COWASJP.COM – SELAMA sepekan saya dirawat di Nasional Hospital, Jalan Boulevard Selatan, Graha Famili, Surabaya, minggu lalu. Di sana saya harus menjalani operasi prostat. Dengan peralatan medis canggih untuk membersihkan kelenjar prostat.
Gumpalan yang sering mengganggu pada saat kencing yang membuat sakit yang tiada taranya itu, dibersihkan.
Masuk ke rumah sakit yang bersebelahan dengan kampus UNESA itu bagaikan masuk hotel. Karena arsitekturnya menyerupai hotel berbintang pula. Ada counter penjual berbagai jenis kue, counter minuman, dan juga makanan. Seperti Hoka Hoka Bento.
Begitu mobil berhenti, dengan sigap security membukakan pintu mobil. Sambil memberi salam, dengan satu tangan di dada.
Bila pasien tidak bisa jalan. Beberapa kursi roda sudah disiapkan. Security pun dengan sigap mendorong kursi roda itu ke pintu mobil.
Keadaan seperti itu saya tahu saat pulang. Karena ketika masuk saya melalui pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Saya pun kagum ternyata rumah sakit tempat saya dirawat merupakan rumah sakit mewah. Saya jadi pasien di tempat itu juga tidak sengaja. Atas rekomendasi dari seorang sahabat baik saya. Yang bekerja di situ.
Karena memiliki asuransi kesehatan, teman yang dulu saya anggap seperti keluarga sendiri itulah yang membantu. Yang berkomunikasi dengan asuransi.
Semula saya harus membayar deposit sedikitnya 30 persen dari biaya rumah sakit. Tapi berkat dia, masuk rumah sakit hanya bermodalkan tanda tangan. Tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun.
Saya masuk tanpa membawa uang. Pulang pun hanya bermodal tanda tangan. Padahal, biaya operasi saja sebesar Rp 71 juta. Biaya yang sangat fantastis untuk ukuran saya. Belum lagi biaya perawatan.
Kamar VVIP yang jutaan itu, dengan pelayanan yang super luar biasa itu semua berkat kebaikan teman lamaku itu.
Perawatnya sigap dan ramah. Dokternya juga ramah dan suka senyum. Seperti ketemu teman lama.
Suatu saat, tengah malam, maaf, saya lagi kentut. Setelah lima hari tidak bisa ke belakang. Suaranya panjang sekali.
Bersamaan dengan itu masuk seorang perawat cantik. Berjilbab. “Waduh Pak. Kok enak sekali,” kelakarnya yang membuat isteri dan adik yang menunggu ikut tertawa. Bahkan, sampai sekarang jadi buah guyonan.
Sorenya, saya dijenguk seorang dokter. Dia datang kontrol. Isteri yang selalu penasaran dengan penderitaan yang tengah saya alami, bertanya kepada dokter.
Tampaknya dia pingin tahu mengapa suaminya kena prostat.
“Dok, apa penyebab prostat?” tanyanya.
Dengan santai, dokter berperawakan atletis itu menjawab. “Ini sakit kutukan untuk laki-laki,” jawabnya santai, sambil memeriksa kondisi tubuh saya dengan teleskop.
Isteri yang sedang duduk santai tersentak mendengar ucapan dokter itu. Mungkin dia berpikir dokter bicara serius. Lantas, sang dokter melanjutkan omongannya. “Disebut sakit kutukan untuk laki, karena perempuan tidak bisa kena sakit prostat. Perempuan tidak memiliki prostat,” kelakarnya sembari tertawa. “Ya kan,” tambahnya.
Saya dan isteri ikut tertawa. “Tuh. Bapak sudah tertawa. Cepat sehat Pak ya,” tuturnya sambil meninggalkan ruangan tempat saya dirawat. (Bersambung)