COWASJP.COM – TIDAK ada mendung dan hujan, tapi petir menyambar langit politik Indonesia. Asal petirnya Anda sudah tahu: dari gedung Mahkamah Konstitusi.
Bunyi petir itu: "Presiden yang sudah menjabat dua periode boleh menjadi calon wakil presiden". Kurang lebih begitu ucapan Fajar Laksono, juru bicara Mahkamah Konstitusi yang tersiar di media kemarin.
Maka riuhlah jagat politik nasional. Pandangan langsung mengarah ke Presiden Jokowi. Ada apa kok MK tiba-tiba menyuarakan hal sensitif itu. Juru bicara memang bukan ketua MK. Tapi juru bicara adalah corong resmi MK.
"Pasti itu ada perintah dari ketua. Setidaknya seizin ketua," ujar salah satu pengamat politik.
Ada juga komentar yang agak lucu: gong itu biasanya ditabuh paling belakang, kok ini ada gong dipukul duluan. Maksudnya, sekarang ini kan tidak ada persoalan apa-apa. Masyarakat juga tidak sedang memperbincangkan isu itu. Kok tiba-tiba muncul pendapat MK seperti itu. Maka kecurigaan pun ke mana-mana.
"Mungkin ini karena upaya untuk bisa tiga periode sudah mentok. Perlu jalan lain," ujar netizen. "Mungkin presiden yang sekarang akan jadi calon wapres. Setelah pemilu, presidennya berhalangan tetap. Meninggal sendiri, dimeninggalkan atau mengundurkan diri," ujar yang lain dengan penuh spekulasi.
Sang juru bicara menegaskan: sama sekali tidak ada larangan di konstitusi. Presiden yang sudah menjabat dua periode tidak dilarang menjadi cawapres.
Ada yang mendebat pendapat itu. Katanya: esensi larangan di konstitusi adalah agar tidak ada yang menjabat tiga periode. Kalau Pak Jokowi jadi wapres, lalu presidennya berhalangan tetap bagaimana?
Pokoknya ramai. Ada yang berpegang filosofi hukum. Ada yang menganut formal hukum. Ada pula yang mendasarkan pada etika hukum.
Yang seperti itu sudah terjadi di luar negeri. Di Rusia. Vladimir Putin sudah dua kali menjabat presiden. Untuk periode berikutnya Putin cukup menjadi perdana menteri. Ia minta Dmitry Medvedev tukar jabatan. Perdana menteri itu jadi presiden. Presiden Putin jadi perdana menteri. Tapi yang riil berkuasa Putin.
Periode berikutnya tukar lagi. Putin sudah boleh jadi presiden lagi. Medvedev kembali jadi perdana menteri. Lalu Medvedev mengundurkan diri. Bersama seluruh menterinya. Bukan karena ngambek. Ia ingin memberi jalan kepada Putin untuk lebih berkuasa. Putin saat itu lagi melakukan amandemen konstitusi.
Putin dianggap sukses memimpin Rusia. Juga dicintai oleh rakyatnya. Kekuasaannya harus diperpanjang. Dengan cara apa pun. Tanpa melanggar konstitusi.
Mungkin ada yang menganggap Putin memainkan konstitusi. Tapi ia tidak melanggar. Bahwa kini jadi presiden lagi kan itu bukan periode ketiga. Itu periode pertama yang kedua.
Maka menurut konstitusi itu Putin masih bisa berkuasa delapan tahun lagi. Bahkan bisa mulai lagi periode pertama di tahap yang ketiga.
Presiden Rusia Vladimir Putin. (FOTO: POOL / VIA AFP-JIJI - japantimes.co.jp)
Presiden Xi Jinping tidak perlu tukar-menukar jabatan seperti itu. Ia langsung mengubah konstitusi Tiongkok: tidak perlu ada pembatasan masa jabatan presiden. Berhasil. Ia akan terpilih untuk kali ketiga bulan depan.
Ada juga contoh dari dalam negeri sendiri. Dari Surabaya. Lebih nyata. Bambang DH sudah dianggap menjabat wali kota selama dua periode. Padahal ia baru 1,5 periode.
Di periode pertama ia hanya menggantikan wali kota Sunarto yang meninggal dunia. Perdebatan seru kala itu. Apakah 1,5 periode itu sudah dianggap dua periode.
Ketua MK Mahfud MD membuat keputusan: yang sudah menjabat lebih 1,5 periode dianggap sudah dua periode. Kalau belum cukup 1,5 periode dianggap baru satu periode.
Bambang DH, ketua PDI-Perjuangan Surabaya, awalnya menjabat wakil wali kota. Ia mendampingi wali kota Sunarto. Belum lagi setengah periode Sunarto dilengserkan. Lalu meninggal. Bambang, seorang guru, menjadi wali kota. Hanya setengah periode. Lalu ia maju lagi sebagai calon wali kota. Menang. Debat hukum pun seru: sudah masuk dua periode atau belum. Lalu MK menabuh gong itu.
PDI-Perjuangan pun kalang kabut. Siapa lagi kader hebat yang bisa menjadi calon wali kota Surabaya. Agar kekuasaan politik PDI-Perjuangan langgeng di kota Pahlawan itu.
Musyawarah cabang khusus partai menetapkan calon wali kotanya: Saleh Mukadar. Kelahiran Ambon. Tokoh pemuda Surabaya. Ternyata partai tidak kompak. Ada yang menolak Saleh.
Akhirnya Bambang diminta partai untuk mau menjadi calon wakil wali kota. Itu tidak melanggar UU apa pun.
Asumsinya: siapa pun yang berpasangan dengan Bambang pasti menang. "Sebenarnya saya malu sekali. Tapi ini misi partai. Saya harus taat," ujar Bambang kepada saya kemarin.
Bambang mendengar sendiri kecaman kepada dirinya. Rakus jabatan. Kemaruk. Melanggar sopan santun politik. Tidak tahu malu. Rai gedhek. Dan seterusnya.
Ia terima semua itu demi menjalankan misi partai. Tapi ia tidak mengabaikan kecaman tadi.
"Saya akan membuktikan bahwa saya tidak rakus jabatan. Saya bertekad begitu wali kota yang baru dilantik, saya akan mengundurkan diri," ujarnya.
Bambang memang pejuang partai nomor 1 di Surabaya. Sejak partai itu masih harus berjuang di kegelapan. Sejak penguasa masih sangat memusuhi partai itu. Bambang jadi proletar bawah tanah. Ia terus bergerak. Militan sekali.
Saat menjadi wali kota Bambang tergolong sukses. Termasuk sukses mengorbitkan seorang arsitek wanita menjadi kepala bagian pertamanan: Tri Rismaharini.
Risma itu birokrat tulen. Bukan kader PDI-Perjuangan. Tapi kerjanya luar biasa. Hasil kerjanya terlihat nyata. Suatu ketika pimpinan muda Jawa Pos mengangkat foto Risma naik ekskavator dengan latar belakang taman yang dibangunnyi. Seorang wanita sampai naik ekskavator. Bukan main. "Foto itu, waktu itu, mengguncang Surabaya," ujar Harun Sohar, aktivis militan PDI-Perjuangan yang kini tidak di lingkaran dalam lagi.
Risma pun disetujui partai untuk jadi calon walikota. Tapi harus didampingi kader murni. Dipilihlah Bambang sebagai pasangan Risma.
Begitu Risma terpilih, Bambang benar-benar mengajukan surat pengunduran diri. Ia ingin Saleh Mukadar diproses oleh DPRD sebagai wakil wali kota pengganti.
Partai menolak pengunduran diri itu. Bambang tetap dalam jabatan. Tapi orang Surabaya akhirnya tahu: Bambang tidak bisa rukun dengan Risma. Pertikaian memuncak. Bambang mengundurkan diri.
Risma pun menjadi kader partai. Bambang tersisih.
Tapi Bambang telah mencatatkan diri dalam sejarah itu: mantan wali kota menjadi wakil wali kota berikutnya. Rasanya, sampai sekarang, ya baru satu itu terjadi. Belum ada wali kota atau bupati lain yang meniru. Belum ada juga tingkat gubernur. Siapa tahu diikuti langsung di tingkat nasional.
Tapi benarkah yang muncul dari MK itu petir? Benarkah itu gong yang salah tabuh?
Saya pun menelusuri berita MK itu. Saya ingin tahu runtutan lahirnya berita itu.
Yang saya baca hanyalah: juru bicara MK mengatakan itu kepada wartawan Medeka.com. Tapi tidak bisa saya lacak: apakah si juru bicara yang menemui wartawan Merdeka.com atau wartawan itu yang bertanya. ''Bertanya'' pun ada dua jenis: apakah diminta bertanya atau sengaja bertanya.
Lokasi wawancara pun tidak terlacak. Di ruangan khusus atau di depan pintu. Kalau di ruang khusus berarti serius sekali. Kalau di depan pintu bisa saja itu pertanyaan sambil lalu.
Yang jelas petir itu telah menyambar-nyambar. Termasuk menyambar Anda. (*)
***
Siapa Membunuh Putri (10)
Beradu Headline
Oleh: Hasan Aspahani
FERDY Tahitu Namanya. Ia muncul di depan pintu rumah kontrakanku pada saat yang tepat. Kami sedang menyiapkan Dinamika Kota, dengan sangat buru-buru. Semua dilengkapi dengan lekas. Kantor dengan segala perlengkapan, kendaraan operasional, anak-anak pemasaran dan iklan, desainer, dan terutama wartawan.
Saya percaya apa yang diyakini oleh bos-bos kami, bahwa koran itu jadi kalau ada tiga orang wartawan, bukan orang iklan atau agen, berkumpul dan bekerja bersama. Intinya di jurnalismenya. Mulainya dari situ, tapi bagian lain bukannya tak penting. Aspek bisnis harus beres juga untuk menjaga idealisme jurnalisme itu.
Saya akhirnya mengambil tawaran rumah kredit dari developer yang diperkenalkan Bang Ameng. Perumahan baru di Kawasan Petimban. Lokasinya di antara Sekumpang dan Tanjung Kawin. Tak terlalu jauh dari pusat kota, dari kantor.
Ada jarak yang terasa, memberi arti bagi kata pulang. Pulang kerja ya ke rumah. Rumah adalah sesuatu yang berjarak dari kantor. Sementara rumah 27/60 yang saya ambil dengan kredit 15 tahun itu dibangun, dan saya mencicil DP-nya, saya mengontrak di blok lain yang sudah ramai. Saya menolak kredit keras tanpa DP yang ditawarkan Bang Ameng. Paling-paling dia juga yang bayarin uang mukanya, berutang jasa lagi saya sama dia. Tak nyaman rasanya.
Ke rumah kontrakan sementara itulah, Ferdy mendatangi. Dia datang dengan sebotol besar minyak kayu putih dari Pulau Buru. Buat oleh-oleh katanya. ”Saya Ferdy, Bang… Ferdy Tahitu,” katanya, setelah mengucapkan salam dengan fasih.
Saya sedikit kaget dan bingung. Tak ada yang tahu tentang rumah ini, kecuali orang kantor, anak-anak yang bantu saya pindahan. Seorang kurus tinggi dengan rambut ikal kecil berdiri di depan pintu. ”Kita belum pernah bertemu. Tapi saya yakin saya ketemu orang yang baik,” katanya.
Saya yang malah ragu apakah tamu saya ini orang baik. Tapi saya persilakan Ferdy masuk. Konflik Ambon yang membuatnya sampai ke Batam. Ia datang bersama istri dan seorang anak. ”Saya Kristen, istri saya Islam. Abang bayangkan bagaimana posisi kami di tengah konflik yang terjadi di sana. Yang saling bunuh itu semua saudara-saudara kami semua, saudara saya, saudara istri saya,” kata Ferdy.
Setelah menikah, Ferdy tinggal di wilayah yang dikuasai oleh orang Islam. Ia bekerja di koran yang menyuarakan suara Islam. Di wilayah Kristen ada koran lain – koran dari grup kami juga – yang beritanya prokristen. Selama konflik pecah dia tak berani keluar rumah. Ia juga tak mau tinggalkan anak dan istrinya pergi ke wilayah sebelah.
“Saya hanya berpikir bagaimana selamatkan keluarga saya, Bang. Selamatkan anak dan istri saya,” kata Ferdy. Lalu dia berpikir untuk tinggalkan Ambon. Ia punya saudara di kota ini. Katanya anak saudaranya itu pernah saya bantu. Ia dapatkan alamat saya dari saudaranya itu, seorang tokoh masyarakat Ambon di kota ini.
Ferdy membawa beberapa kliping berita karyanya.
”Sekarang anak sama istrimu di mana?”
”Saya titip keluarga, Bang!”
”Mau gabung di koran kami, nggak? Kami lagi siapkan koran baru. Satu grup dengan koran kita di Ambon itu,” kata saya.
”Itu maksud saya datang ketemu Abang,” kata Ferdy. Ia cerita selama di sana biasa meliput apa saja terutama berita kriminal. Saya tertarik dengan kemampuannya.
”Sudah berapa hari di sini, Ferdy,” tanyaku.
”Sudah seminggu,” katanya.
”Baca koran kan? Gimana menurutmu koran-koran di sini.”
”Tinggi juga tingkat kriminal di kota sekecil ini, Bang. Berita istri polisi yang terbaru itu kayaknya bakal jadi berita besar,” kata Ferdy. Ia lalu menjelaskan analisis dan mengajukan teorinya. Saya sependapat.
Terakhir saya menyunting berita untuk Metro Kriminal, istri polisi itu menghilang bersama anaknya dan pembantu perempuannya. Menghilang begitu saja. Kami mewawancarai tetangga-tetangganya, sekuriti penjaga perumahan, semua seakan menutupi apa yang mereka tahu.
Wartawan saya ditegur oleh humas Polres, diperingatkan agar memberitakan hanya keterangan resmi dari mereka. Kami tak pedulikan, selama tak melanggar kaidah jurnalistik dan kode etik, kami akan temukan informasi tentang apa pun dengan cara-cara dari sumber yang tak melanggar aturan.
Ferdy langsung bekerja. Ia jenis jurnalis yang sabar, tekun, dan mudah diterima narasumber. Pengalamannya bekerja di wilayah berkonflik mematangkannya. Ia amat berhati-hati dengan fakta. Paling tidak ia akan mencari satu sumber pembanding. Untuk hal-hal peka, kepada pemberi informasi ia tanyakan lagi kepastiannya. Ferdy terus menabung informasi itu.
Koran kami belum terbit, tapi tinggal menunggu hari, begitu juga kami dengar koran dari grup pesaing kami, Podium Kota. Pada hari H-1terbit kami sudah punya berita untuk seminggu, berita tentang hilangnya istri polisi itu. Sampai hari itu, kami masih menyebut kata hilang, bukan pembunuhan, faktanya memang baru hilang.
Ferdy mewawancarai salon mahal tempat langganan istri polisi itu. Ia memang mantan model di ibu kota. Sekolah di universitas swasta terkenal mahal. Sebagai anak bungsu petinggi kepolisian gaya hidup yang mewah itu bisa dimaklumi. Ferdy juga mendapatkan info dari butik langganan istri polisi itu. Berapa juta sekali belanja, dan berapa habisnya tiap bulan. ”Mereka kira saya polisi kayaknya, Bang,” kata Ferdy.
”Wah, jangan menyamar, dong. Nggak boleh. Harus bilang kita wartawan dari media mana. Jurnalis harus menunjukkan identitas sebagai wartawan, itu kode etik nggak bisa kita langgar…,”
”Oh, iya, bang. Saya tahu itu. Saya bilanglah, dari Dinamika Kota meskipun korannya belum ada, tapi rata-rata orang yang saya wawancara sudah tahu bakal terbit koran baru kita ini,” kata Ferdy.
Saya tertawa. ”Promosi sambil liputan, ya…”
”Saya tawarin langganan, malah, Bang,” kata Ferdy.
Dengan dua koran yang harus dilayani oleh satu mesin maka berlaku aturan deadline yang ketat. Metro Kriminal cetak lebih dahulu, dengan deadline yang lebih cepat tentu saja, menyusul Dinamika Kota, koran kami. Ada waktu bagi kami lebih leluasa untuk menyunting berita, kami pun bisa menunggu perkembangan berita terakhir dari Jakarta dan juga berita lokal.
Hari-hari kami menegang menjelang terbit. Apalagi saya. Semuanya seperti saya pertaruhkan untuk edisi perdana itu.
Konsep koran kami meniru yang sudah dipakai di grup kami, apa yang saya bilang sebuah gagasan sederhana tapi bisa dicatat sebagai sebuah inovasi besar.
Saya ingat dulu di Suara Balikpapan pada awalnya pun belum menerapkan konsep pembagian sesi itu. Jadi koran dibagi tiga atau minimal dua sesi. Sesi nasional dan sesi lokal. Ini bukan sekadar pembagian cakupan berita, tapi terkait deadline dan giliran cetak. Sesi lokal digarap dan dicetak lebih dahulu, lalu menyusul sesi nasional atau sesi utama. Sederhana tampaknya, tapi efeknya terbangun kepekaan dan pengelolaan isu. Berita lokalpun apabila cakupannya besar bisa masuk di sesi utama itu.
Ketegangan memuncak di malam terbit perdana! Saya lihat Ferdy membawa anak dan istrinya ke kantor. Mungkin keluarganya jadi saksi momen bersejarah itu.
Hari itu polisi menemukan pembantu dan anak polisi yang istrinya menghilang. Keduanya sembunyi di sebuah hotel kecil di kompleks pertokoan di Kawasan Tanjung Kawin, di lokasi yang agak terpencil. Polisi hanya memberi keterangan itu, tak ada media yang diberi akses pada keduanya. Yang menemukan adalah tim yang dibentuk sendiri oleh AKPB Pintor, polisi yang kehilangan istri itu. Ini bagian yang aneh. Belum ada keterangan soal istrinya.
Siang hari tadi Ferdy datang dengan informasi yang tak dirilis humas polisi tentang penemuan koper di hutan menuju Pelabuhan Telaga Pinggir. Koper merah muda itu ditemukan pemulung. Ada bau bangkai menusuk, dan oleh si pemulung segera dilaporkan ke polsek terdekat. Tentang koper merah muda itu disebut-sebut sejak semula ikut hilang bersama hilangnya istri polisi itu. Ferdy bahkan dapat informasi detail itu koper dibeli di toko apa dan dengan harga berapa.
Saya berdebat panas dengan Bang Eel soal berita apa yang harus jadi headline di edisi perdana itu. Aku yakin untuk menjadikan penemuan koper merah muda itu itu sebagai sebagai berita utama. Bang Eel ingin dengan rencananya semula, yang sudah disiapkan matang sejak beberapa hari lalu, berita tentang hari pertama kerja di pabrik perakitan Maestrochip Corp. Sudah ada seribu orang yang mulai bekerja di sana. Bang Eel dapat foto bagus sekali, suasana di dalam pabrik, para pekerja beratur dengan mesin-mesin rumit dan besar.
”Kita bukan koran kriminal, Dur. Jangan kebawa-bawa Metro Kriminal,” kata Bang Eel.
Saya mendebatnya.
”Ini bukan soal kriminal, Bang. Ini soal keamanan. Dan itu terkait dengan investasi. Kalau istri AKBP aja bisa hilang, dibunuh, gimana nasib puluhan ribu pekerja perempuan itu, Bang. Berapa Sandra lagi harus mati…”
Bang Eel melemah. Ia berkompromi. Ia menyetujui pendapatku.
Dan pagi itu wajah koran seperti dipenuhi oleh tiga koran dengan headline yang berbeda. Metro Kriminal dengan berita utama Pembantu dan Anak Polisi Ditemukan, Istrinya Masih Hilang. Podium Kota menjual headline Maestrocorp Mulai Berproduksi!. Dinamika Kota juga memuat berita Maestrocorp sebagai headline kedua, dan berita utama yang mencolok: Siapa Membunuh Putri. Tanpa tanda tanya.
Semalam judul itu harus diperdebatkan dulu. Bang Eel hanya ingin yakin dengan kata ”Membunuh”. Saya katakan jelas itu pembunuhan. Mula-mula soal penemuan koper. Polisi Polsek Telagapinggir yang pertama mendapat laporan sempat memberi keterangan pada Ferdy yang beruntung sekali kebetulan sedang berada di sana. Ferdy mendapat foto koper merah muda itu dalam mobil patroli dibawa dari TKP ke Polresta. Polisi itu juga memberi keterangan dugaan isi koper tersebut mayat. Dia memang tak membukanya, karena penemuan itu segera dilimpahkan ke Polresta. Ferdy juga mengunjungi TKP berdasarkan info dari petugas polisi Polsek Telagapinggir itu.
”Kayak dibuang di tempat yang sengaja agar cepat ditemukan,” kata Ferdy. Humas Polresta yang semalam dikonfirmasi mengiyakan penemuan tersebut tapi belum mau beri keterangan lebih lengkap. ”Tunggu besok saja. Tapi betul soal koper merah itu. Itu memang milik korban,” katanya.
Dan itu cukup.
Malam itu saya tidur di kantor. Selain karena capek dan tegang, memastikan koran dicetak sampai mesin cetak berhenti, saya suruh Ferdy ajak anak dan istrtinya tidur di rumah kontrakan saya. Sampai dia dapat rumah kontrakan sendiri. Ia tak enak sama keluarga istrinya yang mereka tumpangi sejak pertama kali datang ke kota ini.
Pagi-pagi saya dibangunkan anak-anak pemasaran yang dengan semangat lapor edisi perdana kami sudah habis sebelum pukul 11.
”Jadi cetak 10 ribu?” tanyaku pada manajer pemasaran.
”Kita tambah cetak seribu eks untuk promosi. Tapi jadinya semua kita jual,” kata manajer pemasaran kami. Bang Eel datang dan suruh orang membingkai halaman pertama edisi perdana itu. ”Sejarah kita ini!” katanya.
Aku menemui Mas Halim, dia sedang setor. Mas Halim salah satu agen besar kami. ”Gimana, Mas, koran baru kita? Bagus penjualannya?” tanyaku.
”Anak-anak loper ada yang jual sampai dua kali lipat harga eceran masih dibeli orang,” kata Mas Halim. ”Bisa cetak lagi, nggak?” pintanya. Jelas saja tak bisa. (*)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan
Edisi 12 September 2022: Posisi Monoarfa
Muin TV
Waktu di kampung dulu. Dalam seminggu ada 2 kelompok pengajian ibu-ibu. Yang pertama tiap Hari Senen. Disebut Senenan. Yang kedua, Hari Rabu. Disebut Reban.Waktu pengajiannya,setelah Dhuhur sampai Ashar (jam 2 sampai jam 4). Awalnya, saya kira itu pengajian biasa ibu-ibu di kampung. Rupanya mereka punya afiliasi politik. Kalau yang Senenan, afiliasinya ke Golkar. Nama kelompok pengajiannya Al-hidayah. Kalau yang Reboan, afiliasi politiknya ke PPP. Nah sekarang, ada satu lagi, Kemisan (Hari Kamis). Ini afiliasi politiknya ke PKB. Begitulah kondisi ibu-ibu di kampung.Ternyata mereka tidak buta politik. Dan begitulah kondisi PPP. Suaranya terpecah dan rebutan dengan PKB.
thamrindahlan
Niat Lansia mendaki gunung / Disway nasehati senam saja / Kenapa Anda tampak bingung / Posisi Menteri lebih berwibawa /
Johannes Kitono
Now posisi Monoarfa seperti " Sandwich " keatas sudah dijepit oleh SK Menkumham yang hanya dalam 4 hari sudah mensahkan pengurusan DPP Mardiono. Kebawah menghadapi kiai kiai yang tersinggung Pidato Amplop dan ada resiko kehilangan suara massa. Solusi terbaik adalah Suharso mundur tidak usah melawan Mardiono tapi tetap di Kabinet dan di DPP dikasih jabatan juga. Dengan demikian DPP kelihatan tetap solid dan masih akan dipilih oleh pemilih tradisional.
Mbah Mars
Nama Mardiono itu kuno. Konservatif. Biar terkesan milenial saya usul dibranding dengan nama beken Dion. Gut moning Pak Dion. Apa anda sedang membaca Disway ?
Jimmy Marta
Kayaknya perlu ganti nama, biar terlihat berubah. Saya pun usul partai itu ditulis PETIGA. Keren kan pak Dion..!
Kang Sabarikhlas
ini komen kemarin ndak bisa masuk... Menjelang siang kemarin saya lagi di karawang..eh anu.. dihalaman, tepatnya duduk dipinggir teras Jatim Expo disamping parkir sepeda lipat cucu saya. Sambil makan lumpia kriuk + lombok + daunbawang + teh hangat, tiba-tiba Cak Dadi'ndukun muncul bersepeda ngebut sampai disebelah saya, langsung ngomong : "Kang, ternyata Pangeran Charles jadi raja ya..itu pidatonya di tv lama, aku ndak ngerti, ngomong apa Kang? di diswe pasti ditulis Abah". "Ada dijelaskan Pak Mirza, katanya pidatonya mengharukan tapi pidato 9 menit translate-nya cuma 9 detik awal". "oh..jadi tetap ndak tahu harunya kayak apa ya Kang"... saya diam, saya ajak Cak Di makan lumpa kriuk, tapi dasar Cak Di, sambil gigit lumpia bertanya lagi : "lho Kang, hp pean kok buka fb, bukan diswe?"... "iya, saya lagi baca 'catatan' GM di fb"... "lho Kang, itu Pak GM pentolan Tempo itu ya? sampean kenal juga?"... "bukan Cak Di, saya cuma berteman di fb"... wajah Cak Di jadi serius "tapi sama Abah, sampean kenal baik kan?"..."bukan juga, saya cuma folower di IGnya".... Cak Di tertawa "ealah...itu namanya teman halu!"... duh..malu, sudah jatuh miskuin, goblik, halu lagi.. ini nasib kayak paket komplit.
agus budiyanto
Suharso itu ibarat kacang lupa akan kulitnya. Dia bisa naik jadi ketua PPP karena keputusan Mba Maimoen. Begitu jadi, dia singkirkan Gus Yasin putra Mbah Moen. Mbah Moen sedo, tamatlah Suharso.
Mahmud Al Mustasyar
Koq beda sekali dgn sy. Kalau sy mau comment, tanpa melalui login. Tapi begitu ad comment; yg muncul iklan melulu.
Komentator Spesialis
Saya nyoblos pertama kali dalam pemilu 1987. Waktu itu masih mahasiswa. Jadi bisa ditebak betapa tuanya saya sekarang, wkwkwk... Yang namanya mahasiswa jiwanya tentu "jiwa pemberontak". Tapi dalam artian positif. Sekali lagi positif ya. Saat itu cuman ada 3 partai : Golkar sang penguasa, PPP dan paling buncit PDI. Sebelum pemilu, kita para mahasiswa sudah kasak kusuk. Pilih PPP saja. Biar oposisi kuat. Beres ! Lha kok ndilalah pas sebelum pemilu, ada teman mbisiki bahwa TPS kita diawasi. Bakal ketahuan siapa yang nggak nyoblos Golkar. Waduh ! Tapi dengan gagah saya masuk TPS pertama kali. Mau nyoblos PPP. Namun ketika paku mau nancapkan ke gambar bintang segi lima, pikiran mulai berperang dahsyat. Gimana kalau ini, gimana kalau begitu. Dan...entah apa yang terjadi, paku yang saya pegang dengan tangan gemetar itu, ternyata nancap di gambar pohon beringin.
Agus Suryono
SAYANGNYA TIDAK ADA KOALISI MENTERI.. Yang ada hanya Koalisi Partai. Maka Menteri "mungkin" berkoalisi mengikuti kebijakan PARTAI. Sehingga sesama Menteri, bisa jadi memilih TIDAK BERTEMAN. Demi mengamankan PARTAI masing-masing, dan KOALISI-nya.. @kalau duduk, jangan dekat-dekat saya..!!
EVMF
hanya selingan... Setidaknya ada 10 Partai Politik di dunia dengan "motivasi aneh". Parpol dengan tujuan aneh (lucu-lucuan) tersebut justru percaya diri dan ada yang berhasil. 1. Australian Sex Party. Partai ini didirikan berdasarkan data bahwa +/- 4 juta warga Australia suka mengakses pornografi. Namun Komisi Pemilu Australia tidak memasukan partai ini ke dalam daftar partai politik di negara Australia karena tidak memiliki cukup anggota. 2. Polska Partia PrzyjacióÅ‚ Piwa (The Polish Beer Friends Party). Partai politik di Polandia dengan moto "mungkin tidak akan lebih baik, tapi akan lebih menyenangkan" ini didirikan oleh aktor dan satiris Janusz RewiÅ„ski (1990), tujuannya untuk menyebarkan bir di pub bergaya Inggris. Partai ini berhasil meraih 16 kursi (3,27%) di Sejm (1991). 3. Kalle Anka Partiet (Donald Duck Party). Partai politik di Swedia ini dipimpin oleh Bosse Persson (2002). Meski bertujuan hanya sebagai lucu-lucuan. Dalam pemilu 2006, partai ini berada di posisi ke-21 dari 40 partai yang ikut pemilu. Dan di dalam pemilu 2010 menjadi salah satu dari 20 partai terbesar di Swedia. 4. Partei fur arbeit, rechstaat, tierschutz, elitenforderung un basisdemokratische initiative. Partai pekerja, peradilan, pelindung hewan, promosi kaum elit, dan demokrasi pingigr jalan ; partai di Jerman ini didirikan oleh Martin Sonneborn, salah seorang editor majalah titanic (2004).
Pryadi Satriana
Pak Suharso itu "didepak" krn masuk KIB, jadi sebaiknya ndhak usah lagi "konsultasi" ke Pak Jokowi krn justru akan "merepotkan" beliau. Salam. Rahayu.
Johannes Kitono
Hidup ini memang ironi bagi Monoarfa. Hanya ngomong soal Amplop Kiai di KPK langsung di kudeta. Dan kalau masih ngotot mau mempertahankan kedudukannya sebagai Ketum harus " Bagi bagi Amplop " juga. Memang tidak ada yang gratis didunia ini. Tapi kalau ada teman atau kenalan " kehilangan kaki "bisa hubungi Foundation Koh Tjoa Teng Hui ( Tel 0813-3113-3991 ) yang akan memberikan kaki palsu. Dan benar benar secara gratis !!!
Jimmy Marta
Siapa itu hacker Borja. Hingga tahu banyak kronologis kasus Munir. Tahu juga hut nya ketua DPR. Ngancam buka data Pertamina, BIN dan Presiden Jokowi. Dari yg sudah dibuka sulit sekali kita tidak percaya. Sama sulitnya saat kita harus percaya skenario pertama duren tiga.
AnalisAsalAsalan
Hacker ya hacker, jangan ditanya siapa. Kalau tahu siapa ya bukan hacker. Hahahahaha. Yang pasti dia cerita diasuh oleh orang Indonesia yang dibuang Orde Baru, tidak boleh pulang ke RI karena dianggap PKI, padahal mereka yakin tak terlibat. Mereka ingin pulang untuk membangun negeri. Itu pengakuan yang tersebar di berita. Masalahnya hanya satu: Kalau pemerintah tidak bisa menggunakan resource dan koneksi yang ada untuk menangkapnya, hanya satu kata, "Ter-la-lu".
EVMF
Pak Pry, terpikir oleh saya dan teman-teman, apakah tidak sebaiknya Indonesia ke-depan-nya dipimpin oleh Teknokrat? Pemikiran ini berdasarkan : 1. Banyak negara mengalami kemajuan yang pesat karena dipimpin oleh teknokrat ; baik itu teknokrat ekonomi maupun teknokrat science dan teknologi. 2. Era sekarang ini Indonesia berada pada Bonus Demografi dengan didominasi oleh usia produktif yang semestinya dapat dimanfaatkan se-optimal mungkin. 3. Sumber alam Indonesia masih tersisa cukup melimpah, ini bisa dijadikan modal utama untuk kemajuan Indonesia. Sayang sekali, sejauh ini teknokrat-teknokrat Indonesia hanya sebatas menjadi Staf Ahli. Bukankah sebaiknya giliran para teknokrat untuk memimpin bangsa ini ke-depan-nya. Pak Pry, punya komentar untuk hal ini?
Pryadi Satriana
Adi Prayitno bilang PPP akan solid di KIB. Saya pikir ndhak gitu, akan merapat ke PDIP, yg memberi "restu", tercermin dr cepatnya pengakuan dari MENKUMHAM, yg jg "petugas partai"-nya Mega. Partainya Mega? Lha iyo, lha dikit2 bilang,"Yg tidak setuju silakan mundur/keluar." Kadang saya lupa bahwa kata2 kayak gitu bukan keluar dari mulut Cak Kartolo ... Yo wis ..., ben. Rupanya Mega masih berambisi menduetkan Prabowo-Puan. Saya bukan siapa2, tapi saya mau beritahu Bu Mega, saya sudah lakukan "survei" pribadi, siapa pun yg disandingkan dg Puan malah ndhak kepilih krn Puan itu "kartu mati." Ini bukan pendapat pribadi lho ya, itu pendapat "kanca-koncone Pryadi". Tapi Bu Mega ndhak perlu risau ttg pendapat teman2 saya itu bahwa Puan adalah "kartu mati" karena teman2 saya itu sesungguhnya bukan para pemain kartu. Gitu aja. Maaf kalau ada yg kurang berkenan. Saya hanya sekadar menggunakan hak konstitusional saya untuk berkomentar, apalagi di Disway ada wadah untuk berkomentar. Salam. Rahayu.
Jokosp Sp
Saya pagi coba login, saya hitung setelah tiga kali gagal. Tambahan klik 30 kali lagi tetap gagal. Mau misuh kayak Om Aryo yang jadinya ngambek gag mau baca lagi setelah 27 kali login ?. Wong saya masih diberi mbaca dengan gratis, rasanya kok gag elok mau misuh. Tapi kok hal - hal gini terjadi berulang - ulang ya ? kapan drekrut IT yang jempolan biar bisa mengajari yang SMK - SMK itu ?.
yea aina
Tebakan Pak @MM, ada benarnya pak. Harus 7 kali mencoba login, alhamdulilah baru beberapa menit lalu bisa koment. Topik politik bukan spesialis saya Pak Mirza, saya cuma komentator receh nan pinggiran. Cuma coba melihat dari sudut pandang agak beda untuk topik politik, khususnya. Assalamualaikum Pak Mirza, Salam hormat buat panjenengan.
Kliwon
Terima kasih udah merindukanku pak Mirza. Kalo anak alay sekarang pindah ke Detik Pak. Disana dia jadi komentator antagonis. Komentar²nya selalu mengundang keributan. Tapi emang bener Pak, login ke Disway yg sekarang susahnya Naudzubillah. Keknya bener² tergantung amal perbuatan. Dan kebetulan amal perbuatanku ngeri-ngeri sedap. Pernah suatu Ahad pagi lewat rumah Gadang Injoko. Pas ada grup senamnya pak DI lagi jingkrak² gembira disitu. Sempat pengen mampir bentar buat protes langsung ke pak DI. Cuma mau teriak, "Mau komentar nyinyir di Disway aja susah banget si Pak.."
Mirza Mirwan
Setelah menulis komentar pagi tadi hingga menjelang Dhuhur saya ngebut menyelesaikan belasan halaman buku versi Kindle "DA'WA: A Global History of Islamic Missionary Thought and Practice"-nya Matthew J. Kuiper pinjaman seorang teman di Mumbai. Soalnya, pukul 12.00 bakal hilang dari perpustakaan Kindle saya. Harusnya buku setebal 320 halaman itu sudah saya tamatkan sejak tiga-empat hari yang lalu. Tetapi karena tgl. 1-5 September saya berada di Solo -- menjenguk Om (adiknya almarhumah ibu) yang sakit dan kemudian meninggal, jadinya tertunda. Dan pulang dari Dhuhuran tadi saya buka Disway. Heran juga, kenapa topiknya tentang politik di Indonesia, kok, baru 62 komentar yang masuk. Ooo...ya..ya. ada beberapa komentator yang biasanya menulis beberapa komentar (Yea Aina dan Richlatul Ulfa, misalnya) tidak kelihatan. Mungkin mereka mengalami kesulitan login, seperti dikeluhkan beberapa komentator. Saya sendiri, entah kenapa, ya hanya sekali login waktu Disway pindah dari App April dulu. Kalaupun saya lama tidak berkomentar -- karena fokus 'mencetak' uang -- bahkan hingga lebih dari sebulan, saya juga tak perlu login. Foto profil saya tetap terpampang di sebelah kiri kolom komentar. Jadi, apa sih yang mempersulit komentator untuk login? Lagi-lagi saya rindu dengan Disway semasih di App dulu. Rindu slenge'an Anak Alay, Leong Putu, Kliwon dan yang lainnya. Komentar mereka hanya recehan, memang, tetapi sangat menghibur. Ayolah Disway, tim IT-nya diberdayakan semaksimal mungkin!
AnalisAsalAsalan
Ga bisa login Disway? Untuk tim IT Disway, ini error yang saya alami. Saya menggunakan HP: 1. Ketika buka pakai Chrome: Error Otorisasi (Authorization Error) Error 401: deleted_client The OAuth client was deleted Solusi: saya install Firefox. Lancar jaya. 2. Aplikasi Disway Saya install di Android 10, ga bisa login. Saya install di HP satunya, Android 11, juga ga bisa login. Saat isi username dan password, klik login, aplikasi langsung tertutup. Begitu juga kalau OAuth. Solusi: ini saya belum tahu. Mungkin karena developernya memilih Android versi lama, sehingga tak bisa di Android baru (versi 10 ke atas).
*) Dari komentar pembaca http://disway.id