COWASJP.COM – Wawancara Najwa Shihab dengan Capres 02 Prabowo Subianto masih berlanjut. Inilah lanjutannya:
***
SAYA juga tanya yang satu ini, meski rasanya sudah disinggung. Saya ingin gunakan kesempatan ini tanyakan lagi. Pak Prabowo pernah berhadapan dua kali dengan Pak Jokowi di pilpres yang sengit, selisih suara juga ketat. Bahkan ekses persaingan itu sampai ke akar rumput Pak. Kita ingat tim Prabowo cukup lama tidak mengakui kemenangan Jokowi, hingga harus ditetapkan lewat keputusan MK. Itu sempat memicu demonstrasi besar yang banyak menimbulkan jatuh korban. Tapi, ketika akhirnya ditawari masuk kabinet kok mau. Mengapa?
Kalau Anda ikuti perkembangan itu (saat demo). Saya justru minta pendukung saya pulang. Hentikan demonstrasi. Bukannya kita tidak mengakui (kemenangan Jokowi). Tapi, kita mengikuti prosedur konstitusional. Kita berjuang sampai titik terakhir sesuai yang diijinkan konstitusi kita. Yakni, proses di MK. Tapi, begitu proses selesai, kita patuh. Jadi, itu masalahnya.
Ketika ada tawaran rekonsiliasi, saya berfikir, menilai, lalu insting saya berbicara rekonsiliasi adalah jalan terbaik. Dus, ya rekonsilsiasi. Perkara, keluar masuk kabinet waktu itu niat saya pribadi tidak masuk kabinet. Tapi, saya akan memberikan nama nama untuk kabinet (menteri). Akhirnya, diterima dua nama dan dalam proses itu saya tidak mau masuk. Saya berfikir di luar saja.
Tapi, terus ada tawaran tawaran dan berhasil meyakinkan. Dan, setelah itu masuk (Kabinet). Tadinya, terus terang saya mintanya jadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres). Saya berfikir saya kan istilahnya rivalnya Pak Jokowi. Intinya, bisa lebih longgar aktivitas saya. Tapi, akhirnya saya masuk kabinet. Saya bilang kalau masuk kabinet, bidang yang saya kuasai pertahanan.
Nah, itu akhirnya saya menjadi Menhankam. Saya kira ini sesuatu yang istilahnya sangat positif. Saya bisa berbhakti sesuai dengan janji janji politik saya. Karena janji politik saya kalau tidak salah ada lima hal. Pertama: Swasembada pangan. Kedua: swasembada energi. Ketiga: masalah ekonomi kerakyatan. Keempat: membersihkan institusi pemerintahan dan Kelima: pertahanan yang kuat.
Jadi waktu itu saya merasa ini bagian dari janji kampanye saya kepada rakyat. Tidak sebagai presiden tapi sebagai Menhankam dan bisa bekerja untuk rakyat.
Motivasi utamanya bergabung kabinet, pemerintahan Jokowi untuk rekonsiliasi?
BACA JUGA: Prabowo, Cermin Diri dan Honden en Inlander Verboden​
Iya.Saya kira itu (rekonsiliasi) sesuatu yang luar biasa dari sikap kenegarawanan Pak Jokowi. Dan, itu lah yang sekarang jadi panutan banyak negara. Kita sekarang jadi contoh banyak negara. Saya keliling ke mana mana. Memang ada pertanyaan: ’Kok Anda bisa bergabung Jokowi’. Sekarang ini perang saudara melanda Sudan yang melibatkan dua jenderal besar di sana.
Padahal, Sudan kaya raya aneka tambang mineral. Punya minyak, gas, emas. Tapi, jutaan rakyat menderita. Sedikitnya 2,5 juta rakyat kehilangan rumah dan 2,5 juta warga jadi pengungsi. Tidak tahu nasib mereka ke depan. Jadi, kita ini sekarang jadi panutan. Saya baru datang dari Paris, Perancis. Saya jadi nggak enak, banyak negara minta bertemu saya. Bahkan beberapa kepada kepala negara, Menhankam negara-negara Afrika minta ketemu.
Mereka minta kesempatan mengirim perwira perwiranya, bintara bintara untuk dilatih kita. Atau bisakah Indonesia mengirim tim pelatih untuk melatih tentara mereka. Begitu kagum mereka terhadap militer Indonesia. Mereka undang Presiden Jokowi, undang saya, undang menteri menteri ke negara mereka.
Negara Afrika itu Republik Kongo. Teman teman di Malaysia yang dulu menganggap kita nggak terlalu (Indonesia) ya..begitu (baca direndahkan, tidak maju) sekarang Malaysia kagum dengan kita. Mengapa? Karena kita bisa rekonsiliasi.
Tapi, Pak Prabowo apakah ini rekonsiliasi sesungguhnya. Atau rekonsiliasi semu. Sebab, sampai hari ini polarisasi (masa pendukung Prabowo vs Jokowi biasa disebut Kampret/Kadrun v Cebong) masih ada Pak. Perbedaan itu nyata. Belum pemilu (2024) perseteruan Cebong v Kampret/Kadrun masih ramai, terus berlangsung sengit meski pak Prabowo sudah masuk kabinet?
Saya merasa kok sudah berkurang ya. Merasa kok sangat berkurang. Saya merasa jarang dengar lagi Cebong vs Kadrun.
Masih ada lo Pak?
Nggak tahu. Dari siapa ya.
Buzzer buzzer politik?
Ah.. buzzer buzzer politik (suara Prabowo spontan meninggi sambil tersenyum. Telunjuk jarinya mengarah ke depan). Buzzer buzzer politik ini kita tidak tahu kerja untuk siapa mereka. Jangan jangan dia kerja untuk orang asing agar orang Indonesia terus ribut.
Anda percaya itu Pak?
Jangan.. jangan. Lo kita mau rekonsiliasi kok ada yang terus..(baca ingin ribut terus. Tangan Prabowo mengepal membuka, mengepal membuka. Begitu terus berulang)
Tapi, bahwa politik selalu membawa polarisasi akan selalu ada ancaman perpecahan?
Justru itu Mbak Najwa, cuma politik kita unik, khas. Politik yang bijaksana, politik yang cerdas, politik dengan penuh kesadaran. Jangan politik yang ikut ikutan gaya orang lain. Hujat menghujat, hardik menghardik. Tidak produktif dan rakyat tidak suka pemimpin yang saling mengejek. Ini prinsip saya.
Dengan politik rekonsiliasi, apakah kelak jika Pak Prabowo terpilih menjadi presiden, apakah juga merangkul, rekonsiliasi dengan pihak yang kalah. Sebaliknya, kalau Bapak kalah apakah bersedia diajak bergabung kelompok yang menang. Ini adalah edisi politik Indonesia baru yang kalah bergabung yang menang?
Kalau saya menang, kalau saya menang. Insya Allah menang (Pilres 2024), saya akan mengajak semua unsur bergabung dalam pemerintahan. Tapi, tidak tahu apakah mereka mau mengajak kita atau tidak.
Tapi, kalau diajak lagi?
Kita harus memberi kader kita yang terbaik. Kita harus bersatu membangun negeri ini. Itu keyakinan saya. Lawan politik jangan dianggap lawan. Tapi, anggap konstestan pesaing. Kita harus ingat waktu di sekolah kalau ada pertandingan kan kita ingin menang. Kalau pertandingan selesai. Ya sudah.. Tradisi bangsa itu berbeda beda. Kita perlu check and balance, saling koreksi.
Tapi, kita harus sadar negara kita terlalu besar, terlalu beragam. Terlalu banyak kelompok etnis, terlalu banyak daerah. Kalau kita tidak di ujungnya punya elit, unsur pimpinan yang kompak, kerja sama akan sulit diwujudkan. Analogi saya ini yang suka sepak bola. Tim sepak bola adalah team work, kita bisa menang kalau 11 pemain bekerjasama. Kompak. Tidak hanya sebelas pemain tapi ada pemain cadangan, pelatih, asisten pelatih, manajer, tukang bawa minuman, tukang pijat dan seterusnya. Kalau kompak bisa menang, Indonesia perlu ini (kerjasama seperti tim sepak bola)
Soal Politik, Prabowo Mengaku Belajar dari Jokowi
Pak Prabowo saya ingat kita berbincang saat di dalam mobil. Pak Prabowo mengaku belajar politik dari Pak Jokowi. Maka, (dimunculkan video saat Prabowo di mobil yang ditemani Najwa Shihab bagi bagi bingkisan ke warga. Lalu Najwa Shihab bertanya.’Kok bagi bagi (bingkisan) meniru Pak Jokowi,’ tanya Najwa.
Spontan Prabowo menjawab, ‘Kalau politik saya belajar dari Pak Jokowi,’ akunya seraya tertawa lepas. Wawancara dilanjutkan, mobil sedang berjalan.
Saya kan sering mengikuti perjalanan Pak Jokowi. Presiden saja sering bagi bagi kaos, apalagi hanya menteri. Kan boleh. Bagus kan. Rakyat senang.
Tadi, Pak Prabowo menganalogikan Pak Jokowi sebagai kapten tim sepak bola?
Iya, beliau kan pemimpin pemerintahan. Saya ibaratkan kapten tim kesebelasan. Kapten tim, timnya namanya Indonesia.
Pak Prabowo striker dong?
Iya dong
Posisi striker itu biasanya banyak kena tekel Pak?
Ha…ha..Sudah biasa itu.
Biasa kena tekel. Kalau nggak menekel ya kena tekel. Target striker masukkan bola ke gawang lawan. Biasanya seorang striker sering kena tekel lawan.
Kalau Anda mau masuk lapangan, ya Anda harus siap ditekel. Nggak masalah itu. Jatuh itu sudah hal biasa.
Ibarat striker dalam tim sepak bola, Pak Prabowo sudah dijahili berapa kali?
Prabowo enggan menjawab.
(Kembali ke studio).
Pak Prabowo mengaku belajar politik dari Pak Jokowi. Bagaimana menggambarkan relasi, hubungan Pak Prabowo dengan Pak Jokowi sekarang ini?
Jadi Mbak Najwa, gini ya hubungan antar manusia ada yang disebut oleh ahli psikologi atau ilmuwan itu ada chemistry. Cocok. Ada juga orang tidak cocok. Anda paham ya. Saya walau pun lawan pak Jokowi dari dulu (sejak pilpres 2014), tapi kalau ketemu beliau ada chemistry. Cocok gitu lo. Gimana ya, itu nggak bisa dibuat buat lo. Itu menurut saya. Gitu aja. Ada orang yang kadang kadang umpamanya, sama sama dari partai Gerinda, sama sama alumni Akmil. Tapi, chemistry nggak ada, ya nggak cocok. Iya kan. Padahal, ini banyak persamaannya tapi nggak cocok. Kita kan jauh. Saya keturunan Banyumas, beliau (Jokowi) dari Solo. Tapi, kok cocok ya gimana.
Karena chemistry tadi itu?
Ya.
Dalam berbagai kesempatan Pak Jokowi selalu menyebut Pak Prabowo cocok untuk presiden selanjutnya (2024). Ini disampaikan secara eksplisit dan secara implisit. Seberapa penting dukungan Pak Jokowi untuk Anda, Pak Prabowo?
Ah… begini. Jadi tentunya dalam perjuangan politik dukungan dari siapa pun itu sangat penting. Apalagi dukungan dari atau katakanlah semacam good will, semacam sikap positif dukungan pemimpin negara, pemimpin bangsa, meski tidak bisa dilakukan memihak secara eksplisit. Ke A, B, C. Minimal kalau ada sikap positif tentunya ini sangat besar pengaruhnya apalagi kalau yang memberi sikap positif itu orang yang cukup berhasil.
Bagaimana pun beliau (Jokowi) kan cukup berhasil. Waktu saya masuk kabinet awal awal baru beberapa bulan, saya sampaikan: ‘saya ikut bapak, bapak nahkodanya. Kalau bapak tenggelam saya ikut tenggelam. Tapi, kalau bapak berhasil ya saya ikut berhasil’.
Dan, konteksnya berdampak positif seperti Anda katakan tadi itu dalam konteks elektabilitas. Itu juga sesuatu sangat penting bagi seseorang yang akan ikut berkontestasi di pilpres 2024?
Saya kira rakyat kita sudah cukup matang. Jangan under estimate terhadap rakyat kita. Tadi, saya kasih contoh, seorang berpangkat rendah kopral dia lebih jujur dan lebih bijak daripada orang berpangkat tinggi. Itu hanya contoh kecil. Masalah lingkungan hidup, masalah pentingnya pohon. Itu praktis. Bayangkan! Jangan under estimate atas kepintaran, kearifan rakyat kita. Itu kalau saya. Jadi, kita serahkan kepada rakyat.
Ada video yang menggambarkan soal itu. Kita lihat cuplikannya. Video menggambarkan saat Jokowi berpidato dalam suatu acara, lalu berbicara: ’saya dua kali menang di pilkada Solo. Lalu ditarik ke Jakarta ikut Pilkada Gubernur DKI juga menang. Saat pilpres dua kali juga menang. Mohon maaf Pak Prabowo,’ ujar Jokowi. Prabowo yang duduk di bangku deretan paling depan dalam suatu acara yang dihadiri ratusan orang spontan berdiri dan langsung memberi hormat kepada Jokowi, diikuti tepuk tangan hadirin. ‘’Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo (jadi presiden),’’ pungkas Jokowi diiringi tepuk tangan hadirin nan membahana.
Tapi Presiden Jokowi juga kerap menunjukkan dukungan terhadap capres Ganjar Pranowo. Bapak merasa diduakan, tidak?
Tadi saya katakan, seorang pemimpin nasional dia punya banyak pertimbangan harus menjaga keseimbangan, harus menjaga stabilitas. Jadi ya wajar.
Jadi ini sesuatu yang wajar. Jadi Pak Prabowo tidak mau GR (gedhe rumungso) bahwa Presiden Jokowi cinta mati kepada Prabowo?
Saya tidak mau GR. Kalau berharap kan boleh. Apa ada larangan berharap.
‘Tidak ada!’ jawab Najwa.
Berharap tapi tidak GR?
Berharap, Anda mendukung saya. Berharap kan boleh.
Apa yang Pak Prabowo tawarkan terhadap basis pendukung Jokowi. Apa kebaruan dari Prabowo. Apakah semuanya hanya melanjutkan (baca: program Jokowi) atau ada hal hal baru dari Prabowo Subianto?
Begini ya nation building proses yang dikatakan lama ya lama, kalau dikatakan sebentar ya sebentar. Tiongkok dalam upaya menghilangkan kemiskinan perlu waktu satu generasi atau 40 tahun. Satu generasi itu 40 tahun. Ada berapa presiden Tiongkok, ada berapa PM Tiongkok dalam 40 tahun. Jadi kalau dilihat 40 tahun itu lama. Tapi, kalau dibandingkan berdirinya Negeri Tiongkok yang sudah ribuan tahun, waktu 40 tahun adalah cepat.
Jadi, yang saya tawarkan: Satu, melanjutkan program strategis yang menuju kepada nasional building. Menuju Indonesia maju, menuju Indonesia makmur. Itu kan perjuangan beliau (Jokowi) selama ini. Itu yang beliau inginkan, itu yang beliau katakan, makanya, begitu ada hilirisasi. Kita sudah cukup, tidak mau lagi menjual kekayaan alam kita sebagai bahan mentah. Kita tidak mau lagi. Kita mau pengolahan bahan mentah diolah di Indonesia. Kita mau bahan bahan itu diolah di Indonesia, sehingga nilai tambahnya dinikmati rakyat Indonesia.
Dan luar biasanya, nilai tambah itu bisa 20 kali, 30 kali sampai 100 kali daripada kita jual secara gelondongan. Luar biasa. Nikel waktu kita jual bahan mentah penerimaan negara kurang lebih Rp 11 triliun. Tapi, setelah hilirisasi naik 20 kali, 30 kali lipat. Bayangkan, ini baru nikel, belum bauksit. Bauksit itu bahan baku alumina. Alumina kalau diolah menjadi aluminium yang merupakan bahan pembuatan tv, motor, komputer sampai pesawat.
Bayangkan, selama ini bauksit kita jual sebagai bahan mentah. Tapi, kita beli mobil dari luar, kita beli pesawat dari luar yang bahan bakunya dari tambang kita. Bayangkan kalau suatu saat nanti bauksit diolah di dalam negeri. Kita nanti bisa membuat sendiri TV, komputer dan lainnya. Ini yang kita inginkan. Itu strategis, saya akan laksanakan. Saya akan melanjutkan. Bahwa ada kekurangan ya... Makanya kita perbaiki. Kekurangan kekurangan seperti birokrasi, kurang disiplin, harus kita cari jalan keluarnya.
Boleh saya minta tanggapan atas dua nama yang juga sudah menyatakan maju dalam kontestasi pilpres 2024. Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Ditampilkan Foto Anies dan Prabowo?
‘Maksudnya’? tanya Prabowo.
Apa tanggapan Bapak terhadap Anies Baswedan yang juga menyatakan maju dalam kontestasi pilpres 2024. Dan, itu kemungkinan akan bertarung melawan Anda?
Ok. Begini ya konsep sebuah republik adalah bahwa setiap warga negara yang punya kesehatan baik, pendidikan yang baik, punya katakanlah penghasilan cukup, punya pendidikan baik dan agak mapan harus menyediakan diri untuk mengabdi. Anda mengerti!
Apa itu artinya?
Anies Baswedan sebagai warga negara punya pendidikan, kesehatan baik, penghasilan cukup, mapan boleh, bahkan malah bagus maju menyediakan diri untuk mengabdikan kepada bangsa dan negara (ikut kontentasi pilpres). Itu kan positif.
Bolehkah saya minta Bapak menilai atas sosok Anies Baswedan?
Saya kira bukan wewenang atau kompeten saya menilai seorang Anies Baswedan. Itu rakyat yang akan menilai beliau. Saya sendiri menyiapkan diri untuk maju (pilpres). Berarti saya ini kontestan beliau. Kita kan bersaing. Masak Anda minta saya menilai beliau.
Kalau begitu diksinya kita ganti, saya masih usaha ini Pak?
Yang benar saja (celetuk Prabowo). Mbak Najwa ini memang waduh….(Prabowo tertawa meski agak ditahan tahan)
Boleh dong Pak saya usaha?
Boleh. Gua juga boleh dong menangkis.
Boleh? Dulu kan Bapak mendukung Anies saat pilkada DKI Jaya. Komentar singkat saja tentang sosok ini?
Tidak ada. Saya kan tadi sudah komentar cukup panjang.
Tadinya Prabowo Ingin Didampingi Ganjar
Kalau begitu saya ganti fotonya. Boleh keluarkan foto ini Ganjar Pranowo dan Prabowo. Bagaimana bapak mengambarkan hubungan dengan Ganjar Pranowo?
‘Anda mau jawaban yang jujur ya?,’ tanya Prabowo.
‘Selalu Pak,’’ tegas Najwa.
Oke. Saya kan tidak pernah dekat, atau bekerja sama dengan beliau. Tapi, jujur ya kalau chemistry saya oke sama beliau. Orangnya easy to going. Saya bisa bergaul dengan beliau. Saya kira dia orang yang baik. Hatinya baik, niatnya baik. Tadinya, saya berharap (maju pilpres) bersama beliau. Tadinya. (Ha…terdengar suara koor panjang hadirin)
‘Wah..ini mulai seru?’ ujar Najwa girang.
‘Tadinya..Tadinya,’ tambah Prabowo. Sudah.. lah ini Indonesia yang penting rukun.
‘Tadinya?’ pancing Najwa.
‘Itu tadinya. Tapi, sekarang kan sudah nggak bisa kan,’ tambah Prabowo.
Pak Prabowo semula berharap posisi (Ganjar) sebagai Wapres. Karena sudah dicalonkan Capres oleh PDI P jadi sudah tidak ada peluang lagi?
Begitu lah kira kira.
Pak Prabowo tadi bilang tidak mau ditanya Wapres. Tapi, saya orangnya bandel. Makanya, tetap saya tanya wapres. Karena nama namanya Wapres Bapak sudah beredar. Muncul. Yang disebut potensial untuk mendampingi sebagai wakil presiden Pak Prabowo Subianto. Ada nama Erick Thohir, Mahfud MD, Airlangga Hartanto, Muhaimin Iskandar, Khofifah Indar Parawangsa hingga Rakabuming Raka atau Gibran.
‘Kalau menurut Mbak Najwa siapa yang paling cocok?’ tanya balik Prabowo.
‘Tergantung dari bapak mencari dari sisi apa yang bisa melengkapi Bapak. Apakah mencari sosok yang bisa melengkapi katakanlah daerah, atau dari segi electoral, hendak manambah suara dukungan di mana? Atau dari segi kompetensi, pengusaha atau bukan pengusaha, atau dari segi usia. Tergantung dari Pak Prabowo, nanti saya akan bantu mencarikan?’ jawab Najwa panjang lebar (terdengar suara ha…ha..dari hadirin)
‘’Ini kita jujur ya,’ ujar Prabowo.
‘Ya, jujur Pak,’’ jawab Najwa tangkas.
Jadi semua nama yang Anda sampaikan tadi Anda sebut nama ada Pak Mahfud, Pak Airlangga, Erick Thohir, Muhaimin, Bu Khofifah, Mas Gibran. Jujur ya..saya lihat keenamnya adalah putra putri terbaik Indonesia. Masing masing di bidangnya, masing masing latar belakangnya, masing masing dengan usianya.
Ya ini lah demokrasi tersaring dari sekian tokoh. Dan, akhirnya Anda yang mengajukan enam nama. Dan, itu yang ada. Jadi,saya lihat, saya bisa bekerja dengan semuanya. Siapa tahu nanti Ganjar mau jadi wakil (Wapres) akan kita pertimbangkan. Tapi, kini nggak ada masalah asal kita bersaing dengan baik. Kita bersaing dengan sejuk. Sudah lah pertahankan dengan baik tradisi demokrasi Indonesia. Demokrasi sejuk, demokrasi santun, demokrasi yang tidak ada kebencian.
Sengaja saya sebut sedikit saja nama terakhir Rakabuming Raka Gibran anak Presiden Jokowi. Itu muncul secara serius dipertimbangkan atau karena itu tidak masuk pertimbangan Pak Prabowo?
Tentunya termasuk ya. Kita pertimbangkan. Ada namanya alat perhitungan. Yakni namanya survey. Survey dan polling. Ada yang obyektif dan ada yang tidak obyektif. Survey dan polling bisa dijadikan alat kampanye berarti tidak obyektif karena dipakai untuk menaikkan (popularitas) kita. Nanti kalau kita mengambil keputusan itu minta lembaga survey untuk menggambarkan kondisi sebenarnya. Keadaan sebenarnya. Di kalangan rakyat si A bagaimana, si B bagaimana, si C bagaimana. Itu semua dipertimbangkan. Namanya demokrasi.
Pertimbangan itu kan seharusnya tidak hanya soal electoral saja kan Pak Prabowo?
Ini demokrasi Mbak Najwa. Demokrasi dilaksanakan dengan electoral. Bener nggak? Anda bisa bayangkan di banyak negara seperti India yang terpilih bintang film, penyanyi. Jadi, ini electoral. One man, one vote. Kendali rakyat itu harus kita dengar, kita perhatikan. Anak presiden, bukan anak presiden atau anak siapa pun harus kita pertimbangkan kehendak rakyat.
Jadi, ada kemungkinan menjadi wapres Anda, anak presiden saat ini (Gibran)?
Ya Anda sendiri yang sampaikan nama itu. Anda sampaikan kan.
Sebagai pancingan, Pak?
Berarti ada kemungkinan kan.
(Prabowo tertawa seraya menggoyang goyangkan kedua tangannya). Kalau saya nggak jadi presiden saya juga bikin ‘Mata Bowo’
(Najwa pun tertawa lepas. Begitu juga Prabowo).
‘Jangan Mata dong Pak,’ sela Najwa.
‘Boleh nggak?’ tanya Prabowo.
‘Jangan Mata. Tapi, ‘Tangan Bowo’ karena Pak Prabowo tadi sangat luwes berjoget, menggerakkan tangan,’ sindir Najwa.
‘Gue ada bakat nggak,’ tanya Prabowo.
‘Boleh lah,’ seloroh Najwa.
Kenapa saya tanyakan (Gibran) karena di MK sekarang tengah ada upaya (mengajukan gugatan) UU yang mengatur soal batas usia seorang wakil presiden. Jadi, saya bertanya soal itu karena saat ini ada legal konstitusional yang sedang diusahakan sejumlah pihak untuk memungkinkan Rakabuming atau Gibran masuk kontestasi pilpres. Dan konteks saya bertanya karena ada preseden itu pak Prabowo. Terima kasih sudah menjawab soal itu.
Najwa memperlihatkan foto Prabowo muda. Apa mimpi Prabowo muda. Dan apakah mimpi itu sudah tercapai, terwujud?
Dari dulu jujur, saya terus terang saya akui dari kecil saya ingin jadi seorang tentara. Dan menjadi seorang panglima yang bisa membela bangsa dan rakyatnya. Suasana saat saya kecil di mana kisah heroisme karena negara baru merdeka. Ditambah keluarga besar saya umumnya pejuang semua. Kita dibesarkan di satu lingkungan, dimana suasana aroma perjuangan begitu kental. Di mana paman saya gugur di medan pertempuran. Saya dibesarkan dalam suasana perjuangan. Makanya saya ingin ikuti jejak mereka. Jadi seorang pejuang. Dan obsesi saya jadi tentara tercapai.
***
SISI LAIN PRABOWO SUBIANTO
Cerita Paspor, Benny, Kudeta, dan Persahabatan Luhut--Prabowo
SUATU pagi di antara rentang waktu 1999 sampai awal 2000, Prabowo Subianto menjejakkan kaki di KBRI Singapura. Ia mengenakan pakaian lusuh sambil menenteng tas. Kepada petugas KBRI, mantan Danjen Kopassus itu mengaku sebagai kawan dekat duta besar yang bertugas di sana, Luhut Binsar Panjaitan.
Luhut ketika itu baru saja menyelesaikan sarapan. Sang Duta Besar buru-buru keluar untuk menemui tamu dadakan tersebut.
“Kok? Ngapain kamu ke sini?” kata Luhut sambil memandangi lelaki lusuh di hadapannya.
“Bang, aku dapat informasi Pak Cum sakit. Aku mau menengok, cuma paspor habis, enggak ada yang bisa memperpanjang,” jawab Prabowo.
Pak Cum adalah panggilan untuk Soemitro Djojohadikoesoemo, ayahanda Prabowo yang juga ekonom kenamaan Indonesia.
Prabowo tidak bisa mendampingi sang ayah yang sakit karena lebih banyak menetap di luar negeri sejak diberhentikan dengan hormat dari TNI karena kasus penculikan aktivis pada 1998. Namun, kondisi kesehatan ayahnya merosot memaksanya pulang.
Masalahnya, usaha Prabowo untuk meminta perpanjangan paspor di KBRI Yordania—tempatnya menetap beberapa tahun belakangan, kandas. Itu sebabnya Prabowo terbang ke Singapura guna meminta bantuan Luhut, sahabatnya.
Begitu mendengar kabar ayah Prabowo sakit, Luhut langsung luluh. Bersedia membantu Prabowo. Ia segera menelepon bagian konsuler KBRI Singapura.
“Ini ada Prabowo Subianto mau perpanjangan paspor, gimana?” tanya Luhut.
Di ujung telepon, petugas konsuler tak menyanggupi permintaan Luhut. Alasannya, ada perintah dari Jakarta agar tak menerbitkan paspor untuk Prabowo.
Jawaban si petugas membuat Luhut berang. “Heh, kamu tahu saya. Jabatan saya di sini apa?” ujar Luhut, ketus.
“Dubes,” jawab petugas konsuler itu.
“Dubes. Terus, Dubes apa?”
“Dubes Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.’
“Nah, iya. Sudah, bikin (paspor untuk Prabowo)!”
Berbekal paspor dari “orang dalam” itulah akhirnya Prabowo pulang ke Indonesia pada 2 Januari 2000.
Bantuan Luhut bukan tanpa alasan. Ia dan Prabowo bersahabat karib sejak sama-sama dinas di Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang dulu masih bernama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha).
Luhut, jebolan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) 1970, lebih senior dari Prabowo yang lulusan 1974. Tak heran Prabowo biasa memanggil Luhut dengan sebutan “Abang.”
Kisah itu diceritakan oleh Atmadji Sumarkidjo, Staf Khusus Menko Kemaritiman, kepada Kumparan, Kamis (25/4/2019). Ia berkata, “Kalau bukan karena Pak Luhut, barangkali dia (Prabowo) enggak bisa pulang. Banyak yang tidak tahu bahwa hubungan pribadi antara Pak Luhut dengan Pak Prabowo itu sudah terjalin entah berapa puluh tahun.”
Prabowo dan Luhut menjadi figur andalan tatkala Korps Baret Merah alias Kopassus mulai membenahi kemampuan antiteror. Luhut saat itu berpangkat mayor, sedangkan Prabowo masih kapten. Keduanya, menurut Sintong Panjaitan dalam biografinya yang berjudul Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, diminta Letjen Benny Moerdani —yang saat itu menjabat Asisten Intelijen— untuk menimba ilmu guna meningkatkan kemampuan antiteror Kopassandha.
Mayor Luhut dan Kapten Prabowo awalnya mengikuti latihan di Grenzschutzgruppe 9 (GSG-9), kesatuan antiteror di bawah Polisi Federal Jerman. Belajar di sana amat bergengsi. Namun, saat Prabowo dan Luhut tengah berlatih di Jerman itu, Prabowo mengalami musibah.
Dalam sebuah sesi menyeberang menggunakan tali, Prabowo gagal. Alhasil, menurut Atmadji, kaki Prabowo patah dan harus dioperasi. Namun, prosedur operasi membutuhkan persetujuan dari keluarga Prabowo. Saat itulah Luhut pasang badan, mengaku sebagai pihak keluarga dan menandatangani persetujuan tindakan bedah.
Setelah itu, Luhut kemudian mengabari Soemitro perihal kondisi putranya. Prabowo sempat diperintahkan pulang oleh Benny Moerdani, namun usul itu ditolak Luhut. Ia meminta Prabowo diberi kesempatan menyelesaikan pelatihan di GSG-9.
Selain belajar di Jerman, Luhut dan Prabowo dikirim ke beberapa negara lain. Mereka pernah mengenyam ilmu di United Kingdom Special Forces, Special Boat Service di bawah Angkatan Laut Inggris, satuan antiteror Groupe d’Intervention de la Gendarmerie Nationale (GIGN) di bawah Kepolisian Prancis, dan Satuan Antiteror Marinir Belanda.
Berikutnya, berbekal sederet pengalaman dari pasukan elite itu, Luhut mengusulkan pembentukan satuan antiteror dalam tubuh Kopassandha. Gagasan inilah yang menjadi cikal bakal Detasemen Khusus 81 Penanggulangan Teror atau Sat-81/Gultor Kopassus.
Saat satuan itu dibentuk, Mayor Luhut didapuk menjadi komandan, dengan Prabowo sebagai wakilnya. Di sinilah persahabatan Prabowo dan Luhut diuji, layaknya tak ada hubungan yang selamanya manis.
Suatu hari pada Maret 1983, Luhut yang tiba di kantor seperti biasa, dikagetkan pasukan yang berada dalam status siaga. Luhut pun langsung menanyakan asal perintah siaga itu. “Ia mendapat jawaban, status siaga atas perintah wakilnya, Kapten Prabowo Subianto,” tulis Sintong Panjaitan dalam biografinya.
Instruksi Prabowo rupanya didasari dugaan adanya upaya kudeta yang dimotori Benny Moerdani terhadap Presiden Soeharto. Kala itu, Prabowo sedang dekat-dekatnya dengan Soeharto karena akan menikahi salah satu putri sang presiden, Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto.
Maka Prabowo tak hanya menyiagakan pasukan, tapi juga merencanakan penculikan terhadap sejumlah perwira tinggi ABRI. Ia juga berencana mengevakuasi Presiden Soeharto ke Markas Kopassandha di Cijantung, Jakarta Timur.
Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan. Pasang surut persahabatannya dengan Prabowo Subianto. (FOTO: Instagram: @luhut.pandjaitan - hops.id)
Prabowo bahkan mengintai dan melompati pagar rumah Wakil Komandan Kopassandha Brigjen Jasmin yang notabene atasannya di AD.
“Prabowo menuduh saya kurang setia kepada negara dan bangsa, sambil menuding-nudingkan telunjuknya ke arah wajah saya. Luhut juga ada di situ. Malahan Luhut yang menurunkan tangan Prabowo yang menuding-nuding ke wajah saya,” kata Jasmin seperti tertuang dalam buku Sintong.
Luhut mencium gelagat tak beres Prabowo. Ia segera memerintahkan pasukan Detasemen Khusus 81/Antiteror kembali ke barak dan mengamankan persenjataan. Dia juga membantah kabar kudeta yang diendus Prabowo.
Saat itu, Luhut tak menjatuhkan sanksi kepada Prabowo meski tindakan sang wakil yang di luar komando bisa mengganggu keamanan nasional. Luhut hanya memberi dia cuti dua pekan. Hal itu dimaklumi perwira tinggi TNI lain, karena Prabowo dekat dengan Soeharto. Itu pula sebabnya Prabowo dianggap sampai berani melawan Jasmin.
“Apakah Prabowo berani bertindak demikian, seandainya ia bukan menantu Presiden Soeharto?” kata Sintong dalam bukunya.
Meski begitu, Luhut menduga saat itu Prabowo sedang stres berat. Dua hari kemudian, Luhut menghadap ayah Prabowo, Soemitro, guna menerangkan perihal cuti Prabowo. Soemitro bisa menerima penjelasan Luhut.
Insiden Maret 1983 itu menjadi awal keretakan hubungan Luhut dan Prabowo. Setelahnya, mereka berpisah jalan dengan berdinas di tempat berbeda. Karier militer Luhut tak semoncer Prabowo yang menduduki sejumlah posisi bergengsi di TNI AD.
Prabowo menjabat Komandan Jenderal Kopassus pada 1995-1998, dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) pada 1998 meski hanya dua bulan. Kedua jabatan itu ialah posisi sentral di AD yang tak pernah diduduki Luhut dalam karier militernya.
Renggang sejak 1983, hubungan Luhut dan Prabowo akhirnya pulih pada 2000, kala Luhut mengulurkan tangan membantu Prabowo memperpanjang paspornya di KBRI Singapura. Maka, dimulailah babak baru kehangatan antara abang-adik purnawirawan itu. Sekembalinya ke Indonesia, Prabowo meniti hidup sebagai pengusaha. Hal serupa dilakukan Luhut.
RAJA YORDANIA ABDULLAH: DI SINI ANDA (PRABOWO) TETAP JENDERAL
Tak sampai tiga bulan bermukim di Amman, Yordania, Prabowo Subianto dikabarkan mendapat status kewarganegaraan dari Raja Hussein. Adalah koran Al-Rai' terbitan 12 Desember 1998 mengabarkan peristiwa itu.
Harian berbahasa Arab itu menyebut: "Sebuah Dekrit Raja (Hussein) juga dikeluarkan menganugerahkan status kewarganegaraan Yordania kepada seorang warga negara Indonesia, Prabowo Subianto Kusumo."
Saat kabar itu dimuat sejumlah media Indonesia, adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo bergerak cepat mengklarifikasi. Hashim mengatakan Prabowo takkan melepaskan statusnya sebagai WNI.
"Prabowo takkan melepas status tersebut dan juga tidak ada keinginan untuk eksodus atau melarikan diri ke luar negeri mencari suaka. Kalau ada rumor Prabowo dan keluarga Sumitro hengkang, semua fitnah dan bohong belaka," ujar Hashim seperti yang dikutip Femi Adi Soempeno dalam bukunya Prabowo Titisan Soeharto?
Hashim juga menyebut abangnya ke luar negeri karena harus berobat. Sementara kepergian ke Yordania untuk berbisnis. Prabowo pun diklaim sudah melaporkan aktivitasnya itu pada Panglima ABRI Jenderal Wiranto. "Tapi kalau memang ada permintaan kembali Prabowo siap pulang ke tanah air."
Seperti diketahui, Prabowo memutuskan meninggalkan Jakarta di tengah pusaran masalah membelitnya Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie mencopot jabatannya sebagai Panglima Kostrad.
Setelah itu, karier militernya berakhir di Dewan Kehormatan Perwira pada Agustus 1998 karena dinilai bertanggung jawab atas penculikan aktivis.
BACA JUGA:
Majalah Tempo edisi 28 Desember 1998, menyebutkan, saat itu Prabowo tak langsung menuju Yordania. Anak begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo itu terlebih dulu terbang ke Amerika Serikat (AS) bersama Siti Hediati Hariyadi dan anaknya Ragowo Hediprasetyo.
Sebulan berada di Boston, Amerika Serikat mencarikan sekolah bagi putra tunggalnya itu, Prabowo melanjutkan perjalanan ke Amman.
Kabarnya putra Raja Hussein, Pangeran Abdullah yang mengundang.
Femi Adi menuliskan Pangeran Abdullah menelpon Prabowo. "What can I do? You're my friend," ujar Pangeran Abdullah. Pangeran Abdullah yang kini menjadi Raja Yordania bertemu Prabowo secara tak sengaja pada awal Desember 1995.
Waktu itu, Abdullah berkunjung ke Jakarta bertemu Menristek BJ Habibie. Pertemuan itu tak terjadi walau sang pangeran sudah menunggu beberapa hari.
Abdullah sempat kecewa dan membuat Dubes Yordania di Jakarta kelabakan. Untungnya dia mau diajak menghadiri pelantikan Komandan Jenderal Kopassus Prabowo Subianto. Kebetulan Abdullah juga merupakan pimpinan pasukan khusus di Yordania
Begitu dekat hubungan keduanya, Tempo melaporkan saat Prabowo divonis bersalah oleh DKP, Abdullah terbang dengan pesawat pribadinya ke Jakarta khusus "menghibur" sejawatnya. Abdullah bahkan datang hanya untuk makan malam bersama Prabowo dan pulang pada hari yang sama.
Kedatangan Prabowo ke Yordania pun disambut upacara militer. Dia bahkan diminta menginspeksi pasukan. Sementara di ujung barisan, Pangeran Abdullah menunggu dan kemudian memeluknya.
"Di sini, Anda tetap Jenderal," ujar Abdullah pada Prabowo seperti yang dikutip dari buku "Prabowo Titisan Soeharto?".
Jenderal Gemoy, Melenggang ke Istana atau Kalah 04
LETNAN Jenderal TNI (Purn.) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo merupakan anak ketiga dan putra (Laki-laki) pertama lahir 17 Oktober 1951.
Ayahnya Soemitro Djojohadikusumo berasal dari Kebumen, Jawa Tengah. Ayah Prabowo merupakan pakar ekonomi dan juga politikus Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang saat itu baru saja selesai menjabat sebagai Menteri Perindustrian di Kabinet Natsir pada April 1952.
Sedangkan Ibunya bernama Dora Marie Sigar dikenal Dora Soemitro. Beliau seorang wanita Kristen Protestan berdarah Minahasa. Ibunya berasal dari keluarga Maengkom di Langowan, Sulawesi Utara.
Setelah kelahiran Prabowo Subianto tak lama kemudian ayahnya, Soemitro diangkat kembali menjadi Menteri Keuangan pada Kabinet Wilopo. Prabowo memiliki dua kakak perempuan, bernama Biantiningsih Miderawati dan Maryani Ekowati. Dan, satu adik laki-laki bernama Hashim Djojohadikusumo.
Silsilah keluarga Prabowo berdasarkan keterangan berbagai sumber menyebutkan, Prabowo Subianto mempunyai garis keturunan dari Sultan Agung. Raja Kesultanan Mataram itu memiliki putra bernama Raden Adipati Mangkuprojo, Raden Tumenggung Indrajik Kartonegoro, Raden Tumenggung Kertanegara (Raden Banyak Wide), dan Raden Kartoatmojo.
Kartoatmojo menikah dengan RA Djojoatmojo, seorang keturunan ke-4 Sultan Hamengkubuwono I.
Dari pernikahan tersebut, lahirlah Raden Tumenggung Mangkuprojo, ayah dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo. Nama terakhir adalah pendiri Bank Negara Indonesia (BNI). Raden Mas Margono mempunyai seorang putra bernama Soemitro Djojohadikusumo alias ayah kandung Prabowo Subianto.
Dalam versi berbeda, keluarga Prabowo terkait Pangeran Diponegoro yang memimpin Perang Jawa kontra Belanda tahun 1825-1830.
Seorang sejarawan menyebutkan Prabowo mempunyai garis keturunan dari Banyak Wide atau Raden Tumenggung Kertanegara. Dikisahkan, Banyak Wide adalah senopati Pangeran Diponegoro. Ia memimpin pertempuran Urutsewu Panjer (Kebumen) dengan jumlah pasukan sebanyak 900. Kendati secara garis keturunan tidak ada kaitan dengan Pangeran Diponegoro, nenek moyang Prabowo masih termasuk seorang senopati zaman itu.
Mengutip dari penuturan adik Prabowo kepada Okezone, Banyak Wide atau Kertanegara IV mempunyai putra R. Kartohatmojo, seorang patih di Banjarnegara. Ia kemudian berputra Hendrokusumo, Margono, Sumitro, hingga lanjut ke Prabowo Subianto.
Nama belakang Subianto sendiri diambil dari pamannya, Kapten Subianto Djojohadikusumo, yang merupakan seorang perwira Tentara Keamanan Rakyat yang gugur pada Pertempuran Lengkong pada Januari tahun 1964 di Tangerang.
Masa kecil Prabowo banyak dihabiskan di luar negeri, terutama setelah ayahnya ada keterlibatan dalam menentang pemerintah Presiden Soekarno dengan menyokong Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat.
Mulanya Prabowo kecil bersekolah di Sekolah Sumbangsih, Jakarta ketika usianya lima tahun. Pada tahun 1957 ketika pemberontakan PRRI pecah, ayah Prabowo, Prof Soemitro Djojohadikusumo membawa semua keluarganya termasuk Prabowo mengungsi ke Padang menumpang pesawat Dakota DC-3.
Hidup Nomaden,
Pemerintahan Soekarno kala itu mencurigai Prof Soemitro Djojohadikusumo terlibat dalam gerakan pemberontakan tersebut.
Akhirnya Prof Soemitro Djojohadikusumo memboyong semua keluarganya pindah ke Singapura pada tahun 1958.
Prabowo kemudian disekolahkan di British Elementary School, Singapura. Namun gejolak politik negara Singapura kala itu yang lebih memilih menjaga hubungan baik dengan presiden Soekarno membuat Prabowo beserta orang tuanya pindah ke Hong Kong pada tahun 1962.
Di Hong Kong, ayahnya mendaftarkan Prabowo beserta saudaranya di Glenealy Junior School. Ayahnya membuka bisnis konsultan ekonomi di sana. Namun Prabowo hanya tinggal dua tahun di sana dan pindah ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Di Malaysia, Prabowo bersekolah di Victoria Institute. Namun konfrontasi Malaysia dan Indonesia terjadi tahun 1963. Prof Soemitro Djojohadikusumo terang-terangan membela Indonesia, bangsanya sendiri meski kala itu ia dalam posisi menentang Presiden Soekarno.
Prabowo dan keluarganya akhirnya pindah ke Zurich, Swiss. Di negara tersebut, Prabowo bersekolah di American International School dan mulai belajar bahasa Jerman dan Prancis.
Namun belum lama di sana, Pemerintah Swiss menolak suaka politik dari Prof Soemitro Djojohadikusumo dan keluarganya.
Akhirnya Prof Soemitro Djojohadikusumo memboyong istri dan anak-anaknya termasuk Prabowo Subianto ke Inggris, sebab pemerintah Inggris mau memberikan mereka izin tinggal permanen.
Prabowo kemudian kembali melanjutkan sekolahnya di American International School hingga tahun 1968. Praktis Prabowo menyelesaikan studi menengahnya di Victoria Institution di Kuala Lumpur, Malaysia; Zurich International School di Zurich, Swiss; dan The American School di London,
Inggris.
Setelah kejatuhan Soekarno dan naiknya tampuk kekuasaan Soeharto, keluarga Soemitro kembali ke Indonesia. Lalu Prabowo masuk ke Akademi Militer (Akmil) di Magelang, Jawa Tengah.
Pada bulan Mei tahun 1983, Prabowo mempersunting Siti Hediati Hariyadi yang merupakan putri dari Presiden Soeharto dan Tien Soeharto.
Prabowo dan Siti Hediati dikaruniai anak laki-laki Ragowo Hediprasetyo atau Didiet. Akan tetapi pernikahan mereka kandas tak lama setelah Orde Baru tumbang, keduanya berpisah tahun 1998. Anaknya, Didiet, tumbuh di Boston, Amerika Serikat dan memilih profesi sebagai seorang desainer yang berbasis di Paris, Prancis.
Pantang Menyerah
Pada pilpres 2024, Prabowo kembali menjadi capres berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Jokowi.
Prabowo pantang menyerah meski sudah tiga kali kalah dalam gelaran pilpres sejak 2009. Tapi, Prabowo pantang menyerah meski banyak orang mencibir karena tiga kali kalah melulu.
Belakangan Prabowo suka joget dalam berbagai kesempatan termasuk saat mendaftar ke KPU. Karena Prabowo memiliki tubuh sedikit subur ia pun mendapat julukan gemoy. Tapi, dalam pilpres 2024 peluang Prabowo menjadi RI 1 begitu besar. Salah satu faktor karena mendapat dukungan Presiden Jokowi.
Sejarah kelak akan mencatat apakah Prabowo bisa melenggang ke Istana, atau kalah lagi dengan skor 0-4. Wallahualam. Hanya Allah yang tahu.(SELESAI)