COWASJP.COM – Minggu pagi pukul 07:30 di Jakarta. Sabtu malam pukul 20.30 di New York. Waktu dan tempat yang beda. Terpisah jauh. Tapi mereka disatukan. Didekatkan. Menjalani aksi bersama.
Puluhan orang di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki menggerakkan tangannya. Mengikuti aba-aba seseorang di New York. Paula Jeanine Bennet Namanya. Di New York ia memberi aba-aba. Puluhan orang di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, mengikuti gerak yang dicontohkan Paula.
Tangan dilipat. Ditempelkan di wajah. Dan aneka gerakan lainnya. Kompak. Serempak. Kendati mereka berada di waktu dan tempat berbeda. Teknologi telah menghidupkan seni. Teknologi membantu sukses kolaborasi.
Begitulah. Paula dari the Juilliard School of Performing Arts, New York bersama Anto Suhartono dari Bekasi, mengawali workshop Kolaborasi Seni. Minggu, 16 Oktober 2022. Mereka menyebut gerakan-gerakan tersebut dengan Pemanasan Wajah Teater. Dari situlah, kolaborasi dengan melibatkan seniman dari berbagai kota dan negara, berjalan. Dan menggapai sukses.
Semua peserta, baik yang hadir langsung di TIM maupun lewat zoom, merasakan atmosfer kolaboratif. Semua pemandu atau pemateri, merasa puas dengan kegiatan workshop yang interaktif ini. "Bathara is making wonderful dance, "komentar Paula yang disampaikan ke Oetari Noer Permadi seusai acara.
Yang dimaksud Bathara adalah Bathara Saverigadhi. Koreografer muda dari Swargaloka, pemegang Rekor Muri. Bathara bersama Grup Ksatria, juara Indonesia Mencari Bakat 2021, tampil ekspresif di acara ini. Bathara mengajak peserta menggambarkan perasaan terhadap Covid 19 yang tak nampak dan harus dilawan! Ia meminta peserta menirukan gerakan-gerakan berupa tarian yang menarik.
Namanya workshop. Maka lebih banyak praktik yang dilakukan oleh peserta. Tak hanya oleh Paula maupun Bathara. Bang Andi Supardi, pesilat Betawi pun mengajak peserta untuk tidak diam di kursi. Andi membimbing gerak dasar Pengasinan dari Silat Betawi.
Aksi Andi juga diikuti oleh Bathara dan kelompok Ksatria. Bahkan juga oleh Oetari Noer Permadi, maupun Paula yang ada di New York.
Andi Saputra (baju merah) memeragakan gerakan Silat Betawi dan diikuti oleh peserta workshop Kolaborasi.
Karena ini workshop kolaborasi, maka gerakan silat Andi Supardi pun dengan iringan karya musik berjudul Suaka (Sanctuary) yang dibuat oleh Paula dan maestro gamelan Dedek Wahyudi. Dedek Wahyudi menjelaskan musik gamelan yang dipakai kolaborasi dengan Paula adalah gamelan Jawa laras Pelog dengan tangga nada pentatonis.
Dedek menyambut suka cita ide kolabarsi yang muncul dari Yayasan Mekar Pribadi. Kolaborasi dalam rangka menjalin kerjasama antara komposer Indonesia dan komposer Amerika Serikat. "Persamaan visi tentang kebudayaan atau kesenian bisa mempererat kebersamaan antarbangsa dalam membangun peradaban dunia yang lebih baik, " ujar Dedek.
Ditambahkannya, pada masa era globlal sekarang ini ekspresi seni pertunjukan idealnya bisa dikomunikasikan/ dinikmati oleh semua umat manusia tanpa membedakan suku dan bangsanya. Dan menurut Dedek, kolaborasi seni kali ini telah bisa menghasilkan karya musik dengan tema yang penting untuk disampaikan pada khalayak.
Dia juga berharap, kolaborasi semacam ini sangat bermanfaat untuk menghasilkan nilai baru, bentuk dan estetika baru di bidang musik pada era sekarang.
Target pertunjukan kolaborasi ini, yakni memberikan pengalaman 'bergotong royong' berkreasi yang asyik bagi remaja, seperti berhasil dicapai. Oetari bisa tersenyum. Upayanya untuk "menyebar virus" kolaborasi antarbenua telah terlaksana. Semoga Festival Budaya Anak Bangsa (FBA) XIV meninggalkan banyak kesan.
Kegiatan FBA mengajak peserta untuk berani bermimpi pentas global dengan membawa rasa lokal, juga telah berjalan baik. Kini tinggal berharap kepada para peserta, yang sebagian besar anak-anak muda, untuk terus mengembangkan nilai-nilai yang didapatnya dari workshop kolaborasi seni kali ini. *