COWASJP.COM – JANGAN pernah berpikir bahwa Amok Rempang itu akan mudah berakhir, meskipun rakyat yang melakukan perlawanan keras beberapa hari terakhir tampaknya akan tetap tersingkir. Dengan keputusan pemerintah untuk tetap melakukan penggusuran, atas nama pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.
Buktinya, meski mendapatkan protes dari banyak pihak, satuan-satuan keamanan gabungan Polisi, Satpol PP dan TNI yang bentrok dengan masyarakat di pulau Rempang masih terus melakukan tekanan. Dengan menggunakan water canon dan gas airmata. Bahkan menangkapi sejumlah pendemo, yang kemudian ditelanjangi setengah badan. Lalu mendesak warga agar segera mendaftarkan rumah dan tanah mereka untuk direlokasi.
Karenanya, menurut laporan Tempo.Co, Kamis (14/9/2023), sekitar 87 rumah/Kepala Keluarga (KK) sudah mendaftar. Tapi persoalannya masih terlalu banyak warga yang menolak. Pendafataran yang ditargetkan adalah 650 KK. Dengan demikian pencapaiannya masih terlalu jauh. Masih ada 563 target yang belum terjangkau. Padahal warga sudah diultimatum bahwa tenggat waktu pendaftaran paling akhir adalah tanggal 20 bulan ini (September 2023).
Tentu saja ini sangat jauh dari target. Sebagian besar warga masih bertahan dan menolak penggusuran lahan dan rumah mereka. Alih-alih menuruti perintah pihak keamanan, mereka justru memberikan perlawanan yang kian keras. Sebagian dari mereka bahkan meneriakkan bahwa mereka siap mati untuk membela tanah kelahiran dan warisan leluhur mereka.
Perlawanan itu kini bahkan berkembang dengan membawa-bawa nama “Melayu”. Yang tentu saja dapat membangkitkan semangat solidaritas Melayu dari berbagai daerah di tanah air. Sehingga gaung perlawanan Melayu itu kini berkembang sedemikian rupa. Eskalasinya berlangsung cepat dan terus meningkat.
Meski demikian, kita dapat merasakan betapa menyedihkan nasib ribuan warga yang menghuni pulau Rempang. Mereka akan menangis. Cepat atau lambat akan terusir dari tanah kelahiran yang telah mereka huni sejak beberapa generasi. Hampir selama 200 tahun. Tepatnya sejak 1834. Jauh sebelum republik ini lahir.
Betapa pun, pemerintah memang sudah memutuskan bahwa kerjasama investasi dengan perusahaan Cina atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pulau Rempang itu harus berlanjut. Keputusannya, kawasan Rempang harus sudah kosong paling lambat 28 September mendatang. Tidak peduli seberapa besar pun perlawanan rakyat. Sesuai kesepakatan yang telah dibuat dengan perusahaan Cina, China Xinyi Grup. Yang akan berpartner dengan Pt. Makmur Elok Graha (MEG), perusahaan milik taipan Tomy Winata, dalam membangun proyek Rempang Eco-City.
Petugas gabungan terus mendatangi rumah-rumah warga. Badan Pengusahaan (BP) Batam juga terus melakukan sosialisasi kepada warga, agar mereka segera mendaftarkan rumah yang terdampak pembangunan Rempang Eco-city.
Sosialisasi yang terus digencarkan itu antara lain dengan menyebarkan stiker dan spanduk. Termasuk dengan memberikan iming-iming bahwa setiap keluarga akan diberi jatah rumah tipe 45 di atas tanah seluas 500 meter persegi.
Persoalannya, apakah rakyat lantas percaya, setelah menyadari begitu banyak janji Presiden Jokowi yang tidak ditepati? Dengan kemajuan teknologi digital sekarang, rakyat jangan dianggap bodoh. Mereka sudah bisa menebak bahwa obral janji pemerintah selama ini terlalu sering palsu.
Jangan lupa, rakyat masih ingat janji kampanye Jokowi di Batam menjelang Pilpres 2019 lalu. Saat melakukan orasi politik di Kompleks Stadion Temenggung Abdul Jamal, Kota Batam, Sabtu, 6 April 2019, Jokowi yang berstatus calon presiden nomor urut 01, menjanjikan sertifikasi tanah bagi Kampung Tua yang selama ini status tanahnya masih tumpang tindih. Dan Jokowi bahkan menjanjikan bahwa sertifikat tanah di Kampung Tua itu akan diberikan paling lambat dalam tempo 3 bulan.
Kenyataannya, janji tinggal janji. Tidak pernah ditepati. Yang ada sekarang rakyat kampung tua yang memenangkan Jokowi dalam Pilpres 2019 malah dikhianati. Karena sertifikat yang dijanjikan itu tidak pernah diberikan. Sebaliknya mereka malah dihadapkan pada aksi penggusuran sepihak. Tanpa melalui sebuah keputusan pengadilan. Tapi dengan cara-cara represif menggunakan aparat gabungan.
Diprotes Banyak Pihak
Meskipun diprotes banyak pihak – termasuk dari dua organisasi muslim terbesar PP Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU) – keputusan pemerintah untuk menggusur dan merelokasi penduduk asli Rempang itu tampaknya tidak akan berhenti. Karena pemerintah sudah kadung mengikat janji dengan sebuah perusahaan Cina. Bahwa pengosongan lahan untuk kepentingan pembangunan proyek Rempang Eco-City harus selesai paling lambat 28 September mendatang.
Karena itu, dengan menggunakan satuan-satuan keamanan gabungan pemerintah tampaknya sudah tidak sabar untuk segera menuntaskan pengosongan kawasan Rempang itu. Apalagi belakangan sudah beredar pula kabar bahwa China Xinyi Group yang akan membangun pabrik kaca dan solar panel terbesar kedua di dunia setelah cina mulai mengancam. Mereka akan membatalkan rencana investasi lebih dari Rp. 300 triliun itu, bila pemerintahan Jokowi tidak mampu penuhi janji kesepakatan.
Persoalannya, apakah mungkin itu dilakukan dalam tempo yang teramat singkat? Tidak lebih dari dua minggu. Dengan menggusur 16 perkampungan tua yang telah didiami penduduk setempat turun temurun selama hampir 200 tahun. Mereka yang kini terancam kehilangan harapan. Bukan lagi untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Tapi lebih dari itu, untuk sekadar membayangkan bagaimana harus menjalani kehidupan di tempat yang baru. Yang jauh dari lingkungan tempat mereka mencari makan selama ini.
Dan penguasa tampaknya tidak peduli akan hal ini. Presiden Jokowi ketika ditanya soal Amok Rempang 7 September lalu sepertinya malah menganggap remeh persoalan itu. Karena, menurut presiden, persoalan yang terjadi di Rempang hanyalah masalah komunikasi.
Dan sebelumnya viral juga pernyataan Menkomarinves Luhut Binsar Panjaitan, yang mengancam akan membuldozer siapa saja yang menghalangi masuknya investasi. "Dengan segala kemampuan yang ada pada saya, saya pasti 'buldoser'. Jadi jangan bapak dan ibu sekalian ada yang menghambat izin," imbuh Luhut dalam Rakornas Investasi 2022, yang dikutip dari keterangan tertulis, seperti dilansir CNN Indonesia, Kamis (1/12/2022).
Selain itu, yang tidak kalah mengagetkan adalah pernyataan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang tidak kalah viral.
Banyak pihak yang tidak habis pikir, kenapa Panglima TNI mengeluarkan pernyataan yang emosional dan nihil pikir. Karena akan mengirimkan 1000 prajurit untuk menghadapi 1000 warga yang berdemo. “Cukup dengan mengirimkan 1.000 orang (prajurit), selesai itu. Dipiting aja. Satu orang dipiting satu,” ujarnya. Pernyataan yang sangat disesalkan banyak pihak.
Kini apakah pernyataan Panglima TNI itu bisa dianggap sebagai pernyataan perang terhadap rakyatnya sendiri? Dengan melupakan bahwa seluruh aparat TNI digaji dari uang pajak rakyat. Bahwa persenjataan dan segala macam peralatan yang mereka gunakan dibeli dengan menggunakan uang pajak itu.
Begitu sederhananyakah cara berpikir pejabat tinggi kita? Tanpa berpikir panjang berulang-ulang bahwa rakyat itulah yang mesti mereka lindungi. Yang seharusnya disejahterakan hidup dan kehidupannya. Kenapa begitu dangkalnya cara mereka berpikir, sehingga dengan mudahnya rakyat ditendang? (*)