Catatan Kecil dari Rumah Sakit (1)

Dipalak Puluhan Kali dan "Digoda" Para Penjaja Makanan yang Cantik di Sungai Barito

Saat berkunjung ke kapal tongkang di Luwe Hulu. (FOTO: Dok. Nasaruddin Ismail)

COWASJP.COMFISIKKU memang sakit, bahkan tengah dirawat di rumah sakit. Namun, tugas sehari-hari di kantor tak boleh mandeg. Sebab, semuanya bisa dikontrol melalui HP sambil berbaring sekalipun. 

Yang tidak bisa hanya hadir di kantor.

Mungkin karena sudah terbiasa ketika masih jadi wartawan, meski tanpa dikomando pekerjaan tetap jalan. 

Hanya wartawan malas sajalah yang menunggu perintah dari atasannya.

Jiwa seperti itu masih melekat. Sakit pun masih meluangkan waktu buat bekerja. Memantau aktivitas perusahaan sesuai tugas sehari-hari.

Itulah yang saya lakukan selama di rumah sakit. 

Selain menjalani perawatan, tugasku tetap berjalan seperti biasa. Hingga tak banyak teman yang tahu kalau saya saat itu sedang opname di rumah sakit.

Yang dipantau tak hanya SPBE, gudang, dan mobilnya. Kapal yang sedang berlayar di tengah laut pun tak lepas dari pantauan. Melalui CCTV dan GPS.

Pun kapal yang sedang berlayar di Sungai Barito tak lepas dari pantauan saya melalui HP, sambil berbaring di atas ranjang perawatan.

Setiap ada kejadian atau aktivitas di lapangan selalu dilaporkan di grup WA yang bisa dibaca oleh pimpinan.

PENUH TANTANGAN DAN RINTANGAN

Yang menyita perhatian dan waktu adalah mengamankan kapal selama pelayaran di Sungai Barito. Rasanya berat sekali. Penuh tantangan dan rintangan. 

Saya hitung mulai dari Muara Teweh sampai Sungai Lauk, Banjarmasin, tak kurang dari 30 tempat dilakukan penarikan ilegal (pemalakan). Ada oknum, ada juga preman yang naik turun kapal.

Permintaannya berkisar mulai dari Rp 150 ribu sampai jutaan rupiah. 

Belum lagi dengan godaan cewek-cewek cantik penjaja berbagai jenis makanan. Yang naik-turun kapal seenaknya. 

Mereka naik ke atas kapal yang sedang berlayar dengan perahu kecil. Setelah perahu kecil itu merapat, wanita-wanita itu naik ke kapal kami.  

Setelah itu perahu yang mengantar pun pergi. Mereka berada di kapal bisa berjam-jam. 

Di sepanjang Sungai Barito ada kampung-kampung khusus yang kerja warganya naik turun tug boat dan kapal yang sedang melintas.

Dengan alasan menjaja makanan dan minuman. Mereka memanjat kapal yang sedang berlayar. 

ABK tak akan berani melarang mereka naik kapal. Apalagi mengusirnya. Harga jualannya suka-suka mereka. Alias setengah maksa. 

Anehnya, mereka ikut berkaraoke dengan ABK. Bahkan joget segala. Sampai ada yang cium-ciuman. Berbagai cara mereka lakukan untuk mengambil hati ABK yang sudah berhari-hari, bahkan berbulan-bulan jauh dengan anak dan isteri. Tentu kehadiran penjaja makanan yang cantik jadi obat untuk menghilangkan kerinduan. Meski akhirnya isi dompet terkuras.

“Rayuan mereka sungguh luar biasa. Yang membuat kami takluk,” cerita Taufik, pengawal di salah satu tongkang mengisahkan pengalamannya.

"Saya pernah kepergok di layar CCTV yang dipasang di atas tempat mereka bersantai. Semula kamera yang bisa berputar 180 derajat itu dihalangi dengan handuk. Dari depan. Mereka mungkin tidak paham kalau kamera itu bisa di-remote dari jauh.

Mereka sangat takut direkam di CCTV. Karena itu sebagian ditutup dengan jemuran,” kata Taufik lagi.

Sistem menjual makanan tidak harus bayar dengan uang. Tukar dengan BBM pun boleh. Bahkan lebih senang, karena harga BBM lebih tinggi.

Alhasil, BBM di kapal atau tug boat sering kurang. Belum lagi dengan ABK yang nakal. Yang sengaja mengambil jatah BBM untuk dijual. Atau tukar dengan makanan dan minuman. (Bersambung)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda