COWASJP.COM – KDRT lagi. Santi Sulistiana (31) dan bayinyi, KM (20 bulan) tewas disiram air keras suami, Rizal (48) di rumah mereka, Cengkareng, Jakarta Barat, Senin (26/12). Kronologi kejadian bisa dijadikan pelajaran.
***
PELAKU kabur. Kapolsek Cengkareng, Kompol Ardhie Demastyo kepada pers, Selasa, 27 Desember 2022 mengatakan, Rizal dikejar polisi. "Identitas jelas, tinggal diburu."
Rizal dan Santi menikah setahun lalu. Identitas Santi dikisahkan Mustofa (49) kepada pers, Selasa, 27 Desember 2022 saat pemakaman Santi dan bayinyi di TPU Kapuk, Cengkareng.
Mustofa mantan suami Santi. Mereka menikah 2008. Dikaruniai tiga anak. Pertama usia 13, ke dua usia 6, ke tiga bayi 20 bulan yang ikut tewas bersama Santi.
Mustofa-Santi bercerai April 2021, karena suatu sebab. Dua anak ikut Mustofa, si bungsu yang waktu itu baru lahir ikut Santi. Setelah cerai mereka tidak bertemu atau komunikasi.
Mustofa: "Setelah dia menikah lagi, dia sering telepon saya, minta uang katanya untuk biaya hidup anak saya yang dia bawa. Setiap bulan saya transfer. Soal suaminya saya tidak tahu, saya dengar mereka nikah siri."
Tentang motif pembunuhan, Kompol Adhie menjelaskan berdasar keterangan saksi, Rizal-Santi sering cek-cok. Terkait apa saja. Puncaknya, Santi menceritakan keburukan orang tua Rizal kepada tetangga. Sehingga Rizal marah. Terjadilah itu.
Saksi mata, Ny Mulyanah (50) tetangga sebelah Rizal, kepada pers menceritakan, Senin (26/12) pagi ia belanja ke pasar. Ia melihat rumah kontrakan Rizal yang kecil itu tertutup. Tapi di dalam terdengar Rizal dan Santi menyanyi karaoke.
Ny Mulyanah: "Sepulang saya dari pasar, mereka sudah berhenti nyanyi. Menjelang siang mereka kedengaran berantem. Tapi, pintu rumahnya tetap tutup. Saya tidak ikut campur."
Tensi pertengkaran terus naik. Sampai puncaknya, Rizal keluar rumah terburu-buru. Sedangkan, Santi menangis meraung.
Mulyanah mendatangi Santi, yang berwajah memerah. Santi teriak kesakitan, mengatakan dia disiram air keras oleh Rizal. Santi teriak sambil menggendong bayi yang juga menangis menjerit-jerit.
Mulyanah: "Saya bener-bener bingung. Juga ngeri ngeliatnya. Wajah Santi merah banget. Paling ngeri liat si orok (bayi) kesakitan banget."
Segera, Mulyanah mengambil si bayi. Berteriak, minta tolong tetangga. Lalu warga berkerumun, mengguyur wajah Santi dan bayi dengan air. Melepuh.
Seketika itu juga Mulyanah mengeluarkan motor, membonceng Santi menuju RS Cengkareng. Si bayi dibawa naik motor oleh tetangga lain.
Mulyanah: "Di motor dia bersandar di punggung saya. Wajah Santi melepuh, mata memutih. Dia terus menangis kesakitan."
Tiba di RS sekitar pukul 15.00. Santi dan bayi langsung ditangani dokter. Si bayi meninggal menjelang Maghrib. Santi meninggal dua jam kemudian. Mulyanah menunggui sampai Santi meninggal.
Sedangkan Rizal, diketahui tetangga, naik ojek online. Kabur.
KDRT berat seperti ini sangat sering terjadi di Indonesia. Meski para pelaku ditindak tegas, tapi kejadian terus berulang. Tidak ada lembaga yang fokus menangani. Komisi-komisi yang ada kurang tanggap. Tidak ada konsistensi tindakan.
Melanie F. Shepard dan Ellen L. Pence dalam buku mereka bertajuk, "Coordinating Community Responses to Domestic Violence: Lessons from Duluth and Beyond" (1999) menjelaskan, di Amerika Serikat (AS) banyak lembaga yang konsisten menangani KDRT. Tapi, paling populer di Kota di Duluth, Negara Bagian Minnesota.
Di Duluth, ada The Domestic Abuse Intervention Project (DAIP). LSM yang konsisten menangani Domestic Violence (KDRT). Buka 24 jam non-stop menerima aduan KDRT. Bahkan, menampung untuk tinggal sementara korban KDRT. Ada ratusan kamar di sana.
DAIP didirikan 1981 oleh warga setempat. Didanai pemerintah federal, negara bagian, juga sumbangan para donatur. Sumber dana lain, menggelar seminar, pendidikan pemberdayaan perempuan dan anak berbayar. DAIP menerapkan subsidi silang, berbayar buat yang kaya tapi gratis buat si miskin.
LAPOR SEBELUM KDRT TERJADI
Sebelum KDRT terjadi, asalkan warga melapor, maka petugas DAIP memberikan pendampingan dan perlindungan calon korban. DAIP bekerjasama dengan polisi lokal untuk mengatasi calon pelaku KDRT.
Buku Shepard dan Pence mengulas berbagai hal tentang kegiatan DAIP dan proses pendampingan korban KDRT. Di situ pusatnya cerita KDRT.
Buku itu sekaligus membantah teori, bahwa pelaku KDRT adalah orang dengan gangguan jiwa. Minimal, orang yang tidak mampu menguasai emosi. "Teori-teori kuno itu, berdasar hasil riset, ternyata tidak benar. Hampir semua pelaku KDRT adalah orang normal, dengan kendali emosi yang normal."
Diulas, ada teori yang menyatakan, pelaku KDRT (mayoritas pria) dibesarkan dari keluarga yang KDRT pula. Itu tidak benar. Karena, tidak semua anak yang dibesarkan begitu, kelak setelah dewasa melakukan KDRT atau jadi korban KDRT.
Mustofa mantan suami korban (49 tahun). (Tangkap layar video Suara.com)
Juga tidak benar, bahwa pelaku mengalami gangguan jiwa. Atau mabuk alkohol, atau mabuk narkoba. Dua zat memabukkan itu hanya jadi alasan bagi pelaku. Atau pemicu ledakan emosi.
Yang benar, KDRT soal kontrol. Dalam banyak budaya, pria adalah pemimpin wanita. Pemegang kendali. Budaya ini jika ditafsirkan pria secara berlebihan, maka menghasilkan sikap, bahwa wanita harus dalam kendali pria. Isteri harus bisa diatur suami.
Ketika terjadi perbedaan pendapat suami dan isteri, maka dianggap wanita harus mengalah kepada suami. Anggapan itu bisa, dalam kurun waktu tertentu, dilakukan wanita. Kalau terus-menerus terjadi, isteri bakal menahan kekesalan. Tapi, suatu saat bakal meledak jadi pemberontakan.
Ledakan kemarahan isteri, ditanggapi suami sebagai pembangkangan atas kendali. Suami merasa kehilangan kendali. Sehingga suami melakukan tindak kekerasan psikologis atau fisik. Jika terjadi kekerasan psikologis atau fisik, otomatis terjadi pembalasan, walaupun dalam diam.
Balas-berbalas invasi psikologis suami-isteri, menghasilkan ledakan lebih besar lagi: Pertengkaran. Di situlah terjadi KDRT.
DAIP aktif membuka konsultasi gratis, sebelum emosi pasutri meledak. Di sana dilakukan pendampingan, membuka komunikasi pasutri, dimediasi petugas DAIP.
TIDAK ADA MEDIATOR DI INDONESIA
Di Indonesia, pihak ke tiga biasanya anggota keluarga (bisa dari pihak suami atau isteri). Pihak ke tiga yang tidak netral, atau dicurigai tidak netral, bakal percuma. Sebab, malah mengobarkan konflik. DAIP lebih tepat, karena pihak luar keluarga yang netral.
Fungsi mediator inilah yang tidak ada di Indonesia. Mengakibatkan banyak KDRT. Sampai pembunuhan.
Di kasus Santi, polisi menduga pelaku sudah menyiapkan air keras. Jika dugaan itu terbukti, kasus ini masuk pembunuhan berencana. Pasal 340 KUHP. Ancaman hukuman mati.
Kasus semacam ini tidak perlu terjadi, jika ada lembaga mediator yang kredibel dan bekerja intensif. (*)