COWASJP.COM – SURYA PALOH di atas angin. Paling tidak begitulah pandangan sebagian orang melihat sejumlah perkembangan dalam dinamika politik nasional dalam beberapa hari belakangan ini.
Betapa tidak, Jokowi justru mengundang – ada yang membahasakan “memanggil” – Surya Paloh ke istana, setelah Ketum Partai Nasdem itu melancarkan kritik keras kebijakan Jokowi soal revolusi mental. Seperti dilontarkannya saat kegiatan Apel Siaga Perubahan Partai NasDem di Gelora Bung Karno, pada Minggu (16/7/2023).
Revolusi mental, menurut Surya Paloh, sejalan dengan visi Nasdem dalam menyongsong perubahan yang akan membuat bangsa dan negara ini mengalami kemajuan yang pesat. Sehingga dia all out memberikan dukungan kepada pemerintahan Jokowi. Tidak hanya dukungan partai, tapi bahkan seluruh potensi yang dia miliki. Termasuk media Metro TV dan Harian Media Indonesia, untuk mendukung pemerintahan Jokowi.
Tapi “sayang seribu sayang” – begitu istilah Surya Paloh dalam pidato politiknya di Gelora Bung Karno beberapa hari lalu – ternyata hal itu tidak berjalan sesuasi harapan. Sehingga dirinya membangun slogan “perubahan” dalam menyongsong penyelenggaraan pemilu 2024. Dengan menetapkan Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal calon presiden (Bacapres) pilihan Nasdem.
Langkah Surya Paloh yang menetapkan Anies sebagai Bacapres tanpa terlebih dahulu mendiskusikannya dengan Jokowi bisa dipandang sebagai sebuah pembangkangan terhadap presiden. Sebagai ketua umum partai yang berada dalam lingkaran kekuasaan pendukung Jokowi sejak pemilu 2014, sikap “mbalelo” yang diambil Surya Paloh tentu membuat marah Jokowi.
Karenanya Jokowi dianggap telah memberikan peringatan keras kepada Paloh dengan dengan beberapa keputusan yang di mata banyak orang merupakan hukuman atas sikap mbalelonya itu.
Pertama, pentersangkaan Menkominfo non aktif Johny G. Plate yang tidak lain adalah Sekjen Partai Nasdem. Terlepas dari adanya tindakan pidana korupsi yang dituduhkan kepadanya, hal itu tidak bisa dilepaskan dari keputusan presiden memberikan hukuman terhadap Surya Paloh maupun Nasdem.
Kedua, tersiarnya isu bahwa kader Nasdem yang lain – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar – juga akan dihadapkan pada kasus hukum yang sama.
Sebagai bagian dari tudingan yang sering dihadapkan pada pemerintah. Yaitu merangkul kawan koalisi dan memukul lawan oposisi.
Ketiga, tidak diundangnya Surya Paloh dalam pertemuan Jokowi dengan para ketua umum partai politik pendukung pemerintahan di Istana Negara, Selasa (02/05/2023) lalu. Satu kenyataan yang membuat kecewa Bos Media Indonesia grup itu. Sehingga dengan terus terang dia menyatakan, presiden mungkin tak lagi menganggap partainya sebagai pendukung pemerintah.
Keempat, tidak diundangnya Surya Paloh oleh Jokowi dalam pesta besar-besaran nan meriah pernikahan putera bungsunya Kaesang Pangareb dan Erina Gudono, di Solo, 10 Desember 2022 silam.
Kepada wartawan Ketum Nasdem itu berdiplomasi bahwa dia tidak bisa hadir dalam pesta pernikahan Kaesang dengan Puteri Indonesia DIY 2022 itu, karena dia sedang menjalani perawatan kesehatan di Jerman.
PATAH ARANG
Karena itu, meskipun Surya Paloh tetap pada komitmennya mendukung pemerintahan Jokowi sampai 2024 dengan tidak menarik kadernya yang duduk di pemerintahan, hubungan keduanya bisa dipandang sudah patah arang. Politisi senior asal Nangro Aceh Darussalam itu terus ditekan, agar menghentikan dukungannya terhadap Anies. Dan Koalisi Perubahan dan Persatuan yang dia bangun bersama PKS dan Demokrat pun diobok-obok.
Paling tidak, pertama, dengan upaya KPK yang hendak mentersangkakan Anies dalam dugaan korupsi Formula E, sehingga isu Apenjegalan terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta itu kian berhembus kencang.
Kedua, dengan upaya Kepala Staf Presiden Moeldoko untuk “mencopet” kepemimpinan Partai Demokrat dari tangan Agus Harimurti Yudhoyono.
Seperti diketahui, setelah beberapa kali sidang gagal, Jenderal yang mantan anak buah Presiden Susilo Yudhoyono itu malah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Lagi-lagi hal itu dianggap sebagai perintah istana kepada Moeldoko.
Karenanya jadi aneh kalau tiba-tiba Jokowi mengajak Surya Paloh untuk bertemu di istana. Bagaimanapun, sebagian orang tentu berpikir, pernyataan keras Surya Paloh yang mengkritik slogan revolusi mental Jokowi itu adalah puncak perseteruan dirinya dengan Presiden Jokowi. Sehingga sebagian orang akan berpikir, Jokowi akan memberikan hukuman yang lebih keras kepada Nasdem, ketika Jokowi masih sangat berkuasa sebagai presiden.
Lebih aneh lagi, Jokowi yang dianggap akan mengambil tindakan yang lebih keras terhadap Nasdem maupun Surya Paloh ternyata malah mengambil sikap yang sangat lunak. Dalam reshuffle kabinet terakhir, ternyata dua kader Nasdem Syahrul Yasin Limpo dan Siti Nurbaya Bakar tidak dicopot dari jabatannya. Dalam melantik satu menteri, lima wakil menteri dan dua anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di istana negara (17/07/2023) lalu, kedua kader Nasdem itu tampak hadir di antara para menteri.
Tak pelak semua itu melahirkan sejumlah spekulasi bahwa Jokowi sudah “menyerah”. Sebagai puncak kekalahan dari sejumlah pertarungan yang dia buat sendiri. Dari cawe-cawe menyongsong pemilu 2024, dengan tujuan mengamankan diri dan keluarganya dari kemungkinan adanya tuntutan kasus hukum bila kelak tidak berkuasa lagi. Di samping juga mengamankan beberapa proyek mercusuarnya – terutama proyek Ibukota Negara (IKN) dan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) – agar bisa terus berlanjut.
Bagaimanapun upaya Jokowi menjadi King Maker, dengan menggadang-gadang Gubernur Jateng Ganjar Pranowo sebagai Bacapres ternyata tidak sesuai dengan harapan. Ketika tiba-tiba Ganjar di-“rebut” Megawati sebagai Bacapres dari PDIP. Satu kenyataan yang melahirkan sikap ambiguitas Jokowi, antara terus mendukung pencapresan Ganjar atau lebih melirik Ketum Gerindra Prabowo Subianto untuk dia dukung.
Pernyataan Megawati yang berkali-kali menyebutnya petugas partai tentu memuakkan sekaligus mengecewakannya. Bisa jadi juga bahkan menyakitkan ketika sebutan “petugas partai” itu masih digaungkan saat dia sudah menjadi presiden. Hal itu dan sejumlah persoalan lain tak pelak membuat hubungan Jokowi dan Megawati kian renggang.
Pertanyaannya sekarang: Apakah mendukung Prabowo itu langkah yang tepat? Bisa jadi Ketum Gerindra itu memang bisa diharapkan untuk mewujudkan keinginannya. Yaitu mengamankan diri dan keluarganya serta melanjutkan proyek IKN dan KCJB sesudah lengser kelak. Persoalannya, apakah Prabowo bisa dipastikan menang?
Sementara Anies yang walaupun dalam sejumlah survey selalu jeblok, selalu di urutan paling buncit, namun di mata Jokowi kini dialah yang terbaik. Bukan tidak mungkin kini Jokowi menyadari, mantan Mendikbud yang dulu dia copot itu bak meteor yang terus melesat cepat. Tidak terbendung. Ke mana pun dia pergi selalu disambut massa rakyat yang melimpah.
Sehingga segala bentuk penjegalan terhadap dirinya harus segera diakhiri. Dan keputusan Jokowi bertemu Surya Paloh adalah sinyal kuat bahwa Anies akan diberi peluang.(*)