COWASJP.COM – SAYA ini seperti Anda: jadi anggota grup WA. Lebih 15 grup. Saya jenis anggota yang juga seperti Anda: kurang aktif. Sering disindir kok hanya mantengi. Tidak pernah berkomentar.
Saya sendiri belum pernah minta untuk dimasukkan ke salah satu dari grup-grup itu. Tiba-tiba saja nama saya ada di situ. Sebagian memberi tahu lebih dulu. Lebih banyak yang dianggap pasti mau. Belakangan saya gak kejak. Tidak mau tambah. Kalau dituruti bisa lebih 30. Belakangan saya langsung exit ketika muncul grup baru: sudah terlalu banyak. Kadang juga terlalu mirip.
Variasi grup yang saya ikuti itu lebar sekali. Ada yang sangat agamis. Misalnya ada yang selalu posting satu hari satu hadis. Atau memposting bahan renungan: isinya ayat-ayat Quran. Banyak juga yang menulis agar kita lebih taat lagi beragama.
Di lain pihak saya juga diikutkan dalam grup yang tidak percaya agama. Bahkan tidak percaya Tuhan. Isinya seru sekali. Yang dibahas lebih banyak filsafat kebebasan berpikir. Juga tentang moralitas: apakah orang yang beragama moralnya pasti lebih baik. Apakah kian kelihatan beragama seseorang itu kian tinggi pula moralitasnya. Apakah yang tidak beragama tidak punya hak untuk bermoral baik.
Stop. Saya tidak boleh mengutip ulang apa yang ada di postingan grup itu. Aturan sebuah grup WA seperti aturan di sebuah keluarga. Tidak boleh mengutip isi pembicaraan di grup tanpa minta ijin yang posting. Pembicaraan di situ untuk kepentingan intern keluarga. Bukan konsumsi umum.
Stop. Bisa sensitif.
Saya juga diikutkan grup yang khusus membahas pertanian. Ada juga yang khusus membahas komputer.
Ada lagi grup yang isinya mementingkan ideologi. Satu lagi grup yang sangat kapitalis. Lalu ada grup yang sangat Islam. Tapi ada juga yang sangat Kristen - -dan saya juga diikutkan di situ. Lalu ada yang sangat Buddha.
Bahkan ada grup dari aliran mistik dan tahayul. Pun saya dimasukkan. Tentu ada juga grup yang sangat pribumi. Lalu ada pula yang sangat Tionghoa. Dua-duanya saya ada di dalamnya. Grup yang sangat politik banyak. Lalu grup yang sangat kesehatan.
Maka beraneka aspirasi berseliweran di HP saya. Otak saya pun mencelat-mencelat ke sudut sana-sini.
Di beberapa grup itu, kadang ada yang monoton. Misalnya kalau ada yang meninggal dunia. Isi grup hanya ucapan duka cita. Mulai pagi sampai besoknya. Seolah tidak ikut berduka kalau tidak posting duka cita di grup.
Saya tidak pernah ikut berduka di situ. Kasihan yang membaca, terutama yang harus menghapus begitu banyak data. Padahal belum tentu semua anggota grup kenal keluarga yang meninggal itu. Saya pilih kirim WA langsung ke keluarga yang berduka, kalau itu saya kenal.
Demikian juga kalau ada yang dapat gelar atau penghargaan. Isi grup itu ucapan selamat melulu.
Saya tidak seharusnya jengkel dengan yang seperti itu. Kan salah sendiri. Mengapa mau menjadi anggota grup dari begitu banyak aliran. Saya akhirnya menyadari itu salah saya sendiri. Ya sudah.
Saya biasa sudah bangun pukul 03.30. Mungkin begitulah umumnya orang tua. Dulu, jam 02.30 baru pulang kantor. Kini jam segitu sudah siap-siap bangun.
Tentu saya juga sama seperti Anda. Bangun tidur lihat layar HP. Di pagi seperti itu saya harus lebih sabar. Isi pembicaraan di grup umumnya ajakan untuk bangun. Salat tahajud. Banyak banget. Seolah mereka tahu saya perlu dibangunkan. Seolah mereka juga tahu untuk salat malam harus digiring lewat HP.
Sebentar kemudian mulai membanjir ajakan salat subuh. Isinya sama. Hanya copy paste. Ada yang pakai ayat. Pakai gambar. Pakai meme. Pakai kaligrafi. Dari satu grup ke grup yang lain nadanya sama. Isinya sama. Memenya sama.
Saya pernah posting usulan. Di satu grup: bagaimana kalau yang mengajak salat subuh itu satu orang saja. Yakni salah satu saja dari anggota grup yang paling rajin. Atau digilir.
Pun kalau usul itu dipenuhi saya masih akan menerima lebih 5 ajakan salat subuh yang sama. Sehingga kalau usul itu ditolak, bayangkan, berapa banyak saya menerima ajakan yang sama, dengan bunyi yang sama, meme yang sama, desain yang sama.
Sambutan atas usul itu terbelah. Ada yang setuju, ada yang emosional religius. Saya tidak menanggapi. Sak karepmu.
Itu tidak hanya di Islam. Juga yang Kristen. Sudah tahu bahwa grup yang satu ini didirikan untuk membahas satu bidang tertentu masih saja sering ada postingan ayat-ayat Alkitab.
Saya pernah posting sekali. Hanya itu. Usulan saya: agar soal politik dan agama jangan diposting di situ. Anggota grup di situ sangat beragam aliran agama, politik dan sukunya. Lebih baik tidak posting di luar misi. Tapi, para juru dakwah memang marketer yang militan. Mereka tetap saja posting isi Al Kitab.
Ya sudah.
Harus saya akui ada juga beberapa grup yang istiqamah di jalurnya. Grup penggila durian, misalnya, sangat steril. Mereka disiplin: hanya posting soal durian. Menyenangkan. Semangat posting mereka sangat tinggi. Tapi mereka konsisten: tidak ada hal lain yang lebih penting di dunia ini kecuali durian. Rupanya durian itu tidak beragama, tidak berpolitik, dan tidak pernah kuliah di fakultas dakwah.
Tentu ada juga grup yang isinya banyak bertengkar. Sebenarnya seluruh anggota grup itu dari satu aliran keagamaan yang sama. Tapi secara politik mereka berbeda perahu.
Ketika ada yang mengajak agar mendukung partai A, banyak yang marah. Ada yang berpendapat baiknya ke partai B. Ada juga yang bilang baiknya ke partai C. Tentu ada yang berpendapat berikan saja kebebasan.
Serunya bukan main. Politik itu benar-benar memabukkan. Kontroversi di bidang politik benar-benar bisa dipakai untuk melupakan banyak isu: minyak goreng, antrean solar, dan IKN. Apalagi kenaikan BBM. Pun Ferdy Sambo.
Pertengkaran di satu grup ada yang sampai membuat mereka pecah. Saling ngambek. Bikin grup sendiri-sendiri. Dua-duanya memasukkan nama saya sebagai anggota.
Saya pun tidak pernah berniat mendamaikan pertengkaran itu. Pekerjaan sudah terlalu banyak. Maka saya pilih mengambil keuntungan dari pertengkaran itu: saya exit dari dua-duanya.
Alasan saya: tidak enak kalau saya memihak. Horeeee. Bebas. Merdeka. Bisa mengurangi jumlah grup di WA.
Tapi ada juga yang perlu saya kutip di sini:
YANG
Yang singkat itu : "WAKTU."
Yang menipu itu : "DUNIA."
Yang dekat itu : "KEMATIAN."
Yang besar itu : "HAWA NAFSU."
Yang berat itu : "AMANAH."
Yang sulit itu : "IKHLAS."
Yang mudah itu : "BERBUAT DOSA."
Yang sulit itu : "SABAR."
Yang sering lupa itu : "BERSYUKUR."
Yang membakar amal itu : "GHIBAH."
Yang berharga itu : "IMAN."
Yang menentramkan hati itu : "DZIKIR."
Yang mendorong ke neraka itu : "LIDAH."
Yang di tunggu ALLAH itu : "BERTAUBAT." (*)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan 16 September 2022: Ratu Wushu
Gianto Kwee
Kwok Ratu Wushu ! Aku ikut bangga karena satu Marga dengan nyi, Kwok / Kwee
Kopi Hitam
Berarti anda berdua sama sama kerja di jasa Marga..?
Kediri Sport
Abah sok tau, wkwkwk
Jimmy Marta
Terutama Amerika, negara barat pd umumnya melihat pertandingan olahraga itu dari sisi tontonan. Misi mulia pelestarian budaya, warisan nenek moyang segala macam bukan urusan. Pokoknya kalau ditampilkan, dilombakan, dipertontonkan harus seru.
Makanya untuk beladiri yg berkembang disana jenis full body contack. Pertarungan bebas. Keras. Sedangkan yg berupa peragaan jurus kerapian teknik spt taolu di wushu, embu di kempo, kata di karate. Mareka anggap tidak seru. Kurang diminati.
Roziq Kurniawan
Dari sini saya baru tahu kenapa bos kapal api lebih suka mengurus wushu dari pada mengurus sepak bola ,, beda dengan bos media ,, maaf bercanda
Mbah Mars
Wus wus...wushu. artikel pagi ini mustinya tidak akan memancing pertengkaran. Yang hot dan semakin seru di Siapa Membunuh Putri. Ada istilah TERPEDO: Terowongan Penuh Dosa. Itu sejenis LAPENDOS: Laki-laki Penuh Dosa.
rid kc
Selamat berkompetisi di ajang wushu disway
thamrindahlan
Komeng pelawak berteman bikshu /
Selalu gandengan ketika berjalan /
Baru awak tahu ada Ratu Wushu /
Juara pertandingan dan hafal Al Quran /
Juve Zhang
Wushu hanya tarian gemulai .indah. tentu bukan seperti shao lin asli yg tahan pukulan.tahan badannya di usung oleh tombak melayang di udara. Kepala nya tahan di benturkan oleh bata merah.sampai bata nya hancur. Untuk mencapai tingkatan itu tentu tidak bisa berlatih wushu. Inti kekuatan shaolim tak diajarkan keluar biara. Bruce lee saja yg gila wing chun sampai tega membohongi kawan kawan nya tidak ada latihan sehingga ilmu wing chun gurunya hanya buat dia saja.hasilnya adalah "one inch punch" khas wing chun yg hanya dikuasai oleh yg sudah kohot. Bruce Lee benar benar ahli kungfu bukan sekedar bintang film laga. Banyak yg menantang duel dan dilayani okeh B Lee semua kalah. Legenda !!!!!!.
Namu Fayad
Pernah dapat penjelasan katanya hubungan suami istri itu setara dengan mengelilingi tujuh kali lapangan bola. Jika dilakukan di malam Jumat bisa setara dengan perang melawan Yahudi. Olahraga kah itu?
Impostor Among Us
Di antara sekian banyak bidang olahraga beladiri itu, saya lah yang tidak pandai di salah satunya. Maka solusinya saya jangan cari musuh.
Agus Suryono
JUDULNYA RATU WUSHU..
1. Isinya tentang: RAJA WUSHU.
2. Dengan ditambahi dikit cerita tentang: RATU WUSHU..
@Abah ketularan "penyakit" MEDIA ONLINE.
Tapi baru Stadium 1.
Aman..
EVMF
"Wushu adalah olahraga baru: dirumuskan baru di tahun 1949." disway.id ??
Setahu saya : WÇ”shù (æ¦è¡“) dirumuskan sebagai seni beladiri oleh Huò YuánjiÇŽ (éœå…ƒç”²) 1868-1910 ; dari gaya seni beladiri MízÅngyì (迷蹤è—). Konon Huò YuánjiÇŽ dibunuh dengan racun arsenic.
Lukman bin Saleh
Lalu apa bedanya Sanda dg MMA? Sama2 pertarungan gaya bebas: tinju, kungfu, karate, gulat, silat, jadi satu. Kendati lebih menarik, MMA pun belum bisa masuk di Olimpiade. Saya rasa wushu harus memikirkan strategi lain....
Jimmy Marta
Semalam baca di disway juga. Rencana pemerintah/PLN yg sudah disetujui DPR. Ketua banggar menyebut pelanggan 450V akan dinaikkan daya jadi 900V. Yg 900 ke 1200V. Alasannya supaya over produk daya PLN terserap. Agar masyarakat tidak lagi ganti ganti cabut peralatan yg pakai listrik.
Itu disampaikan ketua banggar, wakil rakyat. Bukan PLN. Sekali lagi rakyat dipaksa ikut membayar "kekeliruan" salah hitung itu. Geleng geleng kepala aja dah...
yea aina
Dari seorang atlet, kita bisa belajar sikap sportivitas. Sikap adil/jujur mengakui keungggulan lawan bertanding, sekaligus legowo menerima kekalahan/kelemahan diri sendiri. Menyadari kelemahan sebuah awal baik, untuk lebih fokus berbenah.
Walaupun mundur dikala menyandang juara, lebih dikenang sepanjang masa. Tetaplah mundur juga, dikala juara sulit diraih. Toh menjadi ratu sekalipun ada masanya berhenti juga, anda sudah tahu.
Lukman bin Saleh
Untuk Bung Ari Widodo. Bukan tidak mau tabayun dg Eko Kuntadhi. Tapi rekam jejaknya sudah sangat jelas. Tidak ada keraguan lagi. Ya memang begitulah dia selama ini. Ekstrimis liberal. Pemecah belah persatuan bangsa macam Ade Armando atau Abu Janda.
Untuk komentar sy terhadap P Pry. Jangan hawatir. Karena satu dan lain hal, saya pada beliau memang begitu. Khusus untuk beliau.
Bahwa sya adalah ekstrimis anti ekstrimis liberal. Sepertinya saya setuju dg penilaian anda. Karena untuk ekstrimis2 yang lain sudah di tangani dg baik oleh negara ini.
Ekstrimis liberal ini tidak kalah bahaya. Membahyakan persatuan kita sebagai sebuah bangsa yg majemuk. Karena mereka ini seperti orang munafik. Paling kencang teriak Pancasila, paling keras menyuarakan persatuan, kebhinekaan. Tapi mereka sendiri mengacak persatuan dan kesatuan itu. Tidak menghormati perbedaan. Menganggap fikirannya yg paling benar. Menyulut api kebencian dan permusuhan di mana-mana...
Rihlatul Ulfa
Yang berhasil jadi komentar pilihan Abah. bukan berarti apa yang anda ungkapkan sealu benar.
beberapa saya melihat komentar pilihan yg isinya pemikiran yg salah. kenapa kok jadi komentar pilihan? menurut saya, mungkin Abah mau ngasih tau ini nih lihat, dia salah dalam pemikiran tentang topik itu dan ada memang komentar-komentar pilihan yg komentarnya memang briliant. memberikan ilmu baru bagi pembaca, pemecahan masalah dll.
tapi jangan langsung sombonglah jika anda berhasil beberapa kali menjadi komentator pilihan. buatlah anda terkenal di mata Abah karena ilmu anda, bukan pansos.
saya bisa menembus jadi komentar pilihan aja butuh waktu setengah tahun. belajar dari komentator-komentator hebat di Disway sebelumnya. jangan suka mematikan orang dengan kata merasa paling benar 'tidak mau kalah ya mungkin memang ilmunya beliau banyak. cara kita adalah belajar banyak ilmu lagi. biar kita gak cuma bisa ngomong di perdebatan yg kalah dengan kalimat ah diamah emg selalu merasa paling benar
Rihlatul Ulfa
Saya rindu dengan para senior komentator-komentator Disway dulu. yang selalu bikin ngakak tapi ada ilmunya. yg saling ga senggol menyenggol, gak ada yg saling menghakimi.kemana ya para senior itu sekarang? rasanya saya akan lihat arsip CHD tahun lalu. sekarang komentator-komentator Disway banyak yg terlalu serius. males jadinya.
Fauzan Samsuri
Hidup adalah pilihan dan kita akan menerima konsekuensi dari pilihan itu. Zaidan dan Lindswell Kwok telah membuat pilihan itu. Semoga apa yang mereka pilih dapat memberikan kebaikan bagi hidupnya ke depan, dan terutama untuk Sang Ratu semoga istiqomah
Johan
Orang barat (AS) tidak suka Wushu. Mereka lebih suka berenang. Karena itu cabang renang di Olimpiade memperebutkan 37 medali emas. Cabang olahraga satu-satunya yang memungkinkan seorang atlet memperoleh 8 medali emas dalam satu event olimpiade. Bandingkan dengan cabang atletik yang "hanya" memperebutkan 48 medali emas dengan banyak jenis perlombaan didalamnya.
Pryadi Satriana
"The truth shall make you free. Kebenaran itu akan membebaskanmu. 'Kebenaran harus dicari. Menggunakan akal budi. Manusia punya akal budi. Punya hati nurani.' 'Hati nurani dalam bhs Inggris disebut conscience ('con='together, bersama & 'science=pengetahuan), 'pengetahuan bersama, 'kesadaran universal, misalnya bahwa nyolong itu ndhak baik, menuduh orang asal njeplak tanpa bukti itu juga ndhak betul.) Karena punya akal budi & 'hati nurani, manusia punya kesadaran akan Yang Mahatinggi, yang patut disembah. 'Ritual penyembahan kuno diwarnai dg pesta seks, sejak dulu seks disebut surga dunia. Praktik ini dilakukan kaum pagan, sebutan lain utk kafir, orang2 yg tidak mengenal Allah. Di era Islam, 'kafir dipakai utk menyebut non-muslim, termasuk Yahudi. Ini jelas balas dendam. Sebelumnya, bangsa Yahudi - keturunan Ibrahim, Ishak, dan Yakub - menyebut orang2 selain Yahudi sbg goyim (bangsa2 kafir). Penyebutan orang2 Yahudi sebagai kafir jelas2 ndhak konsisten! Bagaimana mungkin orang2 Yahudi disebut kafir sedangkan Al-Quran sendiri menyebut Allah dg sebutan Allah Ibrahim, Ishak, dan Yakub? Adalah fakta sejarah bahwa Ibrahim, Ishak, dan Yakub adalah nenek moyang bangsa Yahudi. Bukankan orang Arab sendiri menyebut mereka keturunan Ismael dan bukan keturunan Ishak?
Silakan direnungkan dg akal sehat.
Sehat selalu. Salam. Rahayu.
Johan
Sementara itu Wushu di negara asalnya sendiri yaitu Tiongkok, justru memasuki tahap persaingan yang mengkhawatirkan. Terlalu banyak unsur gerakan akrobatik yang dimasukkan ke dalam peragaan Wushu, yang tidak kita temukan itu di ajang Internasional. Ini kontraproduktif dengan misi menduniakan olahraga Wushu. Sampai banyak praktisi lama Wushu, salah satunya Jet Li, terang-terangan mengkritik bahwa Wushu di Tiongkok semakin jauh dari esensinya.
***
Siapa Membunuh Putri (15)
Sidang yang Tegang
Oleh: Hasan Aspahani
KOTA pulau ini, kota Borgam ini, di mataku kadang seperti Gotham. Penguasa bukanlah penguasa yang sebenarnya. Penguasa formal adalah dia yang bersepakat untuk berbagi otoritas. Dengan proses tawar-menawar yang keras. Dan kerap berdarah.
Seperti Gotham. Gelap. Tegang. Dan identitasmu menjadi penting. Terutama identitas kelompokmu. Itulah topeng yang kau pakai di tubuhmu, dan kostum yang kau kenakan di tubuhmu, yang bisa membuatmu diperhitungkan, membuatmu berani, punya pelindung, berani melawan, dan terutama berani berhadapan dengan kelompok identitas lain.
Itu yang bikin konflik kecil bisa mudah sekali menjadi bentrok antarkelompok. Tegang sekali. Kerukunan kadang terasa hanya basa-basi yang palsu di permukaan pergaulan.
Saya menyadari itu, bahwa bekerja sebagai wartawan, dengan surat-kabar kami kadang-kadang tak sadar seperti melempar korek menyala ke tengah jerami kering. Berita kami bisa jadi penyulut kerusuhan. Kami tak bermaksud begitu, tapi orang tertentu, kelompok tertentu memanfaatkannya untuk kepentingan mereka.
Saya dan redaksi menimbang keras strategi pemberitaan kami menjelang sidang pembunuhan Putri. Dengan Awang dan Runi sebagai tersangka. Penangkapan Awang sangat dramatis. Sepasukan polisi mengepung rumah ketua ormas Melayu, yang masih diakui sebagai kerabatnya. Bukannya menyerahkan Awang, si ketua ormas menyuruh pasukan polisi itu kembali. “Hari ini juga, kami yang akan mengantar awang ke kantor polisi,” kata Panglima Wira.
Wira memimpin satu kelompok ormas yang sangat berpengaruh. Namanya Porpal. Singkatan Persatuan Orang Lokal. Sejak penyerahan Awang, dan diberitakan Awang ditetapkan jadi tersangka, mereka selalu kirim rilis dan “memaksa” kami memuatnya. Sehari setelah penyerahan Awang, pengurus Porpal dan puluhan anggotanya - yang berjaga di rumah sang Panglima ketika Awang hendak ditangkap - datang ke kantor.
Saya tak terbiasa berurusan dengan orang seramai itu. Apalagi dengan seragam hitam yang makin bikin gentar. Gugup juga rasanya ketika saya menemui mereka. Nyatanya mereka santun, meski bicara dengan penuh tekanan dan volume satu setengah kali lebih tinggi dari saya.
Sebagian saya kenal baik tokoh-tokoh orang lokal itu. Orang lokal ini kategorinya lebar sekali, selain siapa saja yang lahir besar di Borgam, suku apa saja yang merasa sudah jadi orang Borgam, atau sudah belasan tahun tinggal di bisa masuk jadi anggota. Karena itu Porpal jadi ormas yang secara keanggotaan besar, dan secara pengaruh pun disegani.
Awang anggota Porpal. Dengan kartu anggota yang sah, meski tak terlalu aktif. Ketika kami menurunkan feature tentang siapa Awang, kami tak terlalu menonjolkan soal keanggotaannya di ormas itu. Kami tak terlalu besarkan drama penyerahan Awang ke kantor polisi. Kami dapat foto bagaimana polisi mengepung dan disuruh pulang, tapi kami putuskan untuk tak memuatnya. Kami tahu itu bisa menjadi pemercik dan bahkan memperbesar api konflik. Tapi, dengan tak terlalu membesar-besarkannya justru koran kami didatangi, didesak memuat rilis versi Porpal.
Feature kami berfokus pada profil Awang yang memang tidak meyakinkan untuk melakukan pembunuhan dengan motif yang disebutkan polisi. Meski curriculum vitae-nya tak jauh dari dunia hitam. Ia lama kerja jadi tenaga pengaman hotel yang diam-diam dioperasikan sebagai kasino.
Porpal sebenarnya sangat setuju dengan profil Awang yang kami turunkan lengkap itu. Tapi ada yang berada di luar perhitungan kami. Mereka hendak berselancar di atas isu itu. Lepas nanti hasil sidang membuktikan Awang bersalah atau tidak, selama persidangan, isu itu bisa ditunggangi untuk popularitas Porpal. Terutama untuk mengangkat nama ketua umumnya, panglima besarnya. Dia baru saja juga menjadi ketua dewan pengurus cabang sebuah partai yang sedang naik daun. Dia sudah pasang baliho di mana-mana sebagai calon anggota DPRD untuk pemilu tahun depan.
Ruwet memang. Kepentingan politik itu juga dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh Sumbawa. Runi adalah orang Bima, kota kabupaten di sana. Perkumpulan Orang Sumbawa di Gortam juga cukup diperhitungkan. Hanya berselisih hari, pengurus dan anggotanya juga mendatangi kantor kami. Minta diwawancarai untuk dimuat pernyataannya terkait Runi, yang mereka yakini juga tak bersalah. Penetapan dia sebagai tersangka, menurut mereka seperti dinyatakan dalam rilis, santer berbau rekayasa.
Dua tekanan itu, yang bisa juga kami anggap dukungan, membuat kami menjadi sangat berhati-hati mengolah berita pembunuhan Putri. Tapi konflik yang lebih besar dan terbuka mulai tersulut juga ketika sidang pertama dibuka. Keluarga Putri, terutama sang ibu, menghadang datangnya mobil tersangka di halaman PN Gortam. What a drama!
“Pembunuh, kau, pembunuh. Kau harus dihukum seberat-beratnya.” Ibunda Putri meraung-raung, menangis, sambil mengejar mobil dan makin histeris ketika melihat dua tersangka keluar dari mobil tahanan. Seperti sengaja dilepaskan. Seperti sebuah aksi yang sudah diatur. AKPB Pintor mengejar dan memeluk sang ibu mertua. Ayah mertuanya duduk di kursi roda. Ada opini yang hendak dibangun dengan drama itu.
Foto adegan itu kemudian muncul nyaris di halaman depan semua koran lokal. Kecuali “Dinamika Kota”. Kami punya fotografer handal. Sapril Saiduna, namanya. Fotografer yang kadang bagai tak punya perasaan. Ia ambil foto-foto sadis, yang tak mungkin kami naikkan di koran kami. Korban bunuh diri yang belum dilepaskan tali yang menggantung di leher, korban kecelakaan yang keluar ususnya, atau terhambur otaknya. Saya pernah kesal padanya, saya harus melihat semua foto-foto sadis itu, dan itu yang bikin saya insomnia. Imaji sadis di dalam kepala terbawa pulang. Susah sekali menghilangkannya.
“Lho, kan Abang yang suruh, Nanti kalau tak ada fotonya, nanti saya kena marah lagi…” kata Saprol. Memang benar, saya punya prinsip lebih baik bawa pulang ke kantor foto yang tak mungkin naik daripada tak dapat foto sama sekali. Soal foto mana yang akan naik itu saya yang pilih dan putuskan.
Dari sidang hari pertama itu Sapril dapat banyak foto bagus. Ia menjepret Awang dan Runi dalam sudut yang sulit, dalam jarak lumayan dekat dan terutama dia berhasil menangkap momen keduanya bertatapan dengan AKBP Pintor. Foto itu ymenggambarkan beragam tafsir. Antara polos, menyesal, takut, dan seperti menuntut sesuatu. Sama sekali tak ada kesan sadis pada kedua orang tersangka itu.
Pada saat yang sama, di hari sidang pertama itu, dua ormas terkait Awang dan Runi juga mengerahkan massa. Tak terlalu banyak, tapi cukup bikin ketegangan terasa. Ferdy sudah kembali meliput. Kami berangkat bersama, disupiri Edo. Dia sudah bisa menyetir meski SIM-nya masih diurus.
Ferdy juga sempat diancam verbal oleh pengacara keluarga Putri. “Kau wartawan ‘Dinamika’ ya? Lurus-lurus aja kalau meliput, kenapa, sih? Jangan macam-macam berita kau, ya?” kata pengacara top dari ibukota. Mendengar nama si pengacar itu saja, orang bisa gentar. Tak tanggung-tanggung memang pembelaan keluarga Putri. Seperti ada sesuatu yang mereka persiapkan.
Bahwa sidang-sidang panjang kasus pembunuhan itu sejak semula telah kami perkirakan akan melebar ke berbagai arah, kami sudah menduga akan kental nuansa politisnya ketika Restu Suryono menjadi pengacara Awang dan Runi.
Dia pengacara amat populer. Dan tokoh politik yang disegani. Partai yang ia pimpin, partai besar itu, menang dalam pemilu terakhir di tingkat kota. Dia menempatkan orangnya sebagai ketua DRPD. Dia sendiri sudah mendeklarasikan diri menjadi calon walikota. Atau wakilnya, dengan calon walikota Alkhaidir. Alkhaidir seorang tokoh besar Melayu. Birokrat yang menguasai dan dihormati seluruh PNS. Tapi sosoknya tak bisa dipisahkan dari gerakan politik Melayu di Gortam. Dia memimpin organisasi yang menghimpun seluruh organisasi Melayu di Gortam, termasuk Porpal.
Restu dan Alkhaidir adalah calon terkuat. Pada sidang hari pertama itu Restu Suryono bikin pernyataan yang mengejutkan, “kami nanti akan buktikan ada tersangka lain, otak dari perbuatan yang disangkakan kepada Awang dan Runi, klien yang kami bela. Bahkan kami yakin, dialah yang harus dihukum, klien kami harus dibebaskan!”
Kami memilih pernyataan itu sebagai headline: Ada Tersangka Lain! Dengan foto Sapril tadi, foto Awang dan Runi turun dari mobil tahanan dan sekilas dari jauh bertatapan dengan AKPB Pintor. Nyatanya dalam sidang, pertanyaan anggota dewan hakim kepada Awang dan Runi mengarah ke hal itu.
Pemilihan foto dan headline di koran kami itu bukannya tanpa perdebatan. Bang Eel demi kehati-hatian mempertanyakan banyak hal. Ia ragu mengutip pernyataan pengacara di luar sidang itu.
“Siapa kemungkinan tersangka lain itu?” tanyanya.
“Suaminya, AKBP Pintor,” kataku.
“Kenapa?”
“Motif, Bang. Motif pembunuhannya Awang dan Runi lemah. Seperti sudah beberapa kali kita beritakan.”
“Tapi menuduh Pintor juga tak ada bukti?”
“Belum, Bang. Soal CCTV yang kita beritakan itu belum dibahas atau dibawa ke sidang. Nggak tahu juga apa ada dalam daftar barang bukti…”
“Kenapa ibu Putri malah mati-matian membela Pintor? Kalau memang menantunya yang membunuh, kenapa sampai seheroik itu dia membela?”
Saya jelaskan argumen saya, sebagai analisa saja, bukan fakta hukum,. Kalau saya ibu dari anak saya dibunuh oleh mantu saya, mantu kesayangan, dan saya tahu itu terjadi karena kesalahan anak saya, dan saya pun tahu anak saya memang berengsek, maka ketika menantu saya datang mengakui dengan jujur, maka saya akan bela menantu saya sebisa mungkin. Saya sudah kehilangan anak saya, maka saya tak mau cucu saya pun kehilangan ayahnya karena dipenjara.
“Apa perasaan cucu saya kalau tahu ayahnya membunuh ibunya?” kata saya.
“Penjelasanmu tak logis….”
“Tak logis gimana, Bang? Saya bilang tadi ini memang tak berdasar fakta, hanya analisa dengan logika perasaan saja,” kata saya.
“… tapi menarik. Yang penting kita tak melanggar kaidah jurnalistik, ya. Itu harga mati buat kita. Ini kasus sensitif. Salah sedikit saja, bisa bahaya kita. Kita sudah dicap sejak awal membela Awang dan Runi,” kata Bang Eel.
“Bang, kita tidak membela siapa-siapa. Kita hanya mengikuti logika perkembangan kasus ini. Apa-apa yang muncul di persidangan, juga fakta-fakta yang kita kumpulkan dari berbagai sumber kompeten. Kalau pembaca menyimpulkan begitu, ya berarti pembaca kita kritis dan logis,” kataku.
Ferdy, wartawan yang kami andalkan, yang bekerja seperti tak ada takutnya, yang biasanya tak banyak bicara itu pun omong dalam rapat, “Orang juga mulai ragu dengan keterangan polisi. Orang mulai curiga ini penyelidikan, pengusutan, penangkapan, sampai penetapan tersangka seperti direkayasa, ada yang ditutup-tutupi.”
Sapril menunjukkan foto-foto hasil jepretannya. “Ini yang demo di PN tadi bawa-bawa koran kita,” katanya. Manajer pemasaran kami, Hendra, datang dengan angka-angka kenaikan oplah dan retur. Sudah jauh di atas target. “Direksi minta target tahun ini dinaikin. Kita diminta usulkan angkanya nanti di rapat tiga bulanan di Jakarta,” katanya.
“Edo gimana, supir baru kita enak nyetirnya?” tanya Hendra. Dia orang yang paling jago nyetir di kantor. Kerap mobil pemasaran dari percetakan ke kantor, dan ke agen-agen koran dia setir sendiri. Masih aktif ikut rally dan selalu menang. Dia tak pernah bawa mobil pelan, tapi kalau disopiri dia tenang saja rasanya. Saya minta dia ajari Edo menyetir. Saya bilang enak, dan nyaman. “Siapa dulu yang ngajarin,” kata saya.
Tapi ada laporan tak enak dari pemasaran. Ada satu agen kami, yang tiap hari ambil sekitar 200 koran, hari itu korannya dirampas orang tak dikenal. “Korannya dibuang?” tanyaku. “Dibakar!” kata Hendra.
Aduh, teror apa lagi ini?
Aku berpandangan dengan Bang Eel.
*) Dari komentar pembaca http://disway.id