COWASJP.COM – WAKTU Ebes Soegijono jadi Komandan Kodim Surabaya Selatan sekitar tahun 1972, hampir setiap hari Sabtu sore kami diajak ke kantornya di Jalan Kayon. Di halaman belakang Kodim Surabaya Selatan, Ebes membuat sasana tinju. Tempat berlatih serta bertanding para petinju.
Sebagai anak-anak, usia sekitar 12 tahun, kami sangat terkesan dengan pertandingan di sasana yang sangat sederhana itu. Meskipun fasilitas sasana sederhana, tanpa ada ring tinju maupun atap penutup, tetapi para petinju yang berlatih di sasana belakang Kodim itu selalu bersemangat.
Kalau ada pertandingan tinju baik amatir maupun profesional, Ebes juga sering mengajak kami. Karena itu, naluri ketertarikan pada dunia tinju semakin besar dengan makin banyaknya event tinju yang kami tonton. Baik di Surabaya maupun Kota Malang (kampung halaman kami) sebelum kami pindah ke Surabaya karena Ebes menjadi Dandim.
Pada usia 25 tahun (saya lahir 8 Agustus 1960), saya sudah bisa membuat event pertandingan tinju profesional di Malang. Dunia tinju profesional benar-benar lagi booming, dan secara nasional akhirnya Kota Malang mendapat julukan gudang petinju Indonesia.
Beberapa sasana tinju profesional lahir dan berkembang di Malang, seperti Sasana Sawunggaling, Sasana Gajayana yang didirikan Ebes, Sasana Javanoea, Sasana Abu Dorie dan beberapa sasana lain, termasuk Sasana Arema yang sudah aktif sebelum lahirnya klub sepak bola Arema.
Pada usia 25 tahun itu saya sudah berkeliling ke daerah-daerah untuk menggelar event tinju. Sebagai seorang promotor sekaligus manager tinju, sehingga media-media di Indonesia ketika itu menyebut saya sebagai promotor tinju termuda di Indonesia. Usia saya ketika itu, sekali lagi, masih 25 tahun.
Sebagai promotor muda, saya menggelar pertandingan tinju profesional tidak hanya di daerah-daerah di Jawa Timur, tetapi juga di Makassar, Manado, Mataram, bahkan sampai Jakarta dan Irian Jaya, sekarang Papua.
Sam Eddy Rumpoko (ER). (FOTO: kompas.com)
Suatu hari, seorang teman dari Jakarta memiliki ide baru yang belum pernah ada di Indonesia, yaitu menggelar pertandingan tinju di discotic. Maka, terpilihlah discotic Stardust sebagai lokasi untuk menggelar tinju. Ini sesuatu yang aneh di Indonesia, pertandingan tinju digelar di discotic.
Di luar dugaan, acara yang kami gelar itu sukses luar biasa!
Pada waktu itulah saya berkenalan dengan sosok Yorris Raweyai, yang ternyata membiayai gelaran tinju di Stardust itu. Dari perkenalan saya dengan Bung Yorris, saya kemudian mengenal organisasi kepemudaan bernama Pemuda Pancasila, di mana Bung Yorris menjadi ketua Pemuda Pancasila Jakarta. Sampai akhirnya saya kembali ke Malang, saya masih sangat terkesan pada organisasi dan ketuanya itu.
Pada pertemuan saya dengan Bung Yorris di Hotel Jayakarta setelah pertandingan tinju di discotic Stardust malam itu selesai, saya sampaikan kepada Bung Yorris bahwa saya ingin jadi anggota Pemuda Pancasila di Malang. Bung Yorris kaget mendengar apa yang saya sampaikan.
Gayung bersambut, Bung Yorris langsung menjawab dengan mengatakan jangan pulang dulu ke Malang, besok malam saya diajak bertemu Bung Yapto (Yapto Soerjosoemarno). Mendengar saya akan diajak ketemu Bung Yapto sebagai Ketua Umum Pemuda Pancasila, saya senang dan bangga sekali.
Eddy Rumpoko beserta istrinya, Dewanti Rumpoko. (FOTO: Ipunk Purwanto/ Malang Post - jpnn.com)
Benar, besok malamnya bersama Bung Yorris kami bertemu dengan Bung Yapto. Dalam pertemuan itu saya bukannya dijadikan Ketua Pemuda Pancasila Malang sebagaimana yang saya sampaikan, melainkan saya diminta langsung jadi Ketua Pemuda Pancasila Jatim. Saya tidak dapat menolak, karena saya tidak dapat berkata apa-apa sebab sedang merasakan kebanggaan yang luar biasa.
Sejak berkecimpung dengan Pemuda Pancasila selama hampir 35 tahun, saya merasakan sangat banyak ilmu yang saya peroleh. Antara lain tentang loyalitas, tentang dedikasi, kepedulian, gotong royong dan cinta tanah air. Figur Bung Yapto yang sangat nasionalis, sangat mewarnai pengalaman saya dalam berorganisasi.
Banyak ilmu berharga yang saya dapatkan selama menjadi kader maupun pengurus Pemuda Pancasila, baik di pusat maupun di daerah. Saya bisa keliling hampir semua wilayah di Nusantara, serta terbukanya akses yang cukup besar untuk saya.
Sam ER di acara halal bi halal Pemuda Pancasila se Malang Raya. (FOTO: Dok. Sam ER - ameg.id)
Ketika saya akhirnya menjadi kader PDI Perjuangan, saya merasa memiliki bekal dari pengalaman yang saya peroleh ketika saya aktif di Pemuda Pancasila. Saya mengibaratkan telah merasakan terlebih dahulu tempaan yang dahsyat di Pemuda Pancasila, sebelum saya menjadi kader PDI Perjuangan.
Pemuda Pancasila bukan bagian terpenting dalam Republik Indonesia, namun kader Pemuda Pancasila memberikan aroma wangi sebagai patriot bangsa. Jangan hanya melihat baju loreng Pemuda Pancasila, yang lahir 63 tahun tahun lalu, tepatnya 28 Oktober 1959. Tapi rasakan manfaatnya sekarang, pada saat bangsa ini sedang diguncang perpecahan politik ideologi. Sekali Layar Terkembang, Surut Kita Berpantang.(*)
Sahabat ER,
Semarang 28 Oktober 2022.