COWASJP.COM – DI antara 32 negara peserta Piala Dunia 2022, Amerika Serikat adalah negara yang paling tidak saya harapkan menjadi juara dunia. Di luar Jerman, jagoan sejak kecil, saya juga berharap Piala Dunia di Qatar ini mampu mencetak sejarah, ada juara baru dari Negara Dunia Ketiga. Kalau tidak mungkin tidak apa-apa, asal itu tadi, bukan Amerika yang jadi juara.
Karena harapan tadi, saya bahagia sekali saat pertandingan di Grup B, Wales bisa menahan imbang Amerika 1-1. Sayangnya, Inggris yang saya harapkan bisa melumat Amerika, gagal menang. Inggris hanya mampu bermain imbang 0-0.
Klasmen sementara Grup B, Inggris berada di posisi teratas dengan 4 poin, disusul Iran 3 poin, Amerika 2 poin, dan Wales 1 poin. Semua tim di Grup B masih memiliki peluang yang sama untuk lolos ke babak 16 besar, termasuk Iran dan Amerika yang akan bertemu pada laga terakhir babak penyisihan Grup B, Rabu (30/11). Pertandingan ini sangat seru dan menentukan bagi kedua tim. Idealnya, dan harapan saya, Iran bisa mempermalukan Amerika, sang musuh bebuyutan. Iran dan Amerika memang musuh bebuyutan. Bukan dalam dunia sepak bola, tetapi musuh dalam konstelasi geopolitik internasional.
Untuk mengamankan satu kursi di babak 16 besar, Iran harus menang melawan Amerika. Karena jika seri, posisi Iran masih rawan apalagi jka Wales bisa mengalahkan Inggris. Seandainya tiga tim mendapat poin yang sama, 4 misalnya, Iran rawan tersisih karena bisa kalah selisih gol dengan dua tim yang lain. Pada pertandingan pertama di Grup B, Iran kalah 2-6 dari Inggris.
Meski bernada canda, harapan agar Amerika tidak menjadi Juara Piala Dunia sepak bola, bisa diterima banyak orang. Satu-satunya aspek mondial.
BACA JUGA: Der Panzer, Hanya Kekalahan bukan Kegagalan
yang belum bisa dikuasai Amerika adalah sepakbola. Pada bidang lain, militer dan ekonomi, Amerika tak terkalahkan. Bahkan pada event olahraga multicabang seperti Olimpiade, Amerika adalah jawara. Karena itu, saat Amerika Serikat kembali lolos pada kualifikasi Piala Dunia tahun 1990, kelompok anti kemapanan cukup kecewa. Amerika terakhir ikut Piala Dunia pada 1950, kemudian tidak pernah lagi lolos hingga 1990. Tahun 1994, Amerika menjadi tuan rumah Piala Dunia dan kemudian terus lolos hingga tahun 2018. Amerika gagal pada kualifikasi Piala Dunia 2018 di Rusia, namun berhasil masuk menjadi 32 peserta pada Piala Dunia 2022 Qatar.
“Kalau melihat materi timnas Amerika, sulit Amerika bisa menjadi juara Mas,” kata seorang teman yang redaktur olahraga di sebuah media cetak.
Tapi bola itu bundar, segala sesuatu bisa terjadi. Kejutan dari Jepang dan Arab Saudi tidak terjadi lagi pada pertandingan kedua, semoga ada kejutan lagi pada laga ketiga. Posisi Jerman, tim terbaik dalam sejarah Piala Dunia, juga kritis dengan hanya meraih 1 poin dari dua pertandingan. Mengejutkan lagi, Maroko sukses menggilas Belgia 2-0. Pada setiap ajang Piala Dunia, kejutan itu selalu ada. Semoga kejutan seperti itu tidak terjadi di timnas Amerika.
Masyarakat Amerika memang tidak terlalu meminati olahraga seperti sepakbola. Mereka lebih senang dengan American football dan bola basket yang lebih banyak mencetak gol, daripada olahraga olah kulit bundar yang selama 90
menit pun belum tentu tercipta gol. Belum lagi aturan ketat terkait keselamatan pemain dalam sepakbola, sepertinya tidak menarik buat orang Amerika.
“Kalau Amerika juara dunia atau jadi Presiden FIFA (Federasi Sepakbola Internasional), mungkin aturan tentang offside dan kartu merah ditiadakan,” kata teman redaktur olahraga tadi, kembali dengan nada canda. Kami pun tertawa.
Secara geopolitik internasional, Amerika Serikat adalah polisi dunia. Wajar mereka adalah sekutu pemenang Perang Dunia. Apalagi setelah Perang Dingin berakhir dengan runtuhnya Uni Soviet pada 1991, Amerika sudah tidak ada lawan. Semua skenario geopolitik global, praktis ditentukan dunia. Hampir satu abad Amerika menguasai dunia, meski mungkin kendalinya sedikit berkurang dengan bangkitnya Republik Rakyat Tiongkok dalam bidang ekonomi, atau masih tetap kukuhnya kekuatan militer Korea Utara dan Iran. Baik Korea Utara maupun Republik Islam
Iran adalah musuh bebuyutan Amerika adalah konstelasi geopolitik internasional. Kebangkitan Rusia di bawah Vladimir Putin juga menjadi kekhawatiran lain Amerika.
Iran pernah sukses mengalahkan Amerika pada 1979. Saat kelompok oposisi pimpinan Ayatullah Khomaeni sukses menjatuhkan kepemimpinan Shah Reza Pahlevi, rezim boneka Barat. Buntutnya, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Teheran diserbu dan diduduki massa, dan puluhan diplomat Amerika dijadikan sandera. Ini adalah kekalahan besar Amerika di era akhir 1970an, setelah sebelumnya puluhan ribu tentara Amerika harus lari tunggang langgang meninggalkan Vietnam yang tidak bisa mereka kalahkan.
Laga ketiga Grup B antara
Iran melawan Amerika sangat menarik, tidak saja sebagai sebuah pertandingan sepakbola. Tetapi juga sebagai sebuah percaturan geopolitik internasional yang akan menumbuhkan atau melumpuhkan arogansi Amerika. Ayo Iran, kalahkan dan perkecil hegemoni Amerika di dunia melalui sepakbola. ([email protected])