COWASJP.COM – Haru-biru pemakaman 4 anak yang dibunuh ayah mereka, Panca Darmasyah, 40, di Depok, Minggu (10/12). Ibunda mereka, Devnisa Putri, 27, hadir. Dia dari RSUD Pasar Minggu, dirawat akibat KDRT Panca. Devnisa nangis di kuburan, membawa boneka kodok hijau, kesayangan si sulung.
***
“MAMA ikhlaskan kepergian kalian, nak…” ujar Devnisa, tersengal-sengal. Suaranya terdengar jelas oleh para pelayat. Sehingga semua perempuan di situ menangis, ketika empat peti mati itu diturunkan satu-satu.
Pemakaman di TPU Perigi Bedahan, Sawangan, Depok, Jabar, pada Minggu, 10 Desember 2023 pukul 16.45 WIB.
Di situ ada empat liang berjajar. Empat peti mati putih tiba di lokasi dari RS Polri Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur, usai diotopsi. Mereka adalah VA, 6, perempuan, S, 5, perempuan, A, 3, laki-laki, dan AS, 1, laki-laki.
Pemakaman secara Islam. Pakai peti, karena jenazah sudah membusuk, pembunuhan terjadi seminggu lalu.
Jenazah diturunkan ke liang satu-satu, mulai dari si sulung sampai terakhir si bungsu. Lalu diurug bersamaan. Para pelayat, termasuk banyak polisi dan polwan menangis di situ.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, mengatakan: "Secara jujur kami Polres Jakarta Selatan sangat berduka atas kejadian ini. Kami senantiasa akan mengusut tuntas peristiwa pidana ini.”
Saat pemakaman berlangsung, hujan lebat petir bertalu-talu. Ada tenda kecil, tepat di atas liang lahat. Tapi, para pelayat basah kuyup. Airmata mereka menyatu tersamarkan tetes hujan.
Empat bocah, generasi muda mestinya penerus perjuangan bangsa, mati sia-sia bersama-sama. Kuburan mereka gembur oleh air hujan.
AKBP Bintoro menjelaskan, tersangka Panca merekam dengan video HP, seluruh proses pembunuhan empat anaknya. Mulai dari sebelum, saat pembunuhan, sampai sesudah pembunuhan.
Minggu, 3 Desember 2023, mulai pukul 13.00 WIB proses pembunuhan dimulai. Bintoro tidak mengungkap detil isi rekaman video dilengkapi suara itu. Juga tidak beredar di medsos. Polisi mendapatkan rekaman itu dari laptop tersangka.
Lima orang (Panca dan empat anak) di dalam kamar, yang dikunci. Pertama dibunuh adalah bayi AS (laki) usia setahun. Dipilih yang paling gampang. Caranya, hidung bayi dipencet mulut dibekap dengan dua tangan Panca. Berontak ditindih. Dalam 15 menit begitu, si bayi bungsu diam. Mati.
Kejadian itu disaksikan tiga kakak bungsu. Mereka cuma melihat, melongo, tidak mengerti itu pembunuhan.
Berlanjut, proses yang sama dilakukan Panca ke A. Mati. Lalu ke kakaknya yang sudah bisa berontak. Belingsatan. Tapi apalah daya, anak perempuan usia 5.
Terakhir, si sulung berontak lebih keras lagi. Berlari-loncat. Sia-sia. Kamar toh terkunci. Mati di lantai.
Lantas, pelaku mengangkat tubuh satu-satu, dibaringkan ke ranjang. Berjajar kayak ikan pindang. Berurutan. Si bungsu paling pojok, nempel dinding. Seterusnya sesuai urutan kelahiran.
Dilanjut, Panca memunguti mainan anak-anak yang berserakan. Untuk ditata, diletakkan di dekat jenazah masing-masing. Satu-satu. Mungkin, itu mainan masing-masing anak.
Setelah tertata rapi, rekaman selesai.
Bintoro: “Pengakuan tersangka, masing-masing anak dibekap lima belas menit. Berarti semuanya sejam, mulai pukul 13.00. Sedangkan, sehari sebelumnya (Sabtu, 2 Desember 2023 pagi) tersangka KDRT berat terhadap isterinya sampai dirawat di RS (RSUD Pasar Minggu) juga direkam video.”
Tersangka kini diobservasi kejiwaan di RS Polri Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur.
Kepala RS Polri Kramat Jati, Brigjen Hariyanto kepada wartawan, Minggu (10/12) mengatakan:
"P (Panca) menjalani observasi kejiwaan 14 hari. Nanti hasilnya diserahkan ke penyidik.”
Observasi kejiwaan bagi tersangka tindak pidana, berdasarkan aturan Polri, tim observer diberi waktu 14 hari untuk menentukan status kejiwaan tersangka. Hasil observasi diserahkan ke penyidik. Barulah penyidik menentukan kelanjutan perkara.
Dari penjelasan Bintoro di atas, tampak ada indikasi kelainan jiwa pada tersangka. Tapi ia tidak gila, dalam arti, lari di jalanan sambil telanjang. Ia rasional. Ia mengaku ke polisi, KDRT ke isteri karena menduga isterinya selingkuh. Ia membunuh empat anaknya, karena mereka dilahirkan dari isteri selingkuh. Ada hubungan kausalitas. Dan, ini penting. Sebab, orang gila membunuh, bebas penjara. Cuma dirawat di RSJ.
Kendati, jelas bahwa Panca punya kelainan jiwa, dan sangat sadis.
Imbasnya, Polri dikritik beberapa pihak, terlalu lamban menangani KDRT Devnisa. Padahal, KDRT sudah dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan, Sabtu, 2 Desember 2023 pagi. Sedangkan pembunuhan empat bocah itu Minggu, 3 Desember 2023 pukul 13.00 WIB.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto ditayangkan TV CNN Indonesia, Sabtu (9/12) mengatakan:
"Terkait perlindungan perempuan dan anak sebenarnya ada peraturannya, yakni peraturan nomor 10 tahun 2007. Ada unitnya di Kepolisian. Tapi unit ini selalu diabaikan. Seperti satuan anak tiri. Memang, di situ ada Polwan, tapi kurang diberdayakan."
Lanjut: "Kasus di Jagakarsa (Panca bunuh empat anak) mengulangi kasus-kasus yang sebelumnya. Hal-hal inilah yang terjadi.”
Pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga menyesalkan lambatnya aparat Polres Jakarta Selatan menangani KDRT Panca terhadap isteri, Devnisa. Kelambanan itu berlanjut ke pembunuhan empat bocah yang sangat sadis. Seandainya polisi cepat mengamankan tersangka, bakal lain ceritanya.
Langsung, semuanya dibantah AKBP Bintoro di program TV Kompas Petang, Sabtu (9/12) mengatakan:
"Bisa kami jelaskan kepada masyarakat, bahwa pada hari Sabtu (2/12/2023), kejadian (KDRT) pukul 05.00 WIB. Pihak kepolisian dihubungi oleh Pak RT pada pukul 09.00 WIB.”
Dilanjut: "Karena pada saat itu kondisi korban dalam kondisi sakit sehingga atas kesepakatan dari Ketua RT dan Bhabinkamtibmas, si korban inisial D dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pengobatan.”
Akhirnya: "Jadi, kami mengklarifikasi kalau seandainya tindakan kami tidak ada namanya yang disampaikan lamban dalam proses penanganan ini.”
Dari bantahan Bintoro, polisi tidak salah. Sudah menolong korban. Sedangkan pelaku, bersama empat anaknya, punya waktu lebih dari 24 jam dari saat pelaporan KDRT untuk melakukan pembunuhan. Kesimpulan: Eksekusi pembunuhan terlalu cepat dibanding polisi menangkap pelaku.
Mungkin, polisi (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat - Bhabinkamtibmas) tidak menduga pelaku dan korban punya empat anak, atau mungkin mereka tidak bertanya, atau tidak memeriksa isi manusia di dalam rumah.
Mungkin juga, polisi sudah tahu mereka punya empat anak dan tinggal di rumah bersama Panca. Tapi, apa ya… mungkin, anak-anak itu bakal dibunuh bapak mereka sendiri? Apa ya tega?
Yang pasti, polisi tidak menduga bahwa tersangka Panca merekam video proses pembunuhan secara detil dari pra sampai pasca. Luar biasa gila (yang bukan lari telanjang).
Menyitir Bambang Rukminto di atas, ia menganalogikan penanganan Polri dalam kasus-kasus begini “seperti anak tiri”. Padahal ini anak mati.
Apa pun, polisi sudah membantah. Menegaskan, tidak telat. Bantahan adalah penting buat kredibilitas Polri. Terutama personil polisinya.
Bapak Kriminologi, Cesare Lombroso (6 November 1835 - 19 Oktober 1909) mengatakan: Semua penjahat punya kecenderungan mengulangi kejahatan yang pernah dilakukan, selama belum dihukum. Bahkan juga setelah dihukum.
Pencuri bakal terus mencuri. Penipu akan terus berbohong. Koruptor bakal memeras. Pembunuh akan mengulangi membunuh lagi.
Panca, pelaku KDRT isteri. Lebih dari 24 jam kemudian meningkatkan kualitas kejahatannya. (*)