COWASJP.COM – Di rumah sakit, tidak ada pengobatan khusus untuk pasien HNP (hernia nukleus pulposus) alias syaraf terjepit. Dokter hanya memberikan dua treatment: obat (pereda nyeri dan relaksasi syaraf) dan fisioterapi. Jika tidak efektif, pilihannya dua: operasi atau berobat (alternatif) sendiri.
***
“APA yang dirasakan Mas Tofan sekarang?” tanya seorang teman lewat telepon setelah mendengar saya terkena HNP dan dirawat di RS.
“Saya tidak bisa berdiri, apalagi jalan kaki. Jika dipaksakan berdiri, kaki mulai paha, lutut, dan betis sakit, nyeri sekali. Belum pernah merasakan sakit kayak gini. Apalagi kaki kanan, begitu berdiri, di bawah paha seperti ada bambu yang menusuk kaki sampai ke lutut. Ampun deh. Terkadang, saat malam, nyeri tiba-tiba datang, tidur pun sampai nangis.”
Ini hari ke-10 saya rawat inap di RS. Rekor opname terlama dalam sejarah hidup saya. Lima hari di sebuah RS swasta di timur Jakarta, sisanya hingga hari ini di sebuah rumah sakit swasta di dekat rumah. Sengaja minta pindah karena pelayanan RS yang pertama tidak sesuai harapan.
Keluhan awal memang sakit di pinggang. Namun setelah menjalani dua sesi fisioterapi, rasa sakit bergeser dari pinggang ke kaki. Sampai hari ini, rasa sakit berputar di kaki, kanan dan kiri. Nyeri menjalar ke kaki ini sesuai dengan hasil MRI saya, yang terkena (terjepit) pada syaraf pinggang bawah belakang, L3 L4. Ruas L3 dan L4 ini adalah pusat jaringan syaraf ke kaki.
Syaraf terjepit terjadi saat bantalan ruas penyangga tulang belakang (bentuknya seperti kapsul seperti cairan) pecah dan bergeser hingga menekan syaraf.
Bantalan ini berfungsi untuk menjaga kelenturan sistem kerja tulang belakang. Karena satu dua hal, seperti benturan dan salah posisi saat mengangkat beban, bantalan tadi bisa pecah sehingga menekan syaraf tepi di tulang belakang.
BACA JUGA: Berawal dari Angkat Koper, Pinggang Kedengkek
Terkena HNP boleh disebut sedang sakit atau tidak sakit. Dibilang sakit, badan segar bugar. Tensi baik, suhu baik, detak jantung normal, pun tidak ada kelainan hematologi. Dibilang sehat, tidak juga karena nyatanya tidak bisa berdiri dan berjalan, dan sering berteriak kesakitan.
“Sabar ya Pak, pengobatan syaraf memang lama dan perlu waktu. Diikuti saja prosesnya,” kata dokter spesialis syaraf yang menangani saya.
“Iya Bu dokter,” jawab saya.
Ratusan japri saya terima dari sahabat, teman, dan saudara. Isinya menyemangati, meminta sabar, dan sebagian berbagi pengalaman sebagai “alumnus” syaraf terjepit. Saya terharu dan terima kasih karena itu adalah mood booster dalam melewati situasi sulit sepert ini.
Saya sendiri, hingga hari ini, insyaAllah sehat dan baik-baik saja. Kehadiran teman-teman membantu menghilangkan kejenuhan di kamar rumah sakit. Anak istri selalu setia mendampingi. Setiap proses treatment saya nikmati, namun yang lebih mengasyikkan dan membuat ngakak adalah saat fisioterapi, berkumpul dengan para HNPers yang sedang terapi, baik yang masih opname maupun yang sudah rawat jalan.
Tofan Mahdi disambangi para sahabat. (FOTO: Dok. Tofan Mahdi)
“Allahu Akbar. Ya Allah. Ampun Tuhan, maafkan aku Tuhan. Salah apa aku Tuhan. Adduuhhhh, gak kuaaat lagi. Jangan keras-keras angkatnya. Kapok ya Allah.”
Biasanya setelah lega usai berteriak, kami para HNPers saling berkenalan.
“Saya baru selesai operasi Pak, tapi masih ada nyeri,” kata seorang Bapak di balik bilik terapi sebelah saya.
Teriakan-teriakan keras di ruang fisioterapi seperti itu, mungkin yang nanti akan saya rindukan setelah sembuh dari syaraf terjepit ini. Semoga segera sehat untuk diriku sendiri.(Bersambung)
Penulis: Tofan Mahdi, Mantan Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos. ([email protected])