COWASJP.COM – SAYA cari-cari namanya. Tidak tercantum. Daftar 50 ilmuwan terbaik Indonesia itu saya baca ulang. Tidak juga ketemu namanya.
Anda sudah tahu: seminggu terakhir beredar luas di medsos: nama-nama ilmuwan terbaik Indonesia itu.
Tidak ada nama dokter Andani Eka Putra.
Dr Andani adalah salah satu ilmuwan Indonesia pilihan Disway. Yakni sejak Andani menemukan cara orisinal untuk memperbanyak tes Covid-19.
Andani menemukan cara itu lewat penelitian di laboratorium fakultas kedokteran Universitas Andalas, Padang. Ia langsung ditarik Letjen TNI Doni Monardo ke Jakarta. Ketua BNPB itu menghendaki tes Covid diperbanyak di seluruh daerah. Andani diminta menularkan temuannya itu di seluruh Indonesia.
Selama Covid, Andani belajar banyak: betapa Indonesia begitu tergantung pada reagen impor. Juga begitu tergantung pada alat-alat kesehatan dari luar negeri.
Setelah Covid berlalu ia pun meneguhkan tekad: Indonesia harus mampu membuat reagen sendiri. Ia akan all out menemukannya. Ia tekuni penelitian reagen di lab Unand.
Andani berhasil.
Kini sudah 10 jenis reagen berhasil dibuat. Sudah bisa dipakai. Sudah dapat izin edar. Bahkan sudah masuk e-katalog pengadaan pemerintah.
Andani sedang mengurus izin edar 12 jenis reagen lagi. Berarti akan menjadi 22 jenis. ''Target saya tahun depan bisa memproduksi 30 jenis reagen,'' ujarnya tadi malam.
Tentu Andani orang Padang. Ilmuwan Minang. Maka ia tahu reagen tersebut harus dipasarkan. Maka Andani mendirikan perusahaan: PT Crown Teknologi Indonesia (PT CTI).
''Saya kumpulkan modal kecil-kecil dari orang-orang Minang,'' katanya.
Terkumpullah 12 orang pemegang saham. Andani sendiri memiliki saham 20 persen –sebagai penghargaan atas penemuan, prakarsa dan operasionalnya. Andani menjadi seperti Steve Job-nya PT CTI. Semua hak paten milik Andani.
Tentu PT CTI masih memproduksi reagan untuk test Covid. Tapi tidak yang utama lagi. Andani lebih fokus untuk membuat kemandirian reagen bagi penyakit-penyakit orang Indonesia. Misalnya untuk tes kanker mulut rahim, tifus, TBC dan banyak lagi.
Bahkan PT CTI juga sudah memproduksi reagen untuk tes mikosis paru.
Anda sudah tahu apa itu mikosis paru: penyakit yang sekarang lagi bikin heboh di Tiongkok. Begitu hebohnya sampai orang yang akan ke Tiongkok banyak bertanya ke saya: apakah di sana aman. Mereka khawatir akan menjadi seperti Covid.
Mikosis paru, kata Andani bukanlah virus. Mikosis paru adalah bakteri. Sangat halus. Hinggap di paru-paru. Penyebabnya bisa karena infeksi. Bisa juga karena jamur yang berkoloni di paru. Maka bagi yang sensitif pada jamur memang harus lebih hati-hati.
Andani sudah membuat reagen untuk tes apakah sakit sesak napas Anda itu karena mikosis.
Dan bagi para wanita di atas 30 tahun Anda bisa berharap tes pap smear nanti tidak mahal lagi. Harga reagen turun drastis –itu kalau rumah sakit dan lab tempat Anda periksa mau membeli reagen dari PT CTI.
Tapi dunia bisnis kadang punya wataknya sendiri. Murah, biar pun mutunya sama, belum tentu dibeli. Apalagi kalau aturan birokrasi ikut menciptakan watak itu. Bahkan ikut bermain di dalamnya.
Reagen untuk memeriksa kanker mulut rahim itu misalnya, yang impor seharga Rp 600.000. Andani hanya menjualnya Rp 125.000. Ini bukan lagi turun. Ini terjun bebas.
Demikian juga reagen untuk tes penyakit tifus. Bisa turun lebih dalam lagi: Rp 100.000.
Ini bukan saja membuat Andani seorang ilmuwan sejati, tapi juga ilmuwan sejuta umat.
Semua itu berangkat dari niat Andani: tidak semata-mata berbisnis. Ada unsur perjuangan di dalamnya. ''Saya ingin membuka mata masyarakat bahwa dengan Rp 100.000 itu saja sudah untung,'' katanya.
Itulah Andani. Praktik dokternya pun begitu. Tidak punya tarif. Bayar silakan. Tidak mampu tidak usah bayar.
Pun saham 20 persennya di PT CTI itu. ''Saya hanya akan ambil uangnya 3 sampai 5 persen saja. Selebihnya untuk perjuangan,'' katanya.
Dan yang disebut ''perjuangan'' itu adalah: mewujudkan kemandirian bangsa di bidang alat-alat kesehatan.
Andani memang tidak masuk dalam daftar ilmuwan terbaik yang viral itu. Ilmuwankah Andani? (*)