COWASJP.COM – JAKARTA – Sejatinya, INKAI (Institute Karate-Do Indonesia) adalah perguruan karate tertua dan terbanyak di Indonesia. Sayang, dalam perjalanannya banyak oknum pengurus yang melenceng. Akibatnya, terjadi degradasi, baik di bidang prestasi maupun moral.
Pernyataan tegas itu disampaikan Prof Hermawan Sulistyo, sosok senior yang sudah puluhan tahun malang-melintang di dunia karate, termasuk di kepengurusan INKAI. “Per Desember 2022, saya mundur dari kepengurusan INKAI. Mundur bukan berarti apatis, tetapi mundur untuk maju menjebol dan membangun tatanan baru di tubuh organisasi INKAI pusat,” ujar Kikiek, di kantornya, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Laiknya “king maker”, ia menemukan sosok “jago” yang dinilai pantas menduduki kursi tertinggi di Pengurus Pusat INKAI. Sosok itulah yang sekarang ia dukung. “Saya akan fight hingga dia terpilih sebagai Ketua Umum PP INKAI dalam MKB mendatang. Setelah itu, saya fokus mengurus dojo saya. Dojo Renzo,” ujar doktor lulusan Arizona State University, Amerika Serikat, itu.
Sosok yang dimaksud Prof Kikiek adalah Mayor Jenderal TNI Herianto Syahputra, S.I.P., M.Si. Sebagai perwira tinggi TNI-AD, ia menjabat Koordinator Staf Ahli Panglima TNI. Sedangkan, di INKAI, Heri adalah Ketua Pengprov Inkai DKI Jakarta 2019-2023.
Prof Kikiek tampil di barisan paling depan sebagai pendukung Mayjen Herianto memuncaki kepengurusan INKAI. “Visinya sangat bagus. ‘INKAI Prestasi Mendunia, Baik Prestasi Olahraga Maupun Prestasi Moral’,” tegas Kikiek.
Problem utama INKAI saat itu memang dua hal itu. Tidak ada prestasi yang mendunia, dan moral yang buruk.
“Sejak MKB tahun 2017, sudah menjalankan praktik kotor untuk meraih dukungan. Dalam perjalanan, juga banyak melanggar norma-norma karate. Ada banyak. Satu saja saya sebut sebagai contoh. Sejak tahun 2015 PP INKAI tidak pernah ada laporan pertanggungjawaban keuangan yang jelas,” tambahnya.
Sampai pada tahap tertentu, Kikiek masih berharap ada perubahan, dan bertahan. Akan tetapi, ketika pengurus pusat INKAI mulai menginjak-injak aturan dan etika, nalar sehatnya berontak. Ditambah, praktik-praktik intimidatif terhadap atlet karateka. “Begitu mereka mulai menginjak anak-anak (karateka), naik darah saya!” tandas Prof Hermawan Sulistyo. (*)