Empat Jam di Atas Meja Operasi (1)

Melacak Lubang Tikus Mabuk yang Dalam dan Bercabang

Bersama dr Med Bambang Soegianto SpB, dan suster yang merawatku. (FOTO: Dok. Nasaruddin Ismail)

COWASJP.COM – Ahad 22 September 2024 merupakan hari ke 7 saya istirahat di rumah sakit kawasan Undaan, Surabaya. Saya masuk rumah sakit Senin 16 September pagi.

Di ruangan rumah sakit yang bangunannya hasil partisipasi empat pengusaha dan perkumpulan itulah saya dirawat. Ruang D410.

Nama empat donatur itu terpampang di tembok ruangan. Kiem Khian Hing dari PT Happy Coy Surabaya. Keluarga Lee, Tang Tjiong Sia, dan Bank Buana Indonesia, Cabang Surabaya.

Tentu pengusaha dermawan ini patut diacungi jempol. Dan saya salah seorang yang menikmatinya.

Tak ditulis kapan ruangan itu dibangun. Tapi ruangan itu cukup bagus. Ada untuk kelas satu, kelas dua dan sal yang bisa menampung banyak pasien.

Selasa pagi 17 September operasi fitsula ani di duburku sebetulnya termasuk operasi ringan. Biusnya pun separoh badan. Tidak total seperti operasi besar.

Kata dokter, meski ringan namun rumit. Harus ekstra hati-hati untuk menelusuri lubang fitsula yang sudah bercabang itu, dan dalam sekali.

Orang Malaysia menyebutnya lubang tikus mabuk. Karena begitu tak karuan lubang yang sudah mengeluarkan cairan akibat infeksi yang dibiarkan berpuluh-puluh tahun itu.

Dr Med Bambang Soegianto, Sp B menjelaskan, untuk memotong syaraf-syaraf dubur yang cukup banyak itu juga harus hati-hati.

Mengapa? Kalau tidak hati-hati bisa terkena syaraf yang terkait dengan pembuangan kotoran. Bila itu terjadi, resikonya kotoran bisa keluar sendiri tanpa dirasakan. Tak terkontrol. 

Sebab itu, operasi pembedahan nya pun, berlangsung lama. Saya empat jam lebih berada di ruang operasi.

Sampai-sampai ujung jari kakiku sudah bisa bergerak. Baru keluar dari ruang OK.

Itu menandakan kalau biusku yang disuntik padaku mulai habis. Tentu dokter anestesi sudah paham. 

Meski tidak membahayakan, namun membuat tegang bagi keluargaku yang menunggu di luar.

Belum lagi dengan waktu di ruang pemulihan. Sekitar satu jam. “Operasi seperti ini, sebetulnya ringan. Tapi mengerjakannya yang rumit. Dan lama,” cerita dr Med Bambang Soegianto, kelahiran Banyuwangi, dan besar di Surabaya ini.

Dr Bambang setelah tamat SMA 3 Surabaya, melanjutkan kuliah di kedokteran di Winna, Austria. SD di Kwok Ming. Orang dulu menyebut Sekolah China. Lanjut ke SMP Chung Chung. Dari namanya juga bisa diduga kalau dua sekolah ini Chinese School.

Tamat kedokteran di Vienna, Austria , dokter berusia 74 tahun ini mengambil spesialis bedah di Universitas Munster, Jerman. Di sana pula mendapatkan jodoh. Kawin dengan gadis kelahiran Samarinda, yang sama-sama melanjutkan kuliah di sana. Isterinya kuliah di farmasi.

Kini dr Bambang dikaruniai tiga anak. Yang semuanya lahir di Jerman. Salah satunya menjadi dokter spesialis di Singapore General Hospital.

Operasi pembedahan di duburku ini, yang paling sulit adalah perawatannya. Karena sekeliling dubur ada bekas luka.

Bila buang air besar, tidak bisa dicuci seperti biasa. Harus orang lain yang membersihkan dengan pelan di atas tempat tidur.

Isteriku harus belajar jadi perawat dadakan. Untuk membersihkan pagi dan sore. Sepulang dari rumah sakit.

“Nanti isteri Pak Nasaruddin saya ajarkan cara perawatannya,” kata dokter bedah di RS Angkatan Laut Dr Ramelan Surabaya ini. (Bersambung)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda