COWASJP.COM – Pertanyaan: Apakah orang membunuh maling bebas hukum? Terjadi beda penerapan hukum antara Polri dengan Kejaksaan. Kasus Muhyani, 58, membunuh maling kambing Waldi, 30, di Serang, Banten, ditahan polisi. Tapi dibebaskan kejaksaan. Mengapa aparat penegak hukum tidak kompak?
***
INI kali ke dua terjadi perbedaan penerapan hukum perkara begitu. Pertama terjadi pada 2018, Mohamad Irfan Bahri (waktu itu usia 20) jalan kaki di jembatan Summarecon, Bekasi. Dibegal dua pemuda bermotor yang membawa clurit.
Irfan melawan. Ia pesilat. Dalam duel tidak seimbang itu, Irfan berhasil merebut clurit pembegal. Lalu ditusukkan hingga satu begal tewas, satunya kabur naik motor. Irfan ditahan di Polres Bekasi. Sepekan kemudian, Menko Polhukam, Mahfud MD turun tangan. Irfan kemudian dibebaskan. Bahkan, Irfan diberi piagam penghargaan Polres Bekasi. Beda jauh, bagai jurang dan langit.
Kali ini Muhyani. Kejadiannya mirip dengan Irfan, walau tidak sama persis. Kasus Muhyani sudah hampir setahun lalu. Ia baru ditahan aparat Polres Serang Kota 7 Desember 2023. Lalu dibebaskan Kejaksaan Negeri Serang, Kamis, 14 Desember 2023. Kronologi perkara begini:
Sabtu, 23 Februari 2023 pukul 03.00 WIB. Suasana Kampung Ketileng, Kelurahan Teritih, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, gelap-sunyi. Azan Subuh masih sejam setengah lagi. Warga masih lelap.
Dua maling, Waldi, 30 dan Pendi, 32, mengendap di dekat kandang peternakan kambing di desa itu. Mungkin, mereka hendak nyolong kambing.
Sementara, di tempat gelap tersembunyi, Muhyani, pegawai penjaga peternakan kambing itu sedang mengintai. Muhyani sengaja mengintai, sebab sebelumnya kecolongan kambing beberapa kali. Sehingga ia dimarahi majikan.
Waldi dan Pendi benar-benar hendak mencuri kambing. Maka, Muhyani muncul dari persembunyian, membawa gunting panjang. Muhyani dan dua maling berhadapan. Tanpa saksi.
Waldi mencabut golok di pinggang. Menggertak Muhyani. Sebaliknya, Muhyani malah maju dengan gunting. Muhyani sudah tertekan dimarahi majikan. Jadi nekad.
Entah bagaimana proses duelnya, pria usia 30 lawan pria usia 58. Di gulita dini hari. Tahu-tahu, Muhyani menancapkan gunting tepat di dada kiri Waldi. Di area jantung.
Waldi dan Pendi kabur. Muhyani mengejar sambil teriak maling. Warga berdatangan dengan aneka senjata. Siap membantai maling. Tapi malingnya sudah keburu menghilang. Warga pulang lagi.
Saat matahari terbit, warga menemukan seorang pemuda tergeletak di pinggir sawah di dekat peternakan kambing itu. Setelah dicek, ternyata itu Waldi. Sudah tewas dengan luka tusuk di dada kiri. Maka, Muhyani diproses polisi.
Prosesnya lama. Hampir setahun. Mungkin polisi bertindak sangat hati-hati. Tidak gampang menetapkan tersangka. Akhirnya, Kamis, 7 Desember 2023 Muhyani tersangka pembunuhan dan ditahan.
Kapolresta Serang Kota, Kombes Sofwan Hermanto kepada wartawan, Rabu (13/12) mengatakan:
"Kami dari kepolisian pada tahap penyelidikan dan penyidikan telah menjalankan langkah-langkah sesuai SOP (Standard Operation Procedure) yang ada. Dimana kami telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi, juga meminta keterangan dari ahli pidana, penyitaan barang bukti, dan berkoordinasi dengan kejaksaan, sehingga kami melaksanakan gelar perkara penetapan tersangka, dengan melakukan pemanggilan tersangka dan pemeriksaan tersangka.”
Dilanjut: "Berdasarkan keterangan ahli, bahwa tindakan yang dilakukan tersangka M bukan overmacht (daya paksa) dan noodweer (pembelaan diri). Dari hasil pemeriksaan ahli pidana menerangkan, bahwa sebelum tersangka menusuk, masih ada kesempatan untuk berpikir, atau meminta pertolongan warga. Maka, M tersangka.”
Muhyani berstatus tahanan Polri, ditahan di Rutan Kelas IIB Serang. Lalu diproses sangat cepat (karena sudah terlalu lama di penyelidikan) dan berkas perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Serang.
Setelah perkara dipelajari Kejaksaan, sangat cepat, diputuskan, bahwa Muhyani tidak melanggar hukum. Rabu, 13 Desember 2023 Muhyani dibebaskan. Ia pulang. Kejari Serang menangguhkan penahanan Muhyani.
Kepala Kejaksaan Negeri Serang, Muhammad Yusfidli Adhyaksana kepada wartawan, Jumat (15/12) mengatakan:
"Jaksa penuntut umum, kami dari kejaksaan, tidak mendasarkan bahwa perkara ini viral, kemudian ditangguhkan penahanannya. Tetapi karena memang pada saat itu belum diajukan permohonan penangguhan penahanan sesuai dengan aturan yang ada di dalam KUHAP, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.”
Akhirnya, Kejaksaan Negeri Serang menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) pada perkara itu. Karena, tersangka Muhyani dalam posisi overmacht (terpaksa) membunuh terduga maling kambing demi membela diri.
Jumat, 15 Desember 2023 SKP2 ditetapkan. Sehingga Muhyani bebas murni atas nama hukum.
Kajari Serang, Yusfidli ditanya wartawan tentang beda pendapat anyata polisi dan jaksa, Yusfidly menyatakan, ia 1tidak mau berdebat soal itu. Ia menyatakan, Kejaksaan punya hak menerbitkan SKP2 di perkara itu. Hal ini juga disetujui Kejaksaan Tinggi Banten.
Ternyata, sehari sebelum Kejaksaan menetapkan SKP2, yakni pada Kamis, 14 Desember 2023, Menko Polhukam, Mahfud MD diwawancarai soal ini, ketika Mahfud berada di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Mahfud mengatakan begini:
“Kalau di dalam hukum, orang yang melakukan tindak pidana karena membela diri (noodweer), jadi keadaan terpaksa (overmacht), kemudian timbul keadaan pemaaf. Maka, orang itu tidak boleh dihukum.”
Dilanjut: “Seharusnya seperti itu. Membunuh orang yang mencuri ternak mesti dibebaskan. Tetapi tinggal pembuktiannya, apakah betul dia terpaksa.”
Pernyataan Mahfud itu ‘sakti’. Meskipun sekarang ia sibuk kampanye selaku Cawapres mendampingi Capres Ganjar Pranowo, ucapan Mahfud tetap bertuah. Bukti, Kejaksaan langsung menerbitkan SKP2, membebaskan Muhyani.
Padahal, kalimat Mahfud itu sangat hati-hati. Karena Mahfud tidak menangani langsung perkaranya. Ada kalimat: “Tinggal pembuktiannya, apakah betul ia (Muhyani) terpaksa.”
Yang dahsyat, di wawancara wartawan itu Mahfud cerita, soal perkara mirip itu, dulu, tahun 2018, Mahfud sampai lapor Presiden Jokowi. Lantas, Presiden Jokowi, menurut Mahfud, memerintahkan Mahfud mengurus pembebasan tersangka pembunuh begal.
Nama tersangkanya (waktu itu) Mohamad Irfan Bahri. Pemuda asal Madura yang rekreasi ke Bekasi bersama teman Madura juga, bernama Rifki.
Rabu 23 Mei 2018 tengah malam mereka berdua jalan kaki di jembatan Summarecon Bekasi. Jembatan khusus menuju perumahan elit Summarecon. Jembatan itu indah. Dari atas jembatan pada malam hari, tampak kerlip aneka lampu di Bekasi. Mereka jalan sambil foto-foto dengan kamera HP.
Tahu-tahu sepeda motor berhenti, mendekati mereka. Dua pemuda berboncengan turun dari motor, mendekati dua pemuda Madura itu. Salah satunya mengeluarkan clurit. Mereka memaksa Irfan dan Rifki menyerahkan HP. Rifki menyerahkan, tapi Irfan tidak.
Pembegal menyerang Irfan dengan clurit. Irfan yang pesilat, bisa menghindar. Mereka duel secara tidak seimbang. Pembegal tak tahu bahwa Irfan pesilat. Juga asal Madura, atau tempat asal senjata yang dimainkan begal.
Pada suatu momen, Irfan berhasil memegang tangan begal yang pegang clurit. Lalu gagang clurit dibetot Irfan, clurit berpindah tangan. Dibacokkan ke begal berkali-kali. Tewas di tempat. Begal satunya kabur naik motor.
Esoknya Irfan ditangkap aparat Polres Bekasi. Ditetapkan tersangka pembunuh, dan ditahan.
Mahfud: “Mendengar perkara itu, saya lapor ke Pak Presiden Jokowi. Saya laporkan: Pak, ini enggak benar. Menurut Undang-Undang, orang yang begini tidak bisa dihukum.”
Mendengar itu, Presiden Jokowi menugaskan Mahfud mengurusnya. Sesuai peraturan hukum yang berlaku.
Mahfud: “Ee… besoknya si Irfan dinyatakan bebas. Malah diberikan piagam penghargaan oleh Polri, karena telah membantu penegakan keamanan di masyarakat.”
Jadi, perkara yang kelihatan sepele ini sebenarnya rumit. Menimbulkan beda pendapat, beda penerapan hukum. Antara pihak Polri di satu sisi, dengan pihak Kejaksaan di sisi lain. Ada juga pihak Menko Polhukam dan Presiden RI, pada pihak yang sama dengan Kejaksaan. Perkara ini rumit. Kalau tidak rumit, mustahil sampai dilaporkan ke Presiden RI.
Sekarang terjadi lagi. Sudah enam tahun berlalu kasus Irfan, kini bentuk yang serupa menimpa Muhyani.
Pasti, aparat penegak hukum paham overmacht dan noodweer (keduanya Bahasa Belanda, KUHP jiplakan dari hukum Belanda). Karena, ini tugas sehari-hari aparat penegak hukum. Tapi, menafsirkan dua istilah itu dalam suatu tindakan seseorang calon tersangka, bisa beda pendapat.
Mungkin, perlu duduk bersama antar aparat penegak hukum, membahas soal ini. Untuk dirumuskan bersama, batasan-batasan penafsirannya. Juga koridor bukti-bukti hukum yang diperlukan. Untuk dicapai kesimpulan. Sebagai pedoman bersama.
Tujuan akhirnya, tentu, kepastian hukum. Sebab, kepastian hukum adalah dasar hidup damai bermasyarakat. (*)