapa kemungkinan.. 1). Kemarin Abah sibuk, tidak sempat nulis. 2) Abah kehabisan ide. 3) Abah sependapat dengan Hasan. 4). Abah mengagumi Hasan. 5) Abah melihat "dirinya" seakan ada pada "diri Hasan". Cuma pikiran ISENG-nya muncul, Hasan dikasih honor oleh Diswày gak ya. Ah, gak usah dipikir "itu". Kemungkinan besar sih "tidak". Soalnya KOMENTATOR kan juga tidak dapat honor. He he..
Wahyudi Kando
Dato' DI Menulis di mana di kota ini saya besar & bertumbuh seperti alur cerita itu, tapi menurut saya isi cerita itu model dan gaya wartawan dan mungkin aparat di era itu. Saat ini sdh jauh berbeda baik kotanya, pewartanya dan juga aparatnya.....JAUH LEBIH DAN BAGUS SAAT INI
dabaik kuy
.....bang jon itu kapolres bayangan... sdh ngeri kali itu.... tp ada yg lbh ngeri... presiden bayangan... dan itu ada... bahkan keputusan presiden berani dia anulir...dikoreksi...ngeri super ini... rusak negara ini. ada juga redaktur bayangan disway... itu tuh yg suka ngasih nilai tulisan abah... kt nya tulisan abah nilainya 55 wkwkwk btw... tulisan dia ttg daud bukan nabi juga nilainya 55 krn tdk berdasar data otentik. ktnya berdasar sejarah.. kalau sejarah justru hrs ada fakta otentik... prasasti misalnya...
agus budiyanto
Wartawan daerah pada waktu itu sangat dekat dengan Bupati, Kapolres, Dandim, kemana mana sering disangoni, sering ditraktir makan di warung, tidak pernah ditilang Polisi. Bahkan sering sebagai pejembatan keinginan bawahan ke atasan. Wartawan waktu itu iso nguripi tapi ora iso nyugihi.
Arala Ziko
sorry ya san, saat ini gelar lebih polisi dari polisi itu bukan njon, tapi si mbo koboi
Ronie Ernanto
Ini baru yang namanya tulisan. Gak ada "Anda sudah tahu, anda sudah tahu". Abah pensiun aja, berhenti sudah nulisnya. Suruh dia yang gantiin abah. Oya nulisnya juga jangan di disway. Kebanyakan iklan gak beres. Bikinin cenel lain yang bersih iklan.
Kang Sabarikhlas
...."Aku sebelum subuh sudah siap senam jempol, biar jadi pertamax. tapi lihat pujaanku si Pertalita nyanyi gaya loncat-loncat fikiranku jadi resah, jadi rindu kekasihku Dik PREMI-um yang sederhana tak banyak menuntut meski kurang bersih, sayang kini menghilang bak ditelan bumi lagi... Kini sudah bulat keputusanku menerima tawaran Pak DAR_mawan agar menerima motornya yang masih bagus dan selalu nganggur untuk kupakai ngojek sambil magang belajar jadi wartawan koran 'M'(menCatat) milik Pak DAR_mawan yang memiliki hati baik, juga memiliki banyak mobil"..... ........ Anu,..ini saya belajar menulis gaya bertutur pake sastra, sudah bener apa ndak ya?... saya kepingin jadi sastrawan biar tulisan saya bisa digandeng Abah bersambung-sambung. duh..maaf kalau tak berkenan, saya cuma pengangguran goblik.
Pryadi Satriana
Kontradiksi & humanisme dlm konstruksi teologis Gus Baha. Gus Baha tentu setuju bahwa nabi itu 'maksum' (terbebas dari dosa), tapi mengatakan: "nabi juga manusia, kadang kepincut wanita." Dua hal itu kontradiktif/saling bertentangan. Daud - yg dipandang sbg nabi oleh Gus Baha krn mengikuti "hapalan" 25 nabi & rasul - melihat Batsyeba yg sedang mandi. Dari mata turun ke hati. Kepincut. Semudah itukah seorang nabi kepincut wanita? Kepincut salah satu dari 'tiga ta': harta, tahta, wanita? Gimana Gus Baha? Humanisme menempatkan 'human' (manusia) sebagai fokus/pokok dari segala sesuatu. Itu nampak dari perkataan Gus Baha,"Daud melihat istri pengawalnya, lalu suka. Dan Allah itu SELALU (huruf kapital penekanan dari saya) menuruti kemauan kekasihNya
ALI FAUZI
Saat awal-awal jadi wartawan dulu, Pak DIS itu seperti si Dur (Hasan Aspahani) atau Bang Jhon ya...?
Fauzan Samsuri
Begitu krusial posisi wartawan dalam mempengaruhi pembaca, sampai-sampai gruop Nasidaria membuat judul lagu Wartawan Ratu Dunia, bila wartawan memuji dunia akan memuji, bila wartawan mencaci dunia akan mencaci, demikian sepenggal syairnya, sehingga tidak salah kalau ditulisan ini bang Jon dianggap Kapolres bayangan karena saking kuat pengaruhnya dalam pemberitaan pada masa itu. Sayang di era digital sekarang ini, kekuatan orang seperti bang Jon tidak berdiri sendiri karena setiap orang merasa berhak untuk menjadi wartawan untuk dirinya sendiri dan menciptakan opininya biar diketahui orang, sehingga tulisan ini meski masih relevan tapi sudah berbeda zaman.
Er Gham
Dur menepikan mobil 2000 cc nya. Masih dalam perjalanan temui Bang Eel. Lampu indikator tanki bbm sudah menyala merah. Harus segera diisi. Kebetulan dekat dengan pom bensin Vivo. "Saya isi di situ saja. Ganti pertalite RON 90 dengan produk vivo RON 89. Toh RON nya tidak berbeda jauh. Bahkan katanya lebih bersih. Harga lebih murah, cuma 8.900. Beda 1.100. Kalo saya isi 40 liter, lumayan hemat 44.000. Selain itu, lebih akurat katanya. Sayang pom bensin Shell belum ada produk serupa". Akhirnya dia mampir ke pom bensin itu. "Duh ternyata sudah panjang antriannya sekarang. Biasanya sepi. Para driver ojol juga banyak antri ke sini sekarang".
azid lim
Cerita yang menarik di hari Minggu tentang intrik intrik dan kehidupan polisi dari zaman dulu sampe sekarang dengan slogan kamu beri /traktir saya terima , kamu salah saya tangkap dan kalo teman dalam kesusahan tinggal balik badan sepertinya polisi polisi ini tidak akan pernah berubah sampai kapan pun. Mari kita ikuti cerita bersambung menarik ini dari Pak DI untuk lebih memahami kepolisian kita .
yea aina
Dari Bang Jon, kita jadi tahu, pengaruh kekuasaan yang menggurita, memungkinkan apapun bisa "diatur". Jangankan hanya memilah berita mana yang layak tayang, bahkan memilih orang untuk ditempatkan di jabatan kuncipun pasti mudah. Sosok penentu dunia senggol bacok di sebuah kota pulau itu.
Johan
Sebuah cuplikan karya dari Kesusastraan Melayu Tionghoa. Thio Tjin Boen (Lahir di Pekalongan, 1885 sd 1940 - Seorang wartawan, novelis, dan penerjemah) === Oey Se (1903) Satu cerita yang amat endah dan lucu yang betul sudah kejadian di Jawa Tengah. - - - Nyonya Oey bawa Fatimah jalan jalan di kebon, di situ ia dapat lihat suatu kuburan pake batu bongpaiy yang dipahatkan ia punya nama Cina, yaitu Oey Kim Nio anak dari Oey Se. Fatimah jadi kaget sekali, dalam dirinya ia berkata: "O, ayahku pandang, bahwa aku ini sudah tida ada di dalam dunia, yaitu sudah mati dan dikubur di sini." Kutika Fatimah pulang sampe di rumahnya ia lantas jatoh sakit keras sekali, sebab kaget melihat kuburannya sendiri. Suaminya yaitu regent pensiun panggil dukun dukun dan doktor yang pande buat tulung dan obatkan Fatimah, tapi semua percumah, sampe pada suatu hari baik Fatimah sudah tiada dapat di tulung lagi. Kepandeiannya dukun dan doktor tiada kuat menangkis tangannya Malaikat maut yang kuat sebagi besi menekam dadanya Fatimah hingga melayanglah jiwanya ke dunia yang baka. Oey Kim Nio alias Fatimah bekas Radhen Ayu Kanoman, puteri dari sudagar besar Oey Se sudah mati... Cumah setiap malam sampe beberapa bulan lamanya di kuburannya Fatimah orang dapat denger suara perampuan menangis, dan merintih, katanya: "Gatel! Gatel! Gatel!!!!" Sebab itu, orang bilang akan Fatimah itu. Cina tanggung -Jawa wurung mayitnya tida diterima oleh bumi.
Budi Utomo
Sastra Melayu Lama salah satu penggeraknya adalah para peranakan Tionghoa/Cina di pertengahan abad 19. Mendahului Balai Pustaka yang baru lahir awal abad 20.
Aow War
Wah, kalo ini "SAYA SUDAH TAU". Kasus pembunuhan oleh perwira di POLTABES Barelang, Batam. Koran nya om Hasan dulu di Posmetro Batam kah,,
Re Hanno
Meski suka juga baca ceritanya namun saya berkesimpulan Abah lagi malas atau capek menulis. Hehe semoga salah.
Leonardus Nana
Wartawan yang mulanya hadir dengan SAPA kebanggaan KULI TINTA" , seturut media jaman mulai mengeser sapa kebanggaannya ke KULI DISKET, KULI TUTS, KULI JARI dan entah kuli apalagi, saya belum tahu dan tentu anda juga belum tahu. Namun, apapun sapaan mereka, para wartawan sesungguhnya adalah perwudan MATA, TELINGA dan MULUT dari masyarakat. Bagaimana bisa? Ketika anda mengingini sesuatu untuk dilihat, didengar dan disuarakan, mereka-para wartawan dapat menghadirkannya. Contoh nyata dihadapan kita adalah kasus yang anda sudah tahu. Konon jika tidak tergerak naluri keberitaan dari seorang wartawan di daerah nun jauh di Jambi, maka anda dan saya tentu tidak akan pernah melihat, mendengar dan turut bersuara tentang DUREN TIGA. Anda tentu sudah tahu bahwa DUREN itu buah sudah tidak merakyat lagi. Anda tidak mau peduli lagi. Namun, namun kini anda sibuk mencari tahu apa itu DUREN TIGA karena kepedulian seorang wartawan. Jika mereka tidak terus bergelayapan siang dan malam untuk cari tahu dimana buah DUREN TIGA tersebut disembunyikan, maka anda dan saya pasti tidak akan pernah tahu apakah DUREN TIGA tersebut beraroma BUSUK atau HARUM. Selamat bersuara para wartawan.
thamrindahlan
Hebat hebat hebat Bang Jon Lika liku wartawan kriminal dalam meliput berita ditulis cara bertutur. Enak dibaca, enteng mengalir. Bisa jadi ini tulisan kombinasi gaya Buya Hamka dan Bapak Dahlan Iskan. Kalimat pendek pendek tidak lebih 7 kata. Kosa kata diulang ulang seperti tata bahasa Al Qur'an. Saling menjelaskan sehingga mudah dipahami. Terkadang ditengah cerita ada "letupan - letupan" tak terduga. Seperti kaya Andrea Hirata si Lasykar Pelangi. Ditunggu episode selanjutnya sampai terjawab Siapa Pembunuh Putri. Kalau berniat wisata ke Surakarta / Jangan lupa singgah di Tawangmangu / Kepiawaian rangkai kata level sastra / Pembaca terbuai lanjutan kisah ditunggu /
alasroban
Dari penjelasan awal. Kota pulau yang idealnya di tempati 1 jt orang. Berkembang terlalu cepat. Ada mobil "storm". kesimpulanya Batam. Toyota Storm ? ini belum di produksi Bah sama Toyota ???? Yang di naiki bang Jon itu Mitsubishi Storm. kode produksinya L200. masih sodara sama L300 ???? Tapi di tiap negara di namai beda-beda. Di luar negeri di namai storm. Di Indonesia di namai Triton / Strada. kenapa di Batam ada Storm ? anda sudah tagu,,,????☕
Er Gham
Pemerintah sepertinya gak rela spbu vivo jual bbm ron 89+ seharga Rp. 8.900. Masyarakat mulai serbu spbu vivo. Murah dan akurat. Baca berita, pemerintah minta spbu vivo menyesuaikan harga. Apa hak nya pemerintah atur atur harga? Vivo tetap untung jual ron 89 seharga 8.900. Kenapa pertamina jual ron 90 gak bisa untung. Intropeksi dong, berarti ada ketidakefisienan di pertamina. Malah katanya seharusnya pertalite ron 90 dijual 14 ribuan. Komisaris pertamina tanya dong ama direksi, kenapa vivo bisa jual ron 89 seharga 8.900 dan tetap untung. Ini menjadi pertanyaan masyarakat. Ada apa sebenarnya. Uangnya buat apa.
Agus Suryono
PENGALAMAN PAKAI APLIKASI "ANTI IKLAN".. Begitu aplikasi itu diaktifkan, benar, semua iklan tidak muncul. Tetapi ternyata aplikasi itu pakai VPN. Sehingga ada beberapa aplikasi lain yang ada di HP saya terganggu. Ternyata, kata anak saya, setiap kali mau masuk ke aplikasi terkait, sebelumnya harus "mampir" di server "antah berantah" melalui VPN itu. Tujuan utamanya sih konon untuk "membersihkan" iklan. Tapi karena ini gratis, maka kalau selain menghambat soal iklan, bisa jadi juga "menguras" info dan data. Ih. Jadi ngeri. Mungkin kalau yg berbayar lebih "aman". Bagaimana pengalaman Anda..?
Pryadi Satriana
Aturan siktaksis bhs Indonesia mengikuti aturan dlm bhs Inggris, bahwa 'kata ganti' (pronoun) 'nya' dlm kalimat di atas mengacu pada subjek 'induk kalimat' (Hasan), tidak mengacu pada subjek 'anak kalimat' (polisi), shg arti kalimat di atas adalah 'Hasan menemukan fakta: ada polisi membunuh isteri Hasan.' Salam. Rahayu.
Muin TV
Daripada tiap hari koar-koar di kolom komentar CHDI, bahwa Daud adalah raja bukan nabi. Saya persilahkan Pak Pri buat buku saja.... Toh sudah ada sumbernya. Manuskrip-manuskrip itu. Jangan kalah sama KH. Fahmi Basya, yang meneliti dan menulis bahwa Candi Borobudur merupakan peninggalan dari Nabi Sulaiman.
Pryadi Satriana
"Hasan menemukan fakta: ada polisi membunuh isterinya." Arti: Ada polisi membunuh isteri Hasan. Hasan menemukan fakta tersebut. "Hasan menemukan fakta: ada polisi membunuh isterinya sendiri." Arti: Ada polisi membunuh isterinya sendiri. Hasan menemukan fakta tersebut. Penjelasan: Bahasa ada 'code'. Menyampaikan pesan menggunakan bahasa disebut 'encoding' ('menyusun' code). Pesan hanya bisa dipahami dengan 'code' yang sama, disebut 'decoding' ('menguraikan' code). Kesalahpahaman (misunderstanding) terjadi jika: 1. Pemberi pesan salah dalam 'encoding', dalam bahasa salah dalam menggunakan aturan berbahasa/ gramatika, spt yg saya koreksi di atas. 2. Penerima pesan salah dalam 'decoding', spt Anda semua yg tidak 'ngeh' thd kesalahan di atas, he..he.. 3. Adanya 'gap' (kesenjangan) antara 'pemberi pesan' dan 'penerima pesan' yg bisa terjadi krn latar belakang pengetahuan maupun latar belakang budaya. Contoh 'gap' pengetahuan adalah menyebut Daud sebagai nabi krn tidak tahu bahwa dalam sejarah Yahudi, Daud adalah raja yg ditahbiskan oleh nabi Samuel, dan bahwa Daud adalah raja yg ditegur oleh nabi Natan krn melakukan maksiat dg Batsyeba. Saya ndhak bicara ttg agama, Kitab Suci, hadits, tafsir, dsb. Saya bicara tentang sejarah yg tertulis lebih dari 1500 th sebelum era Islam. Sesuatu yg tertulis dan terdokumentasikan sampai sekarang. Silakan datang langsung ke Israel untuk melihat & mengalami relevansinya dg kehidupan masyarakat Israel sekarang. Itu fakta tak terbantahkan. Salam.
Pryadi Satriana
Saya ndhak ngomongin agama & keyakinan keagamaan. Saya ngomongin sejarah Yahudi krn Daud itu leluhur bangsa Yahudi, raja Yahudi yg ditasbihkan oleh nabi Samuel dan ditegur oleh nabi Natan krn berbuat maksiat dg Batsyeba. Itu tertulis dlm manuskrip2 kuno dan terdokumentasikan dalam Tanakh, Kitab Suci. Kalau kemudian Anda mempercayai Daud itu seorang nabi yg kepadanya 'diturunkan' Kitab Suci Zabur krn itu disebutkan dlm Al-Qur'an yg ada lebih dari 1500 th setelah era Daud ya terserah Anda. Dalam sejarah bangsa Yahudi, Mazmur (Zabur) itu Kidung Pujian yg terdapat dalam Tanakh, Kitab Suci Yahudi. Jadi Mazmur (Zabur) itu bukan kitab suci tersendiri. Saya merujuk ke sejarah Yahudi krn memang Daud itu leluhur bangsa Yahudi. Salam. Rahayu.
Johannes Kitono
Tulisan yang enak dibaca dengan cara bertutur rakyat jelata. Bang Jon dan Dur pasti tidak termasuk barisan wartawan bodrex. Setiap hari mengejar PR untuk mendapatkan " uang transport ". Bang Jon bisa menjaga keseimbangan antara polisi dan preman. Preman dibiarkan tetap beroperasi asal tidak mengganggu teritorialnya. Preman asal Palembang di Tenabang biasanya di kasih gelar Duta yang bukan Ambasador. Duet Bang Jon dan Dur sangat ideal. Yang satu punya akses kemana saja dan satunya lagi jago bikin berita. Ketika zaman Kabinet 100 Menteri, Bung Karno pernah angkat Kepala Preman Senin jadi salah satu Menterinya. Oleh teman dekatnya dipanggil Menteri Copet. Bisa jadi Bang Jon juga dipanggil Kapolres Preman oleh koleganya..
Liam Then
Enak benar baca nya tulisan Pak Hasan. Saya sangat suka tulisan yang membawa nafas unik karakter penulis di dalamnya. Bikin nagih. Terkadang jika ketemu kalimat tertentu, bikin otak merasakan rasa senang yang membuncah. Saya google ternyata itu akibat hormon endhorpine. Yang efeknya mirip morphine. Itulah mungkin sebabnya bikin orang nagih membaca.
Agus Suryono
SIAPA YANG MEMBUNUH PUTRI..? Artikel DISWAY hari ini judulnya berbentuk pertanyaan. Tetapi di artikelnya, pertanyaan maupun jawaban atas pertanyaan itu juga belum TERSIRAT. Apalagi TERSURAT. Para PERUSUH (baca: KOMENTATOR) juga belum ada yang mencoba menjawab. Tetapi dalam artikel sudah diceritakan tentang orang MISTERIUS. Yaitu: BANG JON. Jadi, pembunuh Putri, mungkin ya BANG JON. He he.. Semoga kudapat hadiah..
Liam Then
Ngga pernah kebayang, untuk menjadi wartawan. Pasti sangat susah. Naluri,intelegensi,kemamouan menulis,merangkum,mengingat hal kunci dan penting,keahlian membaca raut muka, tahu kapan maju, kapan mundur. Berat-berat. Jadi wartawan sukses sekaligus pengusaha sukses,apalagi.Susah ketemunya ,seribu satu. Ada juga yang mungkin diantara sepuluh ribu, ada satu. Wartawan yang gak demen duit. Yang ini spesies langka. Terancam punah. Karena lingkungan sudah berubah.
*) Dari komentar pembaca http://disway.id