COWASJP.COM – TANPA sadar matanya berkaca-kaca. Ia teramat haru atas pengalaman semasa di Batalyon 741/ Satya Bhakti Wirotama, Singaraja, Bali. Adalah sersan Hotlan Nainggolan yang mengilas kembali ingatannya tentang Mayor Doni Monardo, komandannya ketika itu.
“Waktu beliau menjadi Danyon tahun 1999, pangkatnya Mayor kemudian naik menjadi Letkol. Sedangkan saya prajurit tamtama berpangkat prada, prajurit-dua. Saya lulus sekolah tamtama di Kodam V/Brawijaya tahun 1998. Penempatan pertama langsung di Singaraja, di bawah Kodam IX/Udayana,” ujar Nainggolan, membuka kisah.
Itu artinya, saat Doni Monardo menjadi Danyon, usia dinas aktif Prada Nainggolan baru setahun. “Yang saya ingat betul, saat beliau masuk, langsung melakukan perombakan,” kata Nainggolan.
Markas Batalyon dibuat lebih rapih, teratur, dan bersih. Seluruh prajurit, mulai dari pangkat terendah hingga perwira tertinggi selain Danyon, diberi tugas spesifik. “Lalu beliau membangun tim olahraga Batalyon. Nah, saya termasuk yang dipilih masuk tim olahraga. Beliau langsung yang menggembleng kami,” kenangnya.
Bicara olahraga di militer, bukan semata jenis cabang olahraga yang kita ketahui pada umumnya, seperti sepakbola, tenis, bulutangkis, dan lain-lain. Ini tentang olahraga militer. “Kami digembleng untuk persiapan mengikuti Ton Tangkas (Peleton Tangkas) Angkatan Darat. Jadi langsung ke level nasional, mewakili Kodam IX/Udayana,” ujarnya.
Ton Tangkas
Cabang-cabang olahraga yang dipertandingkan adalah cabang yang khas. Di antaranya lari militer (3.200 meter), renang militer, ilmu medan, menembak pistol, menembak senapan, lintas medan, dan lain-lain. “Seluruh atlet peleton tangkas harus bisa semua. Yang tidak bisa berenang, diajari renang langsung oleh komandan,” kata Nainggolan seraya menambahkan, “pak Doni menguasai semuanya.”
Sebagai prajurit yang dipersiapkan ke Ton Tangkas, Nainggolan –dan prajurit atlet lain—dibebaskan dari tugas dalam (Batalyon). Hari-hari mereka isi dengan berlatih dan berlatih. “Waktu itu menjelang Kejuaraan Ton Tangkas tahun 2000,” kata lelaki kelahrian Porsea, 23 Agustus 1977 itu.
Ada saja cara Danyon Doni Monardo memotivasi para prajurit untuk melecut prestasi setinggi-tingginya. Di setiap latihan, Doni selalu membuat simulasi seperti pertandingan yang sebenarnya. “Yang menang (latihan) juga mendapat hadiah dari komandan,” kata Nainggolan, sambil tertawa.
Nainggolan di mata Doni, berbakat untuk cabang menembak senjata otomatis. Karenanya, selain cabang-cabang lain, ia diberi porsi latihan menembak yang lebih dari yang lain.
Khusus olahraga berenang, Nainggolan punya kesan yang dalam. Bayangkan, sebelumnya ia kesulitan berenang. Apalagi renang militer, yang harus berpakaian PDL lengkap, dengan helm, ransel dan menenteng senapan, serta mengenakan sepatu lars. “Dari yang tidak bisa renang, saya sampai bisa. Catatan waktu terbaik saya 47 detik untuk jarak 50 meter,” kata Nainggolan, bangga.
Singkat kata Batalyon 741 Wirotama menyabet urutan ke-4. Tiga urutan di atasnya masing-masing: Kopassus, Kostrad, dan Kodam Jaya. “Sepanjang berdirinya batalyon, belum pernah tembus empat besar. Bahkan sepuluh besar pun belum pernah. Sejak itu, batalyon kami diperhitungkan di setiap olahraga militer,” kata ayah dua anak ini, bangga.
Badan Meriang
Kisah mengharu-biru ia tuturkan saat dikirim batalyon 741 pada ajang Porad (Pekan Olahraga TNI Angkatan Darat) tahun 2000. Kegiatan itu dipusatkan di markas Divisi Infanteri (Divif) I/Kostrad, Cilodong, Bogor, Jawa Barat. Nainggolan dipercaya turun di nomor menembak (senapan) otomatis.
“Besok pagi bertanding, malamnya saya sakit. Demam, badan meriang gak karuan,” katanya membuka kisah.
Hotlan Nainggolan
Mengetahui atletnya sakit, Danyon 741 Letkol Inf Doni Monardo segera mendatangi Nainggolan yang tergolek lemas di velbed barak Divif I/Kostrad. Ia mengajak serta Pasi Ops Yon 741, waktu itu, Kapten Inf Franz Yohanes Purba. Terakhir bertemu Nainggolan, Purba menjabat Staf Ahli Pangdam I/Bukit Barisan Bidang Hukum dan Humaniter, berpangkat kolonel. Saat ini, Purba menjabat Wadanmentar Akmil Magelang.
Kembali ke kisah Nainggolan yang tergolek demam sebelum turun ke pertandingan menembak otomatis esok paginya. Doni memeriksa kondisi Nainggolan dengan sangat kebapakan.
Pelan Doni bicara, “Nainggolan, kau tidak boleh sakit. Coba katakan, kamu ingin makan apa. Coba pikirkan, makanan apa yang sangat ingin kamu makan saat ini,” kata Nainggolan menirukan bujukan komandannya.
Sungguh tak karuan perasaan Nainggolan. Ia sangat segan didatangi dan diperhatiakn komandannya sedemikian rupa. Lama ia termenung, hingga akhirnya terlintas pikiran makanan kesukaannya di Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, yakni mie gomak.
Mie Gomak
Pernah dengar menu Mie Gomak? Ia adalah makanan khas suku Batak Toba dari Sumatera Utara. Masakan khas ini bisa ditemui di daerah sekitar Danau Toba, mulai dari Porsea, Balige, Laguboti, Tarutung, hingga Tapanuli Selatan. Disebut mie gomak karena dahulu ketika mie akan disajikan ke piring, mienya “digomak” atau diremas langsung menggunakan tangan. Bentuknya mirip sphagetti (mi lidi), dimasak berkuah santan bumbu andaliman.
Doni sempat mengernyitkan dahi demi mendengar nama menu yang disebut Nainggolan. Ia seketika menoleh ke Kapten Purba yang mendampinginya. “Nah, Purba, kau cari sampai dapat mie gomak untuk Nainggolan. Setelah makan mie gomak dia sembuh dan besok bisa bertanding,” perintah Letkol Doni kepada Kapten Purba.
Correct, Kapten Purba mengangkat tangan hormat sambil menjawab, “Siap!” Balik kanan dan menghambur ke luar barak, mencari mie gomak.
Usai Kapten Purba pergi, Doni sejenak menemani Nainggolan, dan memintanya agar istirahat. Doni juga minta Nainggolan menenangkan pikiran, sambil menunggu mie gomak kesukaannya, yang sedang dicarikan oleh Kapten Purba.
“Jujur, perasaan saya campur-aduk, antara segan, takut, khawatir…. Bayangkan, di mana mencari mie gomak malam-malam begini. Di Cilodong pula!” kata Nainggolan, ekspresinya serius menahan tawa.
Mujur tak dapat ditolak, Purba berhasil mendapatkan mie gomak pesanan Nainggolan. Kejutan sekaligus prestasi yang luar biasa, pada saat itu. Makanya, Nainggolan sempat berpikir, ada kemungkinan Purba keliling Jakarta untuk mendapatkan mie kesukaannya.
Untuk diketahui, sebelum dinas di Batalyon 741, Purba pernah dinas di wilayah Jakarta. Ada lagi kemungkinan kedua, bagaimana ia mendapatkan mie gomak. Sebagai orang Batak, ia tak kurang akal untuk mencari orang Batak lain yang bisa menyiapkan mie gomak malam itu juga.
Entahlah. Nainggolan sendiri tak pernah mengetahui bagaimana “perjuangan” Kapten Purba melaksanakan perintah komandannya untuk mencarikan mie gomak bagi kesembuhannya.
Semir Sepatu
Yang ia tahu, Letkol Doni dan Kapten Purba kembali mendatangi tempat tidurnya, dan menenteng sebungkus mie gomak. “Nah, ini makanan yang sangat kamu inginkan. Sekarang makanlah selagi hangat. Pakaianmu biar Kapten Purba yang menyiapkan. Sepatumu, biar Kapten Purba yang menyemir,” kata Doni, lalu melempar pandang ke Kapten Purba.
Sigap Kapten Purba melaksanakan perintah komandannya. Ia pun menyemir sepatu Nainggolan hingga kinclong.
“Di situ saya tak kuasa menahan air mata. Betapa besar perhatian komandan saya, Pak Doni Monardo, dan juga perwira Pasiops saya, pak Purba. Pangkat saya hanya Prajurit Satu, beliau-beliau perwira,” kata Purba. Matanya berkaca-kaca.
Seketika, Nainggolan merasa segar kembali. Demamnya menguap. Perhatian komandan dan perwira di Batalyon 741, sungguh membesarkan hatinya. Kini ia bisa menyimpulkan, Doni Monardo sangat pandai membangun dan membina kesatuan.
Hotlan Nainggolan sarapan bersama Doni Monardo.
“Saat itu, suasananya benar-benar tidak ada kesenjangan antara perwira, bintara, dan tamtama. Misi adalah segala-galanya. Hati saya seketika merasa membesar, semangat menyala-nyala, ingin rasanya malam segera berlalu, datang pagi dan bertanding. Saya akan berikan yang terbaik bagi komandan, bagi batalyon,” kata Nainggolan berapi-api.
Perhatian Doni tidak berhenti sampai di situ. Pagi-pagi sekali, ia sudah mendatangi barak prajurit, dan memastikan semua BAB. “Itu keharusan. Setiap pagi, kami semua para atlet wajib BAB. Kata komandan, supaya tidak demam panggung saat mulai tanding. Bayangkan, soal-soal kecil seperti itu pun beliau perhatikan,” kata Nainggolan pula.
Saat bertanding pun tiba. Hasilnya, sungguh luar biasa. Nainggolan, tamtama berpangkat prajurit satu dari batalyon “antah berantah” berhasil menyisihkan para penembak otomatis kesatuan lain. Bukan hanya itu, ia berhasil menembus papan atas, dengan meraih Juara III. Dua juara di atasnya direbut Kopassus (Juara I), dan Divisi I Kostrad (Juara II).
Salam Wirotama
Sebuah kisah sekaligus kenangan manis yang akan terbawa hingga akhir hayat. “Tahun 2001 beliau pindah menjadi Dandenma Paspampres (2001—2003), posisinya digantikan Mayor Inf Ganip Warsito,” katanya. Nainggolan tetap di Batalyon Singaraja.
Tahun 2010, Nainggolan pindah tugas ke Kodim Karo, Sumatera Utara. “Waktu kejadian erupsi Gunung Sinabung pertama tahun 2010, saya pas di sini,” katanya.
Letusan Sinabung kembali mempertemukan dirinya dengan sang komandan. Ketika itu Doni mendampingi Presiden SBY meninjau Sinabung, dalam pangkat Kolonel dan jabatan Komandan Grup A Paspampres (2008 – 2010).
Ketika bertemu, Nainggolan langsung memberi hormat dan memberi salam, “Wirotama!” Seketika Doni ingat Nainggolan. Ia ingat prajurit pemesan mie gomak saat Porad di Cilodong sepuluh tahun lalu. “Saya diajaknya ke tenda beliau. Di sana banyak pejabat, banyak menteri. Ada yang bertanya, ‘ini siapa Don’, dan komandan menjabat, ‘ini dulu anak buah saya di Singaraja’,” kenang Nainggolan.
Pertemuan kedua (usai penugasan Singaraja), terjadi belum lama, hari Rabu 8 Juni 2022 di Taman Simalem Resort, Karo, Sumatera Utara. Kebetulan, Doni Monardo selaku Komut MIND ID berkunjung ke sana. Dalam kapasitas sebagai Staf Ahli Satgas Penyelamatan Danau Toba, Doni hadir dalam Rakor Penyelamatan Danau Toba. Acara di sana juga dilanjutkan aksi penanaman pohon di Bukit Gajah Bobok, Karo.
Nainggolan kini sudah berpangkat Sersan Satu (Sertu), dan berdinas di Unit Intel Kodim 0205/Tanah Karo. Saat itu, ia sedang menunggu di kamar Dandim Karo, Letkol Inf Benny Angga (Kopassus, Akmil 2003).
“Tiba-tiba saya melihat ada pak Doni Monardo. Saya langsung menghampiri dan hormat sambil beri salam, ‘Wirotama, jenderal’,” katanya.
Kenangan Sepakbola
Doni tersenyum lebar melihat Nainggolan. Terkenang kembali kenangan Singaraja. Terkenang kembali mie gomak. Doni seketika mengajak Nainggolan sarapan bersama. Kepada anggota rombongan yang menyertai, Doni langsung mengenang heroisme Nainggolan dan tim sepakbola Batalyon 741. Saat itu, kesebelasan batalyonnya terjun dalam kejuaraan olahraga TNI-AD.
“Waktu itu tim saya kalah telak 6-0 hingga babak pertama. Lalu saya bangkitkan motivasi mereka dengan mengatakan, ‘tenang saja, mereka paling hanya kuat di 45 menit pertama. Kita sikat mereka di 45 menit babak dua’,” kata Doni sambil tertawa.
Apa yang dikatakan Doni ternyata benar. Babak kedua, ball possession (penguasaan bola) diambil alih kesebelasan Yon 741. Pelan-pelan, kesebelasan Doni mulai mencetak gol: 6 -1, 6 -2, 6 – 3, 6 – 4, 6 – 5, 6 – 6. Sampai di kedudukan imbang, moril pemain Yon 741 bangkit, dan main makin kesetanan. Dan ketika peluit panjang ditiup wasit, skor akhir adalah 6 – 9, untuk kemenangan Yon 741. Doni sangat bangga sebagai komandan batalyon.
Atas prestasi gemilang Yon 741, Nainggolan beberapa kali menyebutkan tingkat intensitas gemblengan yang diberikan Komandan Doni Monardo. “Wah, latihan kami imbang-imbanglah sama Kopassus,” katanya dalam logat Batak, sambil tertawa.
Ditanya kesannya atas pertemuan kembali dengan Doni Monardo, setelah 12 tahun (pasca Sinabung 2010), Nainggolan spontan menjawab, “Tidak berubah. Beliau selalu baik kepada prajurit. Sangat baik dan perhatian. Kalaupun keras, itu demi kami para prajurit yang dipimpin,” katanya. Nainggolan menambahkan, “suatu hari dalam sebuah apel saya ingat betul kata-kata beliau, tidak ada prajurit salah, yang salah adalah komandan.”
Pistol dan Menembak
Karena itu, para perwira di Batalyon 741 pun digembleng jiwa kepemimpinan yang keras. Ia mencontohkan soal kemampuan menembak. Khalayak mengetahui, bahwa seorang perwira dibekali satu unit pistol. Akan tetapi, oleh Doni diberi tambahan kalimat, “Boleh membawa pistol kalau bisa menembak. Sebaliknya, yang tidak bisa menembak, letakkan pistol di meja saya. Jangan bawa pistol.”
Yang terjadi kemudian, semua perwira di Yon 741 pun berlatih menembak sasaran dengagn sangat intensif. Doni Monardo pula yang menjadi instruktur, hingga semua perwira akhirnya mahir menembak. Mereka pun boleh memegang pistol.
Saat wawancara diakhiri, buru-buru Nainggolan mencegah. Katanya, “Tunggu, ada satu lagi yang harus saya sampaikan terima kasih kepada beliau. Yaitu bentuk perhatian kepada kami mantan anak buahnya,” katanya.
Salah satu contoh, ia sebutkan saat batalyonnya mengikuti pertandingan olahraga militer di Serang, Banten. Tim Yon 741 hanya membawa satu kaos tim. Mereka pun menghubungi Doni. Tidak lama kemudian, datang bantuan kaos tim, lima set untuk tiap atlet. “Jadi kami ketambahan kaos tim lima, sumbangan beliau,” kata Nainggolan tersenyum lebar. (egy massadiah/roso daras)