COWASJP.COM – Tadi malam (Senin 16 September 2024) merupakan malam pertama saya istirahat di Rumah Sakit (RS). Adhi Husada, Jalan Undaan Wetan, Surabaya.
Saya menempati kamar D410. Saya hitung, dari 14 kamar di lantai D410 yang lampunya menyala hanya 7. Berati yang terisi tujuh kamar.
Itulah kamar kelas 2 yang harus diisi dua pasien per kamar. Kebetulan saya bisa sendirian. Ya lumayan. Tidak perlu yang kelas satu. Satu pasien satu kamar. Toh tarifnya sudah lumayan tinggi.
Kelas kamar juga akan pengaruh dengan biaya lain. Operasi pembedahan, misalnya, bedanya Rp 10 juta. Kelas 2 lumayan murah. Belum lagi biaya kunjungan dokter dan lainnya.
Tadi sore setelah masuk kamar, seorang suster ketuk pintu. “Pak pasang infus ya,” tuturnya.
"Monggo," jawab saya singkat.
"Maaf Pak, ya. Jarumnya besar. Karena Bapak akan operasi pembedahan."
"Iya," kata saya lagi.
Nampak dia mulai menusuk punggung tangan kiri saya. Terlihat susah payah. Sakitnya luar biasa. Saya menjerit karena kesakitan. Pasang jarum pun gagal total.
Lantas apa kata dia. "Bapak punya ilmu kekebalan ya?"
Sambil menahan kesakitan, saya hanya tersenyum.
"Ilmu apa?" kata saya.
"Ilmu kebal," jawabnya lagi.
"Waduh. Mungkin karena saya senam tiap hari, makanya kulitku keras."
Bosan tidur. Tadi saya jalan ke luar kamar. Bersamaan dengan saya keluar, sebelah kamarku juga keluar. Pasti tidak ada janjian. Hanya kebetulan.
Lihat dia. Saya senyum. Sebagai khas anggota senam DI yang murah senyum.
Lantas dia duluan menyapa. “Nunggu pasien ya Pak?” tanya
gadis cantik bertubuh tambun dan kulit putih itu.
Dari raut wajahnya, saya bisa pastikan kalau dia etnis Tionghoa.
Saya jawab: “Saya pasiennya.” Lantas dia tersenyum. Mulutnya ditutup dengan tangan.
Dari gayanya nampak dia ramah. Tidak bedakan kulit.
"Kapan pulang Pak," tanyanya lagi.
“Aku baru masuk tadi pagi,” jawabku.
Sekarang, giliran saya yang bertanya. Karena saya lihat dia sehat-sehat saja. Dia pasti tungguin keluarga.
"Anda lagi tungguin keluarga ya?
“Yang sakit saya, Pak,” tuturnya. Waduh.
“Kelihatan segar gitu,” kata saya.
“Iya. Kebetulan syaraf kejepit.”
"Kalau gitu sakit dong," kelakar saya.
“Iya Pak. Sakitnya nggak ketulungan.”
“Kalau Bapak sakit apa?” tanyanya.
Kami berdua, memang tidak tampak sakit.
“Kalau saya, hanya sakit bokong,” sahut saya.
Dia hanya tersenyum.
Kami pun saling pamit. Masuk ke kamar masing-masing. Tapi ya lumayan ada teman baru yang bisa diajak ngobrol. Besok kalau ketemu lagi, saya akan ajak senam DI. Biar syarafnya sembuh ....
Selamat malam.
Dan selamat istirahat.
Semoga operasi saya Selasa 17 September ini berjalan lancar.
Semoga Allah melindungi kita semua.
Aamiin. (*)