COWASJP.COM – ICERITAKAN tentang seorang perempuan bernama Khansa binti Khadam dari kalangan kaum Anshar. Dia dinikahkan oleh ayahnya dengan seorang pria yang tidak dia sukai. Yang masih merupakan anak dari saudara ayahnya itu. Dengan maksud mengangkat derajat anak saudaranya itu.
Lalu dia mengadu kepada Rasulullah Saw. Dan Nabi Besar Muhammad Saw. menjawab dengan lugas: “Terserah kepada engkau. (Artinya: Kalau engkau tidak suka, aku pisahkan kalian)”. (HR. Ibnu Majah, Imam Ahmad dan An-Nasa’i).
Ini suatu pertanda bahwa Nabi pun tidak mengizinkan pemaksaan seperti itu.
Dialog Nabi Muhammad dengan seorang wanita Anshar dari Madinah di atas menggambarkan betapa emansipasi wanita itu ada di dalam ajaran Islam. Tidak seperti yang digambarkan banyak tokoh orientalis Barat. Dari zaman dahulu sampai sekarang. Bahwa kaum wanita di dalam Islam itu tertindas haknya.
Padahal 14 abad silam telah dilakukan perubahan yang sangat dahsyat. Bahwa kesetaraan itu telah diciptakan Islam dengan diutusnya Rasulullah Muhammad Saw. yang mampu mengubah kebiasaan buruk kaum jahiliyah Quraisy. Di antaranya, menguburkan hidup-hidup bayi perempuan mereka? Karena, menurut mereka, sangat memalukan jika seorang isteri melahirkan anak perempuan. Karena perempuan dianggap sebagai lambang kehinaan.
Sehubungan dengan perlakuan bangsa Quraisy terhadap anak-anak perempuan mereka, bahkan pernah ada tuduhan yang dihadapkan pada Khalifah Kedua Umar bin Khattab. Yang dituduh pernah menguburkan anak perempuannya di masa jahiliyah.
Tapi bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa tuduhan itu tidak benar. Tidak ada satu kitab pun di kalangan ulama terkemuka yang membenarkan tuduhan itu. Kecuali dalam kitab-kitab yang ditulis oleh kaum Syi’ah Rafidhah. Karena kebencian mereka kepada khalifah kedua itu.
“Setelah riset dalam kitab-kitab hadits dan takhrij, saya tidak menemukan rujukan, kecuali dalam kitab-kitab Rafidhah (Syi’ah). Sehingga, nihilnya nara sumber yang berasal dari kitab-kitab sunnah, hadits, atsar, serta buku-buku sejarah itu merupakan sebuah bukti absah terhadap kebohongan kabar tersebut.” Demikian dikemukakan pakar sejarah dan aqidah dari Arab Saudi, Dr. Shalih Al Ushaimy.
Bagaimanapun, anak pertama Umar adalah Hafshah binti Umar. Yang lahir lima tahun sebelum kenabian. Dia bahkan kemudian dipersunting Rasulullah Muhammad sebagai salah satu isterinya. Sehingga orang mengenalnya dengan sebutan Sayyidah Hafshah binti Umar. Seorang perempuan berilmu yang sangat kuat hafalannya. Sehingga dia dinobatkan sebagai penulis Alqur’an yang pertama.
Perempuan-Perempuan Perkasa
Tentu saja jalan hidup Hafshah menjadi bukti nyata bahwa Umar tidak pernah membunuh anak perempuannya. Apalagi menguburnya hidup-hidup. Sebagaimana kebiasaan kaum jahiliyah Quraisy.
Tentu saja, cerita jalan hidup Hafshah bukanlah satu-satunya contoh betapa Islam begitu memuliakan kaum wanita. Tidak hanya menyamakan kedudukan dan derajatnya dengan kaum pria, melainkan juga mendudukkannya pada tempat yang paling tinggi. Sabda Rasul: “Jika seorang wanita menunaikan salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, menjaga kehormatannya dan menaati suaminya, niscaya akan dikatakan padanya: Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad).
Hadist Rasul di atas menggambarkan betapa tingginya Islam menempatkan derajat kaum perempuan. Tidak ada hadist yang mengatakan bahwa kaum lelaki bisa masuk surga dari pintu mana pun yang mereka mau.
Meski demikian, di dalam Islam, kaum wanita tidak hanya ditempatkan di menara gading yang tinggi di awang-awang. Sehingga ibarat layang-layang yang tidak diketahui di mana tempat hinggapnya. Tapi Islam memberi peluang untuk menjadi perempuan-perempuan perkasa. Dalam hal ini, kita mengenal bagaimana peran Siti Khadijah, Aisyah, dan Fatimah dalam mendukung dakwah Rasul. Yaitu dengan sumbangan pikiran, harta dan dorongan semangat yang tak pernah patah. Bahkan di saat-saat kritis, ketika Rasulullah terpuruk dalam perjalanan dakwahnya yang maha berat.
Di samping perempuan-perempuan agung di atas, di dalam Islam dikenal pula sejumlah perempuan yang bisa disebut perempuan-perempuan perkasa. Dalam hal ini tersebutlah Nusaibah binti Ka'ab. Yang dikenal dengan nama Ummu Imarah. Seorang wanita pemberani yang berulang kali ikut terjun dalam peperangan-peperangan maha dahsyat bersama Rasulullah.
Dalam Perang Uhud, ketika bala tentara Islam kucar-kacir menghadapi serangan musuh, karena menyalahi perintah Rasul, sementara pasukan Quraisy terus merangsek maju sehingga Rasulullah terdesak. Di saat itulah Nusaibah merangsek maju menghadang musuh yang hendak mencelakai Rasulullah. Dengan ganas dia menebas-nebaskan pedangnya ke kiri dan kanan. Sehingga menjadi satu-satunya perisai untuk melindungi Rasulullah kala itu.
Sangat mengagumkan ketika Rasulullah sendiri menceritakan pengalamannya dalam peperangan maha dahsyat itu. Dalam sabdanya: “Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri pada pertempuran Uhud, kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku.”
Ketika Rasulullah melihat Nusaibah terluka, beliau bersabda, "Wahai Abdullah (putra Nusaibah), balutlah luka ibumu! Ya Allah, jadikanlah Nusaibah dan anaknya sebagai sahabatku di dalam surga."
Wanita yang bersama Rasulullah ketika menunaikan Baitur Ridhwan – yaitu mengucapkan janji setia berisi kesanggupan untuk mati syahid di jalan Allah – ini pun memperlihatkan keperkasaannya dalam Perang Yamamah di bawah kepemimpinan Khalid bin Walid. Bahkan dalam peperangan yang satu ini dia kehilangan salah satu tangannya karena ditebas musuh.
Seorang perempuan lain yang tidak kalah perkasa adalah Khaulah binti Azur. Yang disebut-sebut sebagai muslimah yang gemar bermain pedang dan tombak sejak masa kanak-kanak. Dia merupakan salah seorang perempuan tangguh yang terlibat peperangan melawan pasukan Romawi di bawah Khalid bin Walid. Dan ketangkasan Khaulah bermain pedang dan tombak ikut mendongkrak semangat bala tentara Islam dalam sejumlah peperangan berikutnya.
Pesan Rasulullah
Dari sekian banyak nama perempuan yang pernah dikisahkan dalam lembaran sejarah Islam, mengapa wanita itu begitu dimuliakan?
Tidak syak lagi begitu banyak hadist Nabi yang menyebutkan kemuliaan wanita. Saking mulia dan tingginya kedudukan kaum perempuan bahkan ia dimasukkan sebagai salah satu nama surah di dalam Alqur’an. Yaitu Surah An-Nisa’. Tidak ada nama surah Ar-rijal (lelaki) di dalam kitab suci Alqur’an.
Dalam sebuah hadist disebutkan: “Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah: ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah seharusnya aku harus berbakti pertama kali?’ Rasulullah memberikan jawaban dengan ucapan ‘Ibumu’ sampai diulangi tiga kali. Baru kemudian yang keempat Nabi mengatakan ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Meski demikian, dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan Tirmidzi, disebutkan: “Saya (Rasulullah Saw) berdiri di depan pintu neraka. Kebanyakan orang yang masuk neraka adalah perempuan.”
Bagi para musuh yang tidak senang dengan ajaran Islam, kontradiksi di antara hadist di atas tentu dengan mudah dijadikan bahan penting untuk mendiskreditkan ajaran Islam. Tapi bagi seorang muslim, kontradiksi itu tidak ada. Karena di dalam Islam setiap perbuatan akan dibalas dengan balasan yang setimpal.
Kebaikan akan dibalas dengan pahala. Buah akhirnya dalah surga. Kejahatan akan diganjar dengan dosa. Hasil akhirnya adalah neraka. Di dalam Islam tidak ada konsep penebusan dosa. Karena di dalam Islam, setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.
Karena itulah betapa pentingnya peringatan untuk kaum perempuan. Agar mereka, paling tidak berpegang pada nasehat Rasulullah Muhammad Saw., seperti yang beliau sampaikan kepada puteri beliau, Fatimah Az-Zahra:
Pertama, Wahai Fatimah! Sesungguhnya wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, kelak Allah akan ditetapkan baginya kebaikan dari setiap biji gandum yang diaduknya. Dan Allah juga akan melebur kejelekan serta meningkatkan derajatnya.” Dan “Wahai Fatimah! Sesungguhnya wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah akan menjadikan antara neraka dan dirinya tujuh tabir pemisah.”
Kedua, “Wahai Fatimah! Sesungguhnya wanita yang meminyaki rambut anak-anaknya, lalu menyisirnya dan kemudian mencuci pakaiannya. Maka Allah akan tetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.”
Ketiga, “Wahai Fatimah! Sesungguhnya wanita yang membantu kebutuhan tetangga-tetangganya, maka Allah akan membantunya untuk dapat meminum telaga Kautsar pada hari Kiamat nanti.”
Keempat, “Wahai Fatimah! Yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridha kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah Fatimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah.”
Kelima, “Wahai Fatimah! Di saat seorang istri melayani suaminya selama sehari semalam, dengan rasa senang dan ikhlas, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau. Dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Allah pun akan memberikan kepadanya pahala seratus kali ibadah haji dan umrah.” (*)