COWASJP.COM – Perkembangan Kota akan diikuti pertambahan jumlah penduduk, yang pada akhirnya diikuti oleh masalah-masalah sosial dan lingkungan. Salah satunya adalah persoalaan sampah yang seolah tiada habis untuk dibicarakan. Timbulan sampah yang kian hari kian bertambah tentunya menjadi persoalan tersendiri khususnya di wilayah perkotaan.
Sampah rumah tangga atau permukiman merupakan sumber timbulan atau produsen sampah terbesar yang mencapai 60 – 70% dari total timbulan sampah. Dalam penelitian terakhir disampaikan bahwa timbulan sampah rumah tangga berkisar 0.67 kg per orang per hari. Jika dikalikan dengan jumlah penduduk di suatu wilayah tentunya jumlahnya menjadi berkali lipat. Sungguh suatu angka yang tidak kecil karena dampaknya terhadap lingkungan tidak bisa diabaikan.
Topik terkait sampah inilah yang diangkat dalam sesi webinar rutin Akademia Noto Negoro (ANN) kali ini. Webinar ke-29, pada Rabu, 7 Desember 2022 bertema “Awas Darurat Sampah!” Diikuti oleh para akademisi, pegiat bank sampah serta para pegiat lingkungan. Pada webinar kali ini narasumber yang dihadirkan adalah Erwan Widyarto (Bank Sampah Griya Sapu Lidi Yogyakarta), Dra. Ambar Teguh Sulistiyani, M.Si, (pengajar Fisipol UGM) dan dipandu Suprapti Widiasih, SE., MA (dosen Administrasi Publik dari Institut STIAMI Jakarta).
Dalam paparannya Erwan menyampaikan bahwa untuk mengatasi darurat sampah yang banyak terjadi di kota-kota besar Indonesia, termasuk di DIY, maka sebagai penghasil sampah, kita tidak boleh tinggal diam. Harus berbuat sesuatu karena sesuai perundangan, setiap penghasil sampah wajib mengelola sampahnya.
Erwan mencontohkan yang dilakukan Bank Sampah Griya Sapu Lidi. Bank sampah ini bertekad mengelola sampah agar menjadi sumber daya dan bermanfaat. Bank Sampah Griya Sapu Lidi yang berada di Perumahan Gumuk Indah, Godean, Sleman sejak awal berdirinya tahun 2007 telah bersepakat dan bertekad menanggulangi sampah di lingkungan perumahannya.
Bank Sampah adalah suatu tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang sudah dipilah oleh nasabah di rumah. Sampah pilah ini oleh Bank Sampah, sebagian besar kemudian dijual ke pengepul yang menjadi bagian industri daur ulang. Sebagian kecilnya dikreasi, digunakan Kembali (reuse) menjadi kerajinan.
Perjuangan yang tidak mudah tentunya karena mengubah mindset dan pola pikir masyarakat terkait sampah bukanlah hal mudah. Sampah dalam pikiran kebanyakan orang adalah zat sisa yang sudah tidak terpakai dan harus dibuang. Kesadaran bersama warga untuk mengurangi timbulan sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir merupakan jalan panjang yang membutuhkan kesabaran.
Salah satu puncak keberhasilan Bank Sampah Griya Sapu Lidi adalah berhasil meraih juara I (Best of the Best) Program Yogyakarta Green and Clean pada tahun 2011. Hingga kini, dengan inovasi “Dewi Olim” yaitu Desa Wisata Olah Limbah maka semangat menyebar virus pengolahan dan pengelolaan sampah terus digalakkan.
Erwan menegaskan, semestinya, jika proses pengolahan sampah benar dalam hal ini proses reduce-nya maka seharusnya hasil pengolahan sampah oleh Bank Sampah semakin berkurang. Namun dalam kenyataannya sekaligus tantangan bahwa budaya masyarakat yang kian konsumtif sehingga terus menimbulkan sampah-sampah baru.
Di sinilah pentingnya mengubah mindset masyarakat dalam berkonsumsi agar tidak semakin membebani lingkungan dan mengubah pola kelola sampah dari “campur, kumpul, angkut dan buang“ menjadi “pilah, olah dan jual.“ Dengan cara ini, sampah yang dikirim ke TPA menjadi sangat kecil. Sehingga bisa ikut mengatasi darurat sampah yang belakangan terjadi di banyak kota karena keterbatasan TPA.
Sejalan dengan paparan narasumber sebelumnya, Dra. Ambar Teguh Sulistiani., M.Si menyampaikan bahwa sampah organik yang dihasilkan oleh rumah tangga harus sudah selesai dari sumbernya. Dengan berbekal aktivitas Pengabdian Masyarakat dalam naungan civitas akademika UGM di salah satu wilayah DIY dilakukan proses pendampingan dalam pengelolaan sampah organik sehingga dapat memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat.
Losida, salah satu teknologi sederhana mengelola sampah organik. Dengan diolah di rumah, sampah organik tidak memenuhi TPA.
Proses pendampingan kepada masyarakat memegang peranan besar. Mengingat, masyarakat terkadang tidak mau mengerjakan lagi program pengolahan sampah jika nilai ekonomis yang dihasilkan berkurang. Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam pengabdian masyarakat menyangkut pengelolan sampah ini. Banyak sekali aspek pemberdayaan yang bisa diambil dari persoalan sampah.
Ditegaskannya, ilmu masalah sampah ini sangat luas. Semakin masuk ke persoalan sampah, kita semakin sadar betapa sedikitnya ilmu yang kita miliki. Ambar lantas mencontohkan betapa berbahayanya dampak dari mikroplastik akibat polusi plastik yang mencemari lingkungan sekitar dan mengancam habitat hidup serta kesehatan. Untuk membahas soal itu, kita mesti belajar lebih lanjut soal plastik, mikroplastik dan dampak buruknya.
Menurut Ambar diperlukan hubungan Tripartit sebagai kolaborasi antara warga masyarakat, pemerintah (dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup) dan sivitas akademika dalam pengelolaan dan pengolahan sampah. Tripartit penting karena peranan pemerintah dibutuhkan untuk menelurkan kebijakan-kebijakan yang menaungi kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah di masyarakat. Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari perguruan tinggi sebagai support dari akademis bisa menjadi salah satu pintu masuk pemberdayaan masyarakat dalam menngelola sampah.
Dalam perkembangannya, tripartite atau Triple-helix tersebut tidak cukup sehingga harus diperluas menjadi Pentahelix. Unsur pentahelix ini adalah Akademisi, Bisnis, Komunitas, Pemerintah dan Media. Pelibatan kalangan usaha (bisnis) ini sangat penting dalam mendorong inovasi pengelolaan sampah. Melalui aktivitas CSR-nya, kalangan usaha bisa menjadi faktor penting yang mendukung keberhasilan tujuan penanganan sampah. Di sinilah, peran perguruan tinggi bisa sangat vital yakni menjadi fasilitator penghubung antara komunitas pengelola sampah dengan pihak dunia usaha agar mengucurkan CSR-nya.
Masih menurut Ambar Teguh bahwa dalam kegiatan pendampingan masyarakat diperlukan adanya keterpaduan yang dirangkumnya menjadi “9 Si”. Yakni Regulasi, Sosialisasi, Partisipasi, Habituasi, Fasilitasi, Eksekusi, Administrasi, Evaluasi dan Sinkronisasi. Harus ada regulasi yang jelas yang kemudian disosialisasikan ke masyarakat agar memunculkan partisipasi. Pemberdayaan harus menciptakan habit yang baru dengan fasilitas yang dirancang dan dieksekusi dengan baik. Program pemberdayaan yang baik harus tertib administrasi, selalu dimonitoring dan evaluasi serta harus ada sinkronisasi dengan program lain.
Sebagai penutup, diperlukan adanya keteladanan dalam pengelolaan dan pengolahan sampah agar menjadi berkah untuk semua. Dan kita harus menjadi contoh sebagai pelaku yang bertanggung jawab pada sampah yang kita hasilkan.
Sosialisasi harus berkelanjutan untuk mengubah paradigma pengelolaan sampah. Caranya dengan mengubah mindset terhadap pengelolaan sampah yang benar. Mulai dari diri sendiri, mengubah pola konsumsi dan mengubah perilaku terhadap sampah. Bisa dilakukan dengan mengubah budaya, mengurangi sampah dari timbulannya, melakukan dan mengajak serta sikap menghargai sampah dan memanfaatkannya. Dengan demikian target zero waste dari sumber timbulannya dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi darurat sampah saat ini.
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah secara resmi disebut sebagai Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) diterjemahkan sebagai suatu sistem penanganan sampah yang direncanakan, disusun, dioperasikan, dikelola dan dimiliki oleh masyarakat. Tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersihan lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.
Salah satu strategi yang banyak diterapkan di berbagai daerah adalah dengan menggalakkan program Bank Sampah. Program ini untuk mengembangkan dan membangun kepedulian masyarakat agar dapat berteman dengan sampah dan bukan bermusuhan dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan. Di sinilah dibutuhkan peran serta masyarakat, pemerintah, dunia usaha, media dan kalangan akademisi.
Dengan kegiatan pengurangan dan penanganan timbulan sampah secara sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan, kita dapat turut serta menjaga keseimbangan Triple Bottom Line yaitu People, Planet dan Profit. Dengan semua bersatu padu berkiprah dan berperan aktif dalam mengelola sampah secara benar, kita akan berhasil menanggulangi darurat sampah. Sebab, darurat sampah terjadi karena ada salah kelola dalam penanganan dan pengurangan sampah.
Dengan keterpaduan pengelolaan dan pengolahan sampah serta selalu mengedepankan berbagai inovasi diharapkan lingkungan yang bebas sampah, bersih, rapi dan sehat yang menjadi dambaan kita bersama dapat segera terwujud. Semoga! (*)