Gus Lik, Ulama Zuhud dalam Kenangan

Foto: istimewa

COWASJP.COMKEDIRI. Lautan manusia datang bergelombang, dari mulai subuh sampai jam 11 siang, membacakan tahlil di Pondok Pesantren Assa’idiyah untuk mengantarkan KH Moch. Douglas Toha Yahya (Gus Lik) ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Di utara Langgar Kulon Jamsaren Kediri pada Minggu 22 September 2024.

Besarnya jumlah massa pelayat telah diduga sebelumnya, karena masyarakat yang ikut pengajian Gus Lik sekitar tiga kali seminggu, terutama di malam Jumat jumlahnya ditaksir mencapai ribuan.

Jalan Pasar Pahing hingga perempatan Jamsaren yang jauhnya sekitar 7 km biasanya ditutup untuk kendaraan roda empat karena dipadati jamaah Gus Lik yang ikut pengajian. Tetapi sejatinya, jumlah jamaah Gus Lik yang begitu besar tidaklah datang tiba-tiba, tapi berjalan secara bertahap.

Waktu saya masih SD hingga SMA pada awal 1980-an, jamaah Gus Lik belum sebanyak itu. Tetapi beliau sangat telaten dan istiqamah. Walau yang datang ke pengajian hanya satu atau dua orang, dia tetap melanjutkan pengajian.

Ketika saya masih duduk di SD kelas 4, Gus Lik beberapa kali mengajar saya dan kakak saya yang pertama (orang Kediri memanggil namanya Gus Kholid) di langgar (surau) wakaf Abah saya yang berlokasi di halaman rumah saya. Langgar tersebut ukurannya sangat kecil dan belum jadi masjid seperti sekarang.

Saya masih ingat waktu itu Gus Lik mengajar ngaji sambil menghisap rokok hampir tiada henti. Karena saya masih SD, kakak saya sengaja mengunci pintu agar saya tetap ikut mengaji di dalam rumah.

Tapi karena masih bocah, saya sesekali memilih kabur lewat jendela agar bisa menonton film di Tugurejo, utara desa kami. Namun Gus Lik tetap sabar melihat ulah saya.

Kemudian, sewaktu saya duduk di kelas 1 SMA sekitar tahun 1986, saya mondok di Pondok Pesantren Assa’idiyah peninggalan Kyai Said, Ayahanda Gus Lik.

Gus Lik malah jarang beraktivitas di Ponpes tersebut, dan madrasahnya justru diasuh oleh KH Anwar Iskandar (suami dari kakak kandung Gus Lik, Bi Nyai Qoni’atus Zahro yang biasa dipanggil Bu Nik). Gus Lik lebih sering mengajar di Langgar Kulon yang terletak di sebelah barat pondok Assa’idiyah.

Gus Lik sering duduk-duduk pada waktu malam di depan Toko Buku Wisnu yang didirikan KH Anwar Iskandar yang setelah Muktamar NU Lampung 2020-an menjabat sebagai Wakil Rois Am PBNU/ Ketua Umum MUI Pusat.

Pernah saya ingin bersilaturahmi Syawal dengan Gus Lik di Langgar, tetapi beliau tidak ada. Ternyata beliau berada di dapur utara Langgar sedang menunggu jamaahnya membuat nasi liwet. Ini membuktikan sangat zuhudnya Gus Lik.

Gus Lik setiap Hari Raya Idul Fitri hampir selalu bersilaturahmi ke tempat Abah saya yang berjarak sekitar 15 km dari Jamsaren, kediaman Gus Lik.

Ia semakin sering datang ke tempat Abah saya ketika Abah sakit sekitar tahun 1995. Gus Lik bersama KH Sholeh Bandar dan beberapa jamaahnya, terutama Amad (keturunan Arab) membacakan Ayat-ayat Al-Quran.

Waktu itu belum ada HP, dan masyarakat kebanyakan tahu Abah saya sakit dari pengajian Gus Lik yang selalu mengajak jamaahnya mendoakan kesembuhan Abah di sela pengajiannya. Abah saya sendiri masih punya hubungan kekerabatan dengan Gus Lik.

Tapi detail urutannya baru tahu setelah wafatnya Gus Maksum Jauhari di Pondok Pesantren Lirboyo pada 2003. Sehabis takziyah, saya bersama Ketum Pusat GP Ansor Mas Syaifullah Yusuf (Menteri Sosial) dan Mas Abdullah Azwar (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) Kabinet Jokowi 2024 mampir ke Jamsaren.

KH Anwar Iskandar menjelaskan Kepada Mas Syaifullah Yusuf dan Mas Azwar Anas bahwa dari silsilah Bu Nik, saya termasuk keponakannya. Tapi dari jalur nasab KH Anwar Iskandar sendiri saya juga masih ada pertalian saudara.

Makanya waktu Abah saya wafat awal 2006 dan Ibu pada awal November 2019, pihak yang mewakili keluarga menyampaikan pidato pelepasan adalah KH Anwar Iskandar dari Santren, dan Gus Lik yang memimpin do’a setelah shalat jenazah di Masjid di lingkungan Al-Huda Ngadisimo, wakaf kakek kami, KH Zarkasyi.

Kezuhudan, keikhlasan, kealiman, dan wira’i (sikap menjaga diri) Gus Lik tercermin dalam banyak hal saat ia berdakwah secara berpindah-pindah. Almarhum sering dimintai doa isyarat ghaib tanpa pamrih, bahkan menolak jika diberi fulus.

Kemudian, tingkat kepedulian Gus Lik pada keselamatan Umat Islam, terutama NU sangat besar. Setelah Reformasi, Gus Lik tetap mengingatkan bahaya kebangkitan PKI. Perjuangan Gus Lik di jalan Allah SWT hampir-hampir melupakan semua urusan keduniawian termasuk menikah (zuhud). 

Gus Lik telah menghadap ke haribaan Allah SWT pada 21 September 2024. Semoga semua ilmunya menjadi amal jariyah, dan almarhum ditempatkan di Surga yang tinggi bersama para Syuhada dan Auliya.

Kami bersaksi bahwa Gus Lik adalah orang baik dan orang ikhlas yang mencurahkan seluruh hidupnya untuk mendapatkan keridhaan Allah. Semoga segera ada generasi penerus perjuangannya. Aamiin. (*) 

Seperti Dituturkan Gus Aminuddin Faishal, Pengurus Pusat GP Ansor 2005/Staf Ahli DPR-RI 2008-2009 kepada Imam Kusnin Ahmad.

Pewarta : Imam Kusnin Ahmad
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda