COWASJP.COM – BANYAK jalan untuk nge-top. Pun Ning Imaz. Dia jadi terkenal lewat orang yang lagi terpeleset: Eko Kuntadhi. Tokoh medsos dari Semarang itu diserang habis oleh kalangan NU: dianggap melecehkan Ning Imaz.
Heboh.
Saya pun menghubungi Ning Imaz. Nama lengkapnyi: Fatimatuz Zahra. "Saya tidak tahu mengapa dipanggil Imaz. Sejak kecil itulah nama panggilan saya," katanyi. Sedangkan ''Ning'' di Kediri, adalah panggilan untuk putri seorang kiai. Sama dengan ''Gus'' kalau anak kiai itu laki-laki.
Ning Imaz memang anak salah satu kiai pondok pesantren Lirboyo. Yakni sebuah pondok di pinggir barat kota Kediri. Para peziarah Goa Maria Poh Sarang pasti melewati depan pondok Lirboyo. Pesantren ini sangat besar. Lirboyo tergolong pondok level bintang sembilan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Dengan demikian Ning Imaz memang pemilik darah biru di Lirboyo. Tapi namanyi memang belum menasional. Dia tidak aktif di organisasi pelajar, mahasiswa, atau wanita NU tingkat nasional. Dia juga tidak aktif di politik. Tidak salah kalau Eko Kuntadhi tidak mengenal siapa dia.
Mengomentari negatif video Ning Imaz mungkin dianggap tidak berisiko. Mungkin juga Eko Kuntadhi sangat ideologis. Liberalis. Mungkin saja ia ingin ''meluruskan'' pikiran umum yang terlalu sempit dalam beragama.
Di kalangan tertentu memang muncul kegelisahan besar. Yakni terlalu fanatiknya masyarakat kita dalam beragama. Itu dianggap salah satu penyebab kita sulit maju.
Ning Imaz sendiri tidak pernah ingin terkenal. Begitulah ajaran yang dia terima sejak kecil. Dia lahir, tumbuh, remaja sampai dewasa di lingkungan pondok Lirboyo. Sampai tamat setingkat SMA di situ –dengan kemampuan ilmu lebih tinggi dari umumnya sarjana agama Islam.
Di pondok itu Ning Imaz mendalami ilmu fikih, tata cara peribadatan. Dia bisa dibilang ahli fikih. Terbukti sering jadi pembicara dalam forum bahtsul masail –pembahasan masalah-masalah keagamaan yang rumit yang lagi hangat di tengah masyarakat modern.
Dan dia hafal Quran.
Kalau saja tidak ada pandemi nama Ning Imaz tidak akan muncul di medsos. Gara-gara pandemilah Ning Imaz terbiasa dengan yang serba online.
Selama masa Covid-19 pekerjaan utamanyi, mengajar, terhenti. Demikian juga undangan berceramah di pengajian-pengajian. Berhenti total.
Di tengah pandemi itu dia masuk dunia Instagram. Maksudnyi, agar tetap bisa menyebarkan ilmu agama di masa pandemi.
Karena itu isi Instagram Ning Imaz melulu soal ajaran agama. Khususnya menyangkut wanita dan rumah tangga. Penggemar Instagramnyi banyak sekali. Follower-nyi 129.000 kemarin pagi dan menjadi 130.000 sore harinya.
Bahasan soal wanita tidak pernah habis daya tariknya. Termasuk bagaimana wanita kelak di surga. Apa ''hadiah'' yang dijanjikan Tuhan untuk wanita di surga kelak.
Menurut Ning Imaz hadiah bagi wanita tidak sama dengan hadiah bagi laki-laki. Puncak kenikmatan laki-laki itu ada di wanita. Karena itu di surga kelak laki-laki akan mendapat banyak bidadari.
Sedang wanita tidak akan mendapat bidadara –lelaki ganteng nan perkasa dan romantis. Wanita kelak mendapat perhiasan yang diinginkan. Itu karena puncak kepuasan wanita ada di perhiasan. Bahkan wanita itu sendiri adalah perhiasan.
Gus Rifqil Moeslim dan Ning Imaz Fatimatuz Zahra. (FOTO: Tangkapan Layar Youtube Nu Online)
Selasa malam, Kuntadhi mengomentari postingan Ning Imaz itu. Ning Imaz dikatakan tolol, kadal dan hanya berorientasi pada selangkangan. Lalu ia tinggal tidur. Bangun-bangun kehebohan sudah meluas.
Isu-isu agama memang punya pasarnya sendiri. Besar sekali. Tanya jawab soal agama sangat disukai. Pun sampai ke soal kewajiban mandi basah setelah bersetubuh. Demikian juga masalah pacaran dan hubungan suami istri.
Tentu tidak semua ahli agama setuju dengan tafsir yang disampaikan Ning Imaz. Kalau semua lelaki disediakan bidadari bagaimana dengan lelaki yang lebih mencintai harta daripada wanita. Bahkan Nabi Yunus dikenal sebagai orang yang tidak berselera dalam hal seks.
Tafsir tentang surga, neraka, bidadari, dan segala hal yang terkait hidup setelah mati memang sangat beragam. Tidak tunggal. Kuntadhi memilih menghakimi Ning Imaz. Secara kurang sopan pula. Ia bukan menyajikan pilihan yang berbeda tapi mencela. Dan ia sudah menghukum dirinya.
Ning Imaz sendiri santai saja. Menurut dia Kuntadhi tidak perlu minta maaf pada dirinyi. Kalau minta maaf kepada publik. Tapi tetap saja Kuntadhi ke Lirboyo. Kemarin sore. Ia didampingi tokoh Islam liberal sekaligus tokoh intelektual muda NU Guntur Romli. Ia ingin minta maaf secara langsung. Ning Imaz sendiri tidak muncul di pertemuan itu. Suaminyi yang ikut menemui.
Sang suami, Gus Rifqil Moeslim, adalah kiai muda dari pondok pesantren Mambaul Hikmah, Kaliwungu. Ia putra bungsu kiai utama di pondok itu. Kemarin Gus Rifqil tiba di Lirboyo dari Kaliwungu. Ning Imaz sendiri masih harus mondar-mandir Kaliwungu-Kediri. Dia masih harus mengajar banyak mata pelajaran di pondok putri Lirboyo.
Ning Imaz ini boleh dikata masih pengantin baru. Dia menikah Maret lalu. Tanpa lewat proses pacaran. Dia kenal Gus Rifqil di acara yang khusus diadakan oleh keluarga: itulah acara ta'aruf. Tanggal 2 Oktober tahun lalu.
DESAIN: Facebook.
Gus Rifqil diundang makan di sebuah restoran di Kediri. Resto Kebun Rojo. Ia diantar keluarga dekat. Ning Imaz juga diundang di acara makan itu. Juga didampingi keluarga.
Di restoran Kebun Rojo itulah Gus Rifqil diberi tahu: gadis yang itu yang bernama Ning Imaz. Yang diinginkan keluarga agar menjadi jodohnya. Cocok. Gus Rifqil berusia 34 tahun, Ning Imaz 25 tahun.
Maka diputuskanlah kapan menikah: 10 Maret 2022. Waktu pernikahan itu banyak tokoh hadir. KH Said Aqil Siraj adalah sepupu ibunda Ning Imaz. Gus Yasin, wakil gubernur Jateng juga hadir. Pengantin laki-laki adalah alumni pondok pesantren Sarang, Rembang. Berarti Gus Rifqil adalah santri Kiai Maimoen Zubeir, ayahanda Gus Yasin.
Yang harus dicatat: Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga hadir. Bahkan memberikan sambutan. Maka kalau ketua tim Ganjar blunder terhadap Ning Imaz tentu semata-mata karena Kuntadhi tidak tahu siapa ''korban'' ledekannya itu.
Ning Imaz itu aktif benar di Instagram juga tidak. Dia mengaku tidak begitu peduli dengan jumlah follower. "Belum tentu seminggu sekali saya posting. Kadang sebulan hanya satu kali," katanyi.
Saya juga bicara dengan Sang suami. Keduanya segera ke Yogyakarta. Diundang tampil bersama di kota gudeg. "Kami memang sering diundang tampil bersama," ujar Gus Rifqil.
Tentu ke depan mereka kian sering tampil berdua. Asal jangan lupa: merencanakan punya kiai besar di tahun 2050 kelak. (*)
***
Siapa Membunuh Putri (13)
CCTV
Oleh: Hasan Aspahani
SAYA tidur di kantor lagi. Sementara. Paling tidak sampai Ferdy dapat sewa rumah. Tapi saya tak memberinya batas waktu. Badai hidupnya jauh lebih besar. Dia lebih memerlukan tempat berlindung, bersama anak, istri, dan janin yang dikandung istrinya, ketimbang saya.
Lagi pula di kantor nyaman, ada AC, di rumah hanya ada kipas angin bekas yang kubeli di kawasan barang bekas Bongkeng Seken. Sebuah kawasan abu-abu yang lain lagi di kota pulau ini. Perabot di rumah kontrakanku itu, yang tak banyak itu, semua kubeli di sini.
Ketika saya berbelanja di sana, banyak kutemui tentara di sana, duduk, mungkin berjaga, dengan senjata panjang, sambil berbincang akrab dengan para pedagang yang umumnya, kalau tidak semuanya, mereka dari Sulawesi itu. Kata Ustad Samsu, yang juga dari Sulawesi itu, kalau berbelanja di situ cobalah tawar dengan bahasa Bugis, maka barang yang sudah murah bisa jadi jauh lebih murah. Barang-barang untuk pesantren Alhidayah banyak yang dia beli di situ.
Malam itu Yon datang ke kantor. Ia tahu saya tidur di kantor. Ia ajak saya menonton Katon Bagaskara di It’s No Name Café. Di kota ini, kafé yang selalu ramai itu popular dengan singkatannya, Inn Café. Secara berkala mereka datangkan artis dari Jakarta.
Yon masih di Metro Kriminal, tapi kami masih sering ketemu. Di Inn Café, Yon sudah seperti lurahnya. Uangnya tak laku. Kasir menolak tiap kali ia bayar tagihan. Kata Yon, sebagai gantinya ia bernyanyi dengan home band, dua tiga lagu jadilah. Yon menang banyak tiap malam. Makan minum gratis, bisa tampil nyanyi lagi. Paling dia kasih tip buat cewek pendamping. Dalam hal ini seleranya bagus dan dia royal kasih tip. Untungnya Yon, penyanyi yang baik. Saya kira banyak juga penggemarnya di antara para pengunjung rutin.
Kalau tak jadi jurnalis saya kira dia bisa jadi artis yang baik. Dia penghibur yang sangat menghibur. Malam itu dia sempat berduet dengan Katon. Lumayan. Bahkan bagiku hebat, dia bisa menyanyi mengimbangi vokalis KLa itu. Lagu perlahan Di Relung Kamar dan yang agak nge-beat Dengan Logika dia sikat habis. Katon berseloroh, “malam ini saya beri nama baru untuk penyanyi kita: Yon Bagaskara!”
Kami jalan dari Inn Café susuri jalan-jalan bagus di Nagata. Trotoar lebar. Jalan terang. Tak terlalu sesak tapi masih ramai. Anak-anak loper sudah jajakan Metro Kriminal edisi besok, karena memang dicetak lebih dahulu. Saya beli satu eksemplar.
Headline tentang Putri, tentang anak Putri dan AKBP Pintor yang trauma, sumbernya dari humas polisi. Bagiku itu kurang menarik. Lagi pula tak fokus pada kasusnya. Dinamika Kota tadi kupilih ambil isu lain. Kami angkat isu otopsi yang tak jelas. Bahkan mungkin tak ada. Keluarga Putri lekas-lekas bawa Putri ke Palembang untuk dimakamkan, dengan alasan mayatnya sudah membusuk. Kami menganalisis, menyajikan infografis dari fakta-fakta yang ada: kapan dinyatakan hilang, kapan ditemukan, kapan perkiraan dibunuh, kapan Runi dan anaknya ditemukan, kapan Runi dan anaknya masuk di hotel tempat mereka ditemukan menurut resepsionis hotel.
Dari fakta-fakta itu saja bisa timbul banyak pertanyaan dan bisa dibayangkan apa yang terjadi sebenarnya. Tim yang dibentuk Kapolres bergerak lamban. Itu mencurigakan. Seakan ada yang ditutupi. Humas polisi menggiring ke isu-isu yang tak pokok. Penahanan Runi belum ada kejelasan.
“Bukan ditahan. Diamankan sementara. Dia sakti utama. Ada kemungkinan mengarah ke tersangka pelaku. Kita tunggu saja hasil kerja tim penyelidik,” kata petugas humas Polresta. Ketika ditanya apa motif pembunuhan itu, polisi menjawab termasuk itu yang sedang diselidiki tim. Sampai hari itu polisi belum menemukan Awang, pacar Runi yang disebut-sebut sedang diburu itu.
“Berapa oplah sekarang Yon?” tanyaku berbasa-basi. Saya tahu berapa angkanya, karena order cetak tiap malam ada di percetakan.
“Segitu-gitu aja. Nggak seru sekarang. Nggak kayak dulu,” kata Yon.
“Nggak seru gimana?” tanyaku.
Yon bercerita suasana di dalam redaksi Metro Kriminal. Pemred dan GM baru asyik dengan diri sendiri. Ketemu pejabat sana-sini, makan dengan pengusaha. Redaksi tak diurus. Wartawan tak ada yang peduli, jalan sendiri-sendiri. Yon kecewa.
“Dur, saya boleh pindah ke "Dinamika", nggak?”
“Boleh aja kalau kamu mau. Bilang sama Bang Eel, deh,” kataku.
“Kamu bilang dulu ya? Nanti saya menghadap dia. Eh, Eel pacaran sama Nenia ya, Dur?” tanya Yon.
“Mungkin. Kenapa?”
“Sering ketemu mereka di Inn Cafe,” kata Yon.
Saya sudah usul tambah wartawan ke bang Eel. Dia setuju. Rasio anggaran redaksi masih cukup. Selain Yon, ada bergabung dua wartawan baru. Redaksi kami makin kuat. Yon dengan berita-berita hiburan yang – memang lebih berbau promosi – tapi kreatif itu bikin Dinamika Kota sempurna menggambarkan wajah kota pulau ini di halaman-halaman koran kami. Kota yang dinamis, haus hiburan. Dan berita Yon eksklusif. Hanya Yon dan Dinamika Kota yang bisa ngobrol sama Dewi Sandra sambil sarapan pagi di kamar hotel, atau menemani KD belanja lingerie di Nagata Hill.
Keterlibatan Yon dengan sangat mendalam di dunia hiburan membuka sumber informasi lain bagi Dinamika Kota terkait berita pembunuhan Putri. Suatu sore, sehabis rapat redaksi, dia ajak saya bertemu JB, Johari Bijaksana. Pemilik sejumlah karaoke di kota kami. Yang terkenal King Palace. Hari itu polisi penyidik baru saja datang ke karaokenya.
“Terkait kasus Putri, Pak?” tanya Yon.
“Datang aja ke sini, deh, cepetan. Ini headline, nih. Saya tak beri tahu media lain,” kata Johari, tokoh yang kerap jadi MC di berbagai acara resmi.
JB suguhi kami kentang goreng dan kopi pekat. “Yon, kamu sudah lama nggak main ke sini. Nggak pernah beritakan King Palace lagi nih…”
“Saya sekarang di Dinamika, Pak… Ini bosnya, nih,” kata Yon memperkenalkan saya. Tentu saja saya sudah kenal namanya dan kerap lihat foto dan sosoknya di mana-mana. Kami sedikit berbasa-basi. JB orang yang selalu necis. Berdasi dan rambut tersisir licin.
“Iyalah, saya tahulah. Wartawan top. Koran top, paling top sekarang,” kata JB. Kepadaku dia bilang, “Pak Risman sering cerita kamu ke saya, Mas Dur. Kamu ya, kalau sudah teman sama Pak Risman, berarti kita juga teman. Saya ke sini, kalau tak dibantu dia, tak akan bisa bertahan. Jadi kita teman ya, Mas Dur,” kata JB. Saya jadi ingat JB jadi MC saat peresmian Maestrocorp.
“Yes,” kata saya. “Ada info apa, Pak? Katanya tadi ada penyidik ke sini?” tanya saya.
JB bercerita tentang rekaman CCTV yang diperiksa polisi. Ia simpan salinan rekamanannya. Ia ajak kami lihat potongan rekaman itu. Seseorang yang sekilas mirip Putri dengan pakaian seksi yang mahal, kerap saya lihat di butik-butik mewah itu, di lorong ke arah pintu masuk ruang karaoke termahal di King Palace. Putri masuk, disusul beberapa detik kemudian seorang lelaki.
“Coba perhatikan, kenal nggak? Tahu siapa dia?” Yon menyebut nama aktor ibukota.
“Kira-kira dialah itu. Orang bilang dulu mereka teman kuliah,” kata JB.
“Dia sering ke sini ya?”
“Sesekali. Dia kan lagi bangun resort mewah di Penangsa sana. Dia sih operator aja sebenarnya. Modalnya dari seberang.”
“Yang buat kasino itu, Pak?”
“Katanya begitu.”
Saya berpandangan dengan Yon. “Gimana kita bisa beritakan ini, ya?” kataku. Yon angkat bahu dan nyengir saja. Mungkinkah ada kecemburuan itu jadi motif pembunuhan? Saya menyimpan pertanyaan itu di kepala saya.
“Saya percaya kalian ya, kita teman ya, kalau mau beritakan jangan dari saya sumbernya,” kata JB.
“Aman, Pak.”
JB tunjukkan rekaman CCTV lain. Orang seperti sosok Putri dan AKBP Pintor bertengkar di depan pintu ruang karaoke yang sama. Tak sampai satu menit.
“Yon, kamu ketemu Winny, PR saya di kantor. Ada rilis buat besok. Sekalian, sama materi iklannya, ya…”
“Mau undang artis, Pak? Kami boleh wawancara, dong.”
“Nggak, promo rutin aja. Bayar satu jam, nyanyi bebas dua jam kalo pesan minuman tambahan. Kami wawancara Winny aja dulu. Dia juga pantes masuk Dinamika, kan? ” kata JB.
Dalam perjalanan dari King Palace ke kantor, saya merancang pertanyaan apa yang harus dibawa Ferdy dan harus ketemu siapa sumber yang tepat.
Kabar burung gaya hidup Putri yang bak artis itu sudah tersiar luas. AKBP Pintor tak berkutik di hadapan perilaku istrinya yang begitu itu. Konon karirnya bagus karena mertuanya, ayah Putri yang kini menjadi pejabat di Mabes Polri itu. Kabarnya istri-istri para perwira di Polresta sekarang pun seakan terbagi dua kubu. Ada kubu yang ikut bergaya mengumbar hidup mewah, kelompok yang seperti dikomandani oleh Putri, dan ada kubu lain yang sebaliknya tak cocok dengan gaya hidup itu.
Tapi pada umumnya, memang para perwira itu hidup mewah. Lihat saja rumahnya, selalu ada lebih dari satu mobil di garasinya. Dan itu mobil yang mahal. Saya teringat percakapan dengan Pak Rinto.
“Saya tak menyalahkan mereka. Para perwira muda itu, mereka cerdas-cerdas, lekas sekali melejit pangkat dan jabatannya. Kota ini, kayak tempat penggemblengan. Dari sini, kalau lolos, pindah tugas ke tempat lain sudah pasti promosi. Di sini kesempatan untuk cari modal. Di kota ini uang mudah didapat. Ndak usah kotor-kotor amat mainnya. Kalau sudah bersentuhan dengan uang, nah, mau gak mau gaya hidup berubah. Kamu perhatikan saja. Itu yang bikin saya tak betah dan keluar dari dinas, kotor sekalian aja kotor, profesional, daripada munafik, dan tak jelas,” kata Pak Rinto.
Kami belum sampai kantor, Bang Eel menelepon.
“Ferdy diserang orang. Kamu langsung ke rumah sakit aja,” katanya. Aku minta Yon putar arah. Di rumah sakit, Ferdy terbaring pucat. Ada luka panjang di pelipisnya. Juga di punggung lengannya. Seperti bekas sabetan pisau yang ia tepis.
“Ferdy, kenapa, Ferdy? Siapa yang nyerang?”
Ferdy meringis menahan sakit. Ia perlahan membuka mata sebentar. Lalu memaksa tersenyum dan memejam lagi. (*)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan
Edisi 15 September 2022: Anang Famred
Iqbal Safirul Barqi
Subhanallah, ini pejabat langka. Tidak eman kehilangan jabatan. Langkah jantan dia ambil, tapi ini semacam mundur selangkah untuk ancang-ancang berlari 1000 langkah. InsyaAllah karir Pak Anang bakal melejit setelah ini. Allah Maha adil.
Juve Zhang
Pak Anang dan pejabat lainnya coba tes nyanyi Lagu kebangsaan Sendirian, mungkin banyak yg salah, saking panjangnya, kalau Pancasila kan pendek. Lagu kebangsaan terpanjang di dunia mungkin ya. Kalau Pancasila yg pendek gak hapal apalagi lagu kebangsaan yg panjang nya dari Sabang sampai Merauke. dijamin lupa wkwkwkwkwk
Jo Neka
Pak Anang anda sangat hebat.Anda tidak akan kehilangan apa-apa.Justru anda akan segera meblndapatkan semuanya..
Impostor Among Us
Lihatlah, mulanya Anang ini ditertawakan, lalu dia pasang jurus serangan balik dengan mengundurkan diri dari ketua. Dia membayar lunas malunya dengan mendapat banyak pujian.
Kang Sabarikhlas
anu..katanya si Anu nyang komen terpilih 10 kali dapat kaos. Komen saya terpilih 9 kali, semoga terpilih lagi biar dapat hadiah sepeda..duh.
Muin TV
Yang nulis aja gak dapat honorarium. Apalagi yang cuma nulis komentar. Wkwkw
EVMF
Apa yang terjadi (dialami) oleh Pak Anang Akhmad Saifuddin, biasa disebut "Brain Fog atau Kabut Otak". Ini adalah hal yang sangat umum dan bisa terjadi pada siapa saja. Brain Fog adalah sebuah gejala yang dapat mempengaruhi kemampuan anda dalam berpikir. Anda mungkin akan merasa kebingungan, sulit fokus, dan kacau ketika tidak dapat menyebutkan hal yang ingin anda ucapkan. Seperti kabut, kondisi ini hanya muncul sesaat lalu kemudian hilang. Salah satu penyebabnya adalah "kelelahan dan tidak cukup tidur". Jadi, apa yang sudah terjadi (dialami) oleh Pak Anang Akhmad Saifuddin SEMESTINYA tidak perlu dipermasalahkan sejauh itu, karena saya, anda, kita semua, bisa mengalami Brain Fog atau Kabut Otak ini.
Sapardi ST
Mohon Maaf Abah, Terkait mas Anang, saya termasuk yang menjadi bagian yang mengalami euforia reformasi 1998, waktu itu saya semester akhir, sekarang usia saya 48, selish dengan mas anang 5 tahun, berarti beliau baru masuk kulaih waktu itu... Tapi saya salut dengan mas anang... dari yang memang tadinya berasal dari rakyat, kemudian menjadi wakil rakyat dan kemudian menjadi rakyat... contoh yang sangat bagus untuk etika berpolitik di Republik ini...
Liam Then
Saya barusan google sila ke -4. Yang lain ingat cuma sila ke -4 yang lupa. Untung saya bukan anggota DPRD.
Jimmy Marta
Orang jujur jadi politisi. Atau politisi jadi orang jujur. Ada..?. Saya gk terlalu yakin. Tapi mungkin itu ada. Bisa..? Mungkin, tp sepertinya itu bukan tempat yg cocok untuk mereka. Pernah ada ujaran canda, kalau mau jujur itu dimesjid..!.. Lah...opo tumon. Kalau pak ketua DPRD Lumajang itu sy kira adalah orang yg konsisten. Ini juga langka. Paling langka itu, jujur, konsisten dan konsekwen.
Agus Suryono
PAK ANANG.. ++ Mengapa Anda mundur. Kan ini merepotkan kami-kami. Pasti yang Anda lakukan ajan dijadikan STANDARD dan atau ETIKA BARU. -- Lha kan memang harusnya begitu. Ini BUKAN standard atau etika baru. Ini merupakan YANG SEHARUSNYA. ++ Anda jangan harap bisa NAIK setelah ini. -- Saya hanya Meng-HARAP kepada Alloh pak. Tidak kepada Ketua dan KETUM. ++ Mulai besuk kita tidak BERTEMAN.. -- KITA..? Maksudnya Anda, Kamu, Kalian, Ketua..?
Rihlatul Ulfa
Saya seperti melihat pejabat Jepang, didiri pak Anang. lama saya menantikan pejabat-pejabat terdahulu yang pernah terlibat masalah serius, tapi masih berkilah dan sama sekali tidak mau mundur dari jabatannya. tetap melenggang bebas tanpa rasa malu sedikitpun. wajar saja pak Anang bisa punya pendirian yang kokoh, punya rasa malu. dilihat dari bagaimana saat orang tuanya meninggal, menjadi tukang cukur, menjadi buruh bangunan. apa yang kita lihat dari keputusannya itu adalah dari bagaimana ia menjalani kehidupan. pasti ada jabatan yg lebih besar lagi yg mungkin menunggu anda disana. kejujuran dan kerendah hatian anda pasti akan membawa anda keatas. semangat pak Anang.
Liam Then
Sesungguhnya tak hafal nama mertua lebih bahaya
Fra Wijaya
Jangankan sila ke 4 dari Pancasila yg kalimatnya lumayan panjang,wong sholat dhuhur sama ashar yg 4 rokaat aja saya sering lupa pas sholat udah di rokaat yg keberapa,mungkin anda² juga bukan saja pernah tp sering alami hal itu juga kan,kata pak ustadz manusia itu tempat salah dan lupa,jare wong jowo wong urip iku ilok lali,salut buat Cak Anang,sudah jarang orang sprt anda di era skrg...
Macca Madinah
Setelah baca tulisan Disway hari ini saya langsung coba menyebutkan sila-sila Pancasila, tidak berani keras-keras, dalam hati saja sambil mulut komat-kamit. Tanggapan saya, Si Pak Anang ini keras juga, mungkin dalam waktu yang sebentar itu beliau sudah merasa lelah mengetuai DPRD, mungkin. Jadi ketika ada alasan tiba, langsung disambar hahaha. Ngemeng-ngemen, susah mengabaikan kalau ada orang yang merasa usia 34 tahun itu sudah kasep nikah, yang merasa lelaki pula. Plus lagi ditimpali oleh Pak Mirza. Onde-mande, gimana kabar kami para perempuan yang baru menikah di atas 35 tahun? Dunia memang kejam Ladies!
Budi Utomo
Trisila:
1) socio-nationalism (kebangsaan/nasionalisme berdasar kemanusiaan/internasionalisme = Sila 3 + Sila 2).
2) socio-democratie (kerakyatan/demokrasi untuk kesejahteraan/ keadilan sosial = Sila 4 + Sila 5).
3) Ketuhanan (yang mana semua pemeluk agama saling menghormati satu sama lain sebagai makhluk sosial). Jelas sekali Sukarno sangat menekankan Sosialisme yang dalam bahasa Indonesia disebut gotong royong. Membangun Indonesia agar semua rakyat sejahtera dan tak ada lagi kemiskinan ekstrem. Sesuatu yang berhasil diklaim dicapai Skandinavia atau Tiongkok masa kini. Itulah Welfare / Socialist Countries. Silahkan simak sendiri teks pidato lengkap Sukarno mengenai Ekasila/Sosialisme/Gotong Royong dan Trisila dengan keywords: isi pidato trisila ekasila sukarno yang kini masuk ruu hip.
Bedy Da Cunha
Salut buat Cak Anang yg Jujur dan apa adanya. Suatu saat Anda layak menjadi Ketua Umum PKB.
Isya Mahfud
Kalau mundurnya ketua DPRD luamajang ini dijadikan cermin dan teladan..jangan2 kebanyakan dari pejabat kita baik dari tingkat menteri sampai pejabat2 dibawahnya..akan mengundurkan diri secara berjamaah. Tragis..!
yea aina
Cak Anang AS, ketua PKB Lumajang, dengan enteng mundur dari kursi ketua DPRD. Lain DPRD ada DPR dengan level lebih tinggi. Nasional. Ketuanya bukan ketua Umum partai, anda sudah tahu. Menyaksikan baliho-baliho yang masif terpasang seantero negri, dengan caption kebhinekaan. Sing ketua ini siap mundur juga dari kursi ketua lembaga tinggi perwakilan rakyat, tapi cuma pindah kursi lainnya. Tentunya yang lebih empuk dan tinggi pula, anda sudah tahu
Alon Masz Eh
Aku rindu dinding sekolahku Terkait garuda Pancasila diatas papan tulis Diapit foto bapak Presiden dan bapak wakil presiden tersenyum ke arahku Lalu ku menoleh ke dinding pintu masuk, tertempel teks pancasila dan UUD 1945 yang harus selalu hapal dalam ingatanku... Atau aku disetrap di samping papan tulis itu Aku menoleh ke dinding yang lain, ada tulisan lusuh jadwal pelajaran ku... Alamak, aku belum kerjakan PR matematika. Ini pelajaran penting yang ga bisa di hapal, pelajaran biar ga salah itung duit....
Chei Samen
Allah s.w.t mencampakkan ke mulut pendemo untuk soalan test tahap hapalan Pancasila Mas Anang.. Yang terjadi, anda sudah tahu. Yang saya tak tahu, malah terjadi ramai sekali pendokong Mas Anang atas responsibiliti yang beliau ambil. Juga akhirnya kita ketemu sebuah hati, sebuah jiwa, sebuah akhlak, yang kita semua banggakan. Tahniah untuk warga +62..
Teguh Gw
Lumayan. Mas Anang jadi pelipur lara bagi rakyat jelata yang sudah terlalu kenyang dikelabui mereka yang mengaku sebagai wakil-wakilnya. Hidup Anang.
Liam Then
Hari ini, tiga kalimat terakhir tulisan Pak DI yang bikin saya mikir. Hasil perjuangan reformasi, kenikmatan perjuangan reformasi. Dan kenikmatan sesaat jadi ketua DPRD yang di lepas oleh Mas Anang. Kata nikmat kenapa dihubungkan dengan jabatan publik? Jabatan yang penuh tanggung jawab besar, beban berat sumpah jabatan. Nikmatnya dimana? Hehehe...apakah alam bawah sadar Pak DI mengakui, jabatan publik penuh kenikmatan. Atau Pak DI menyentil salah kaprah tenang enaknya menjadi pejabat publik yang luas beredar? Hanya Pak DI yang tahu yang mana. Menurut banyak penggalan manuskrip peninggalan pujangga, para sesepuh yang tercerahkan di masa lampau. Jabatan publik sama sekali tak ada kenikmatannya. Yang ada tanggung jawab yang berat. Beban pikiran yang hebat, yang harus diemban. Sampai banyak adengan ,para kaum bijak, sorong-sorongan. Ketika disuruh mengemban jabatan. Ngga mau.Takut ngga kuat dan mampu. Takut bebannya. Disini ketauan. Orang bijak dulu, mengertinya lain tentang jabatan publik. Ngga ada nikmatnya sama sekali. Saya ngga tahu, berapa banyak sedulur penghobi Disway yang pernah merasakan nikmatnya jabatan publik. Buat yang tak pernah merasakan ,ngga papa, rasanya, saya kira, kurang lebih saja. Nikmat menjadi pejabat publik tulisan Pak DI, mari berprasangka baik. Itu bukan nikmat berhubungan dengan materi. "Eh ,bukan materi kok, ada nyentil mobil dinas?" Saya mbahtin. "Ah,itu cuma kembang-kembangnya tulisan Pak DI, kau ini,maksud Pak DI,pasti nikmat melayani."
Fenny Wiyono
kok langka ya org seperti Pak Anang..
yohanes hansi
Ndak apa-apa, pak Anang. Orang jujur mundur dikit lalu maju jauh ke depan. Jangan yang maju dikit lalu mundur terus.
Budi Utomo
Tapi menyamakan SBNR dengan agama KTP kurang tepat. Prinsipnya jangan menghakimi tingkat Spiritualitas seseorang. Saya setuju dengan satu argumen yang ada dalam artikelnya yang Koh Liang beri yaitu bahwa ada kecenderungan SBNR untuk tidak terikut dengan organized religion. Itu ciri terkuat dari SBNR. Ada nuansa freedom/kebebasan dalam SBNR. Yang membuat hubungan antar agama menjadi begitu cair dan tidak kaku/rigid. Pemuka agama yang SBNR (atau semi SBNR) misalnya mendiang Anthony de Mello, SJ. Bukunya Doa Sang Katak sangat SBNR menurut saya pribadi. Gus Dur dengan humor-humor nyelenehnya misal mengenai Agama Yang Paling Dekat dengan Tuhan atau Mengapa Bantul dilanda gempa dahsyat, boleh dibilang SBNR juga. Wkwkwk
Pryadi Satriana
'Salah' dan 'benar', Pak Budi Utomo. Fenomena SBNR itu muncul krn orang sudah "muak" dengan "organized religions." Fenomena itu justru muncul di "agama2 samawi." Mereka melihat adanya "kasus2", sedemikian banyak shg disebut "pola/pattern", beragama yg penuh kemunafikan: pastur yg "main belakang" dg jemaatnya, pendeta yg "meruda-paksa" jemaatnya, ustaz yg "menggarap" hari mmbuat, mmber, santriwatinya, ustaz yg "menipu, memalak, dsb." Fenomena2 spt itu yg membuat orang beralih: dari 'religious' menjadi 'spiritual'. Kerennya: SBNR. Mereka bukan sekadar 'Islam/Kristen KTP'. Mereka sdh beralih: ada yg 'terang-terangan', di KTP tertulis: Penghayat Kepercayaan. Makanya saya sebut 'salah'. Ada jg yg 'Islam/Kristen KTP', makanya sy katakan 'benar'. Saya sendiri ndhak mbedakan keduanya, tapi 'menghubungkannya', krn bagi saya 'religion is organized spiritual practices' ('agama' adalah 'tata-cara' dalam 'olah roh' (ber-sembah- Yang, menyembah Allah, yang adalah Roh). Salam. Rahayu.
EVMF
Khusus untuk Oom Budi Utomo yang berkomentar mengenai SBNR Spiritual But Not Religious (pada komentar di bawah). Ada baiknya Oom Budi menelusuri links di bawah ini (membacanya juga) supaya pemahamannya bisa lebih mendalam, lebih clear dan lebih proporsional : "If you don’t like religion, you shouldn’t be spiritual either." Paul Thagard, Ph.D. psychologytoday.com spiritual-not-religious researchgate.net Spiritual_But_Not_Religious_Evidence_for_Two_Independent_Dispositions harvard.edu spiritual-but-not-religious
*) Dari komentar pembaca http://disway.id