COWASJP.COM – ETOS kerja lelaki yang satu ini memang tak pernah surut, meskipun sudah tidak aktif lagi di dunia jurnalistik. Ketika masih aktif sebagai wartawan Jawa Pos pun pria yang punya tahi lalat di hidung ini suka berbisnis.
Jualan busana lah, alat elektronika lah. Yang pasti semua kegiatan sampingannya ini tidak mengganggu tugas utama jurnalistiknya.
Kini dia sudah pensiun. Namanya Moch Taufiq. Sudah menyandang sebutan mantan jurnalis senior Jawa Pos Grup (Jawa Pos dan Tabloid Nyata). Arek asli Surabaya ini juga sudah hijrah ke Palembang.
Cak Taufiq memutuskan untuk berbisnis kuliner. Dan pilihannya tegas: menampilkan menu Lontong Kikil Surabaya dan Bakso Kikil. Makanan khas Arek Suroboyo. Di Palembang menu ini nyaris belum ada.
"Saya menilai, kedua menu tersebut bisa diterima lidah masyarakat Palembang," alasannya.
Taufiq sudah 13 tahun berdomisili di Kota Pempek itu. Selama di Palembang, dia pernah membuka bisnis media, kontraktor, dan fashion. Namun, kali ini tekadnya sudah bulat untuk total membesarkan usaha kulinernya tersebut.
"Ada sebuah idealisme khsus, mengapa saya memilih Lontong Kikil Surabaya, dan Bakso Kikil sebagai menu bisnis saya," kata Taufiq. "Saya ingin mempopulerkan menu lezat khas Surabaya kepada masyarakat Palembang. Kebetulan taste-nya cocok banget dengan selera orang-orang Palembang," paparnya.
Menurut dia, masyarakat Palembang sangat menyukai menu kaya rempah yang berkarakter agak asam dan asin, serta pedas.
Maka, sejak 23 Desember 2022 dia membuka usaha tersebut di Utopia Collaboration Space, tepatnya di Jalan POM IX Palembang. "Saya sengaja memakai nama saya sendiri sebagai merek dagangnya. Agar lebih gampang diingat, dan juga mempopulerkan istilah 'Cak' yang berarti Mas, atau kakak laki-laki," jelas Taufiq yang selama ini dikenal sukses memimpin beberapa media hiburan milik Jawa Pos itu.
Dia mengaku tidak memiliki persiapan panjang untuk mendirikan 'Cak Taufiq'. "Tidak sampai sebulan untuk mempersiapkannya. Kebetulan saya suka memasak menu yang enteng-enteng," ucapnya, sambil tertawa kecil.
Ibu-ibu pelanggan di rumah makan Cak Taufiq. (FOTO: Dok. Taufiq)
Agar kualitasnya senantiasa terkontrol, Taufiq sengaja berbelanja sendiri semua bahan masakannya. Bahkan dia pula yang mengirisi potongan kaki sapi, tulang rangu, dan daging iga yang menjadi andalan 'Cak Taufiq'.
"Saya juga mmeminta karyawan saya agar semua pesanan sudah diantarkan ke pembeli dalam waktu tidak kurang dari 3 menit," ujar dia, serius.
Kepada karyawannya dia juga menegaskan untuk bersikap familiar kepada konsumen. "Di 'Cak Taufiq'', pelayanannya harus cepat dan ramah," sambung dia.
Menu andalan 'Cak Taufiq' antara lain Lontong Kikil Suroboyo with Bakso Urat Besar, dan Lontong Kikil Suroboyo with Daging Iga yang masing-masing dibanderol dengan harga Rp 35 ribu dan Rp 45 ribu.
"Karakter bisnis kuliner sekarang ini ibarat bisnis fashion. Sangat dinamis, dan ada unsur kekiniannya. Harus bisa mengimbangi selera pasar yang kadang-kadang bergerak relatif cepat," tutur lelaki 55 tahun ini.
Menariknya, belum genap sebulan membuka 'Cak Taufiq', dia diajak salah seorang pembelinya untuk menjalin kemitraan. "Saya diminta untuk membuka waralaba 'Cak Taufiq' untuk dia," ceritanya.
Namun, dia terpaksa menolak tawaran tersebut. "Belum saatnya, karena usaha ini masih perlu jam terbang yang agak panjang dulu. Jadi, tidak semua tawaran manis harus disambar hari ini juga," jelas Taufiq.(*)