COWASJP.COM – Kesimpulan ini kontroversial: Julita, 25, dibunuh pacar, Ade Mugis, 35 di Cikarang, Bekasi, akibat kesalahan Julita sendiri. Yakni, dia mendesak Ade menceraikan isteri. Kesimpulan analogis, bahwa Julita menggali kubur sendiri, bisa dinilai kesimpulan tidak adil, juga kejam.
***
BETAPAPUN, itulah teori viktimologi. Ilmu yang mempelajari korban kejahatan, terutama pembunuhan. Viktimologi adalah cabang dari kriminologi. Kalau kriminologi mempelajari tentang pelaku kejahatan, viktimologi tentang korban.
Viktimologi bukan bertujuan memaafkan kesalahan pembunuh. Tidak. Pembunuh tetap penjahat yang sangat kejam. Hukumannya berat. Sampai hukuman mati. Viktimologi berguna bagi orang yang mempelajari, supaya mereka tidak jadi korban kejahatan.
Kasusnya begini: Jumat, 8 Desember 2023 malam. Warga rumah kontrakan di Kampung Citarik, RT 01 RW 01, Desa Jatireja, Kecamatan Cikarang Timur, Bekasi, heboh. Sejak siang warga curiga pada sebuah rumah terkunci berbau busuk.
Malam itu rumah didobrak, ketemu mayat Julita. Polisi ditelepon warga, langsung melakukan olah TKP.
Hasil otopsi, jenazah Julita sudah lebih dari tiga hari. Akibat kematian, racun. Kemudian diketahui, racun tikus. Polisi memburu pelaku. Ade Mugis ditangkap Tim Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya di Tasikmalaya, Jabar.
Rabu, 13 Desember 2023 Polda Metro Jaya menggelar konferensi pers, menampilkan Ade sebagai tersangka pembunuh Julita. Di situ perkara ini diungkap semua.
Ade sudah beristeri beranak (tentu, anak dilahirkan isterinya). Lalu ia pacaran dengan Julita sejak setahun lalu. Awalnya Julita mengira Ade bujang, kemudian tahu beristeri. Tapi sudah terlanjur cinta, mereka lanjut pacaran.
Kondisi itu dimanfaatkan Ade, utang Rp 2 juta ke kerabat Julita, melalui Julita. Kerabat yang diutangi itu biasa memberi utangan. Berbunga. Sedangkan Ade, tidak segera bayar. Sehingga utang Ade membengkak karena bunga, jadi Rp 6 juta dalam beberapa bulan.
Sampai di sini, terjadi saling eksploitasi. Ade menjadikan Julita selingkuhan sekaligus sumber utang (ternyata ditunggak). Sebaliknya, Julita melalui kerabatnya menjerat Ade dalam jeratan rentenir. Dan terus menagih.
Tapi persoalan kasus ini bukan di situ. Soal utang itu cuma jadi faktor penekan terjadinya pembunuhan.
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Samian kepada wartawan mengatakan: “(Suatu hari) korban mendesak tersangka, agar tersangka memulangkan isterinya ke rumah orang tua. Tentu, maksudnya bercerai. Supaya mereka (Ade-Julita) bisa lebih bebas berhubungan.”
Itu sudah terjadi beberapa waktu lalu. Julita terus mendesak Ade agar memulangkan isteri ke ortu.
AKBP Samian: "Pelaku merasa tertekan, lalu membunuh korban JS dengan cara memasukkan racun tikus ke dalam minuman dan makanan korban."
Julita tinggal di rumah itu sejak pekan ke tiga November 2023. Pindahan dari rumah kontrakan di Bekasi juga. Pemilik rumah kontrakan bernama Lia, 35 kepada wartawan mengatakan: "Waktu sepakat ngontrak rumah, mereka ngakunya suami istri."
Berarti, Ade hampir setiap hari ada di rumah itu. Para tetangga tahunya, mereka suami-isteri. Model begini banyak di Jabodetabek.
Minggu, 3 Desember 2023 pagi. Ade meninggalkan rumah itu, sedangkan Julita di dalam rumah. Ade pamit beli makanan untuk sarapan.
AKBP Samian: “Minggu pagi itu tersangka terlebih dahulu membeli racun tikus di salah satu toko burung di Pasar Gombong, dekat tempat kejadian. Setelah itu beli nasi dan es teh bungkus plastik.”
Ade kembali ke rumah selingkuhan membawa nasi bungkus dan teh bungkus. Juga racun tikus.
Tiba di dalam rumah, makanan untuk mereka berdua diletakkan Ade di meja. Julita membuka bungkus nasi, juga menuang es teh ke gelas. Siap untuk berdua. Lalu dia cuci tangan ke kamar mandi.
Itulah kesempatan Ade. Menuang racun. Cepat. Ditaburkan ke nasi juga es teh. Dobel. Memastikan, supaya tidak gagal. Harus pasti. Lalu Ade bersikap normal, makan nasi tanpa racun.
Julita dari cuci tangan, seruput... minum teh. Dilanjut melahap nasi. Belum sampai nasi habis dia sudah megap-megap. Lantas mengelepar-gelepar. Ambruk ke lantai.
Samian: “Tersangka ingin memastikan korban meninggal. Mengambil lakban yang sudah disiapkan. Mulut dan hidung korban dilakban total. Juga kaki dan tangan korban. Kemudian tersangka kabur.”
Dilanjut: “Jadi, motif karena pelaku tertekan disuruh memulangkan isteri.”
Tersangka dijerat Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman hukuman mati. Setidaknya 20 tahun penjara.
Bisa dianalogikan: Julita bagai menggali kubur sendiri. Desakan agar pelaku bercerai, membikin pelaku tertekan sehingga membunuh Julita. Ini berdasar viktimologi.
Viktimologi dipelopori Kriminolog Amerika Serikat (AS), Prof Marvin Eugene Wolfgang (14 November 1924 – 12 April 1998). Ini ilmu lama. Dicetuskan Wolfgang pada 1950-an.
Prof Wolfgang dalam bukunya berjudul: Victim Precipitated Criminal Homicide (1957)menjelaskan, bahwa viktimologi bisa dicurigai masyarakat sebagai membela pembunuh. Padahal sesungguhnya masyarakat harus paham viktimologi, setidaknya kulit-kulitnya saja. Supaya terhindar jadi korban pembunuhan.
Dari buku itu, viktimologi terkenal di kalangan sosiolog dan kriminolog AS. Namanya precipitation theory.
Dikutip dari The New York Times. 18 April 1998, berjudul: Marvin E. Wolfgang, 73, Dies; Leading Figure in Criminology, disebutkan, Wolfgang pelopor viktimologi. Berita itu dimuat sebagai in memoriam, sepekan setelah Wolfgang wafat.
Disebutkan TNYT, Wolfgang asalnya tentara AS dalam Perang Dunia II. Ikut dalam Pertempuran Monte Cassino. Setelah perang usai, ia melanjutkan kuliah di Dickinson College, AS, lulus 1948.
Lanjut pasca-sarjana ke The University of Pennsylvania, AS, mengambil jurusan sosiologi kriminologi. Dari situ ia meraih gelar Master of Art, 1950. Lanjut di universitas yang sama, meraih Philosophy of Doctor (Ph D) lulus 1955. Akhirnya ia dijadikan Guru Besar Kriminologi di situ sampai wafat, 12 April 1998. Profesor sampai akhir.
Precipitation theory, mengulas kesalahan korban sehingga dia terbunuh. Kesalahan itu tidak disadari, atau tidak disengaja oleh korban. Tapi, perilaku korban memicu seseorang yang berkarakter pembunuh untuk membunuh korban. Artinya, seorang berkarakter pembunuh tidak membunuh semua orang yang ia temui, secara acak. Melainkan ia membunuh seseorang yang kebetulan memicu terjadinya pembunuhan.
Jika dibalik, tidak semua orang yang dipicu kemudian otomatis jadi pembunuh. Contoh, seumpama Julita mendesak seperti itu terhadap pria yang bukan Ade, mungkin saja dia tidak dibunuh. Mungkin saja prianya kabur, memutus perselingkuhan. Atau bisa juga ia menceraikan isteri, seperti desakan selingkuhan.
Kesimpulan: Berdasar precipitation theory milik Wolfgang, Julita melakukan kesalahan pada orang yang memang punya karakter pembunuh. Bagai tumbu (sebentuk kardus anyaman bambu) ketemu tutup. Jadinya klop. Bahwa memang sudah takdir Ilahi, menggiring Julita berakhir begitu.
Mempelajari ini bisa bermanfaat, terhindar dari potensi bahaya. Terhindar dari jalan gelap menuju mati terbunuh.
Merujuk kekhawatiran Wolfgang di tahun 1950-an, kesimpulan ini bisa menimbulkan situasi mirip Debat Capres, yang debat kusir itu. Meski teori ini sudah beredar 73 tahun lalu. (*)