Kajian tentang Pelaksanaan PON XXI di Aceh dan Sumut 2024

Sepakbola Jatim sukses merebut medali emas di PON XXI Aceh -Sumut 2024.(FOTO: istimewa)

COWASJP.COMMATERI ini disajikan pada Pertemuan Guru Besar Keolahragaan se Indonesia Di Universitas Negeri Surabaya 2024.

Memandang dan mengamati pelaksanaan  PON 2024.

1.Sejarah PON.

2.Fasilitas penyelenggaraan

3.Juara2 Kembar

4.Pelayanan

5.Konsumsi

6.Dua daerah tempat pelaksanaan

7.Jumlah nomor2 yang terlalu banyak

8.Membatasi jumlah cabor sesuai multi event

9.Membagi dengan cabang olahraga (cabor) masyarakat dengan membatasi cabor sesuai multi event.

KILAS BALIK PON XXI TAHUN 2024

Pekan Olahraga Nasional XXI-2024 telah berlalu. Gundukan sisa kenangan masih tetap terngiang, walau para pelaku telah sampai ke daerah masing-masing sambil merenung, masih adakah goresan kesan itu tertinggal di hatinya.

Sekilas marilah kita kenang goresan awal terjadinya Pekan Olahraga Nasional yang baru berlalu telah berlangsung di negara tercinta kita. Pekan Olahraga Nasional yang lebih dikenal dengan sebutan PON pada awalnya digelar di tahun 1948 dan tepatnya pada tanggal 9-12 September, yang sekarang telah ditetapkan menjadi hari Olahraga Nasional di tanggal 9 September yang lebih dikenal dengan sebutan Haornas. 

Awalnya Pekan Olahraga Nasional waktu itu diikuti oleh 13 daerah dan mempertandingkan hanya 9 cabang olahraga. Yang dalam sejarahnya Pekan Olahraga Nasional bertujuan untuk : menggalang persatuan dan kesatuan para pemuda dan pemudi dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia dan untuk melatih para atlet untuk tujuan yang lebih tinggi lagi yaitu dapat mempersiapkan diri ke pertandingan yang lebih besar lagi seperti SEA Games, Asian Games maupun Olympic Games. 

Tujuan penyelenggaraan PON sebenarnya sesuai dengan Peraturan Presiden no 17 tahun 2007 menyebutkan  bahwa dalam penyelenggaraan PON dimaksudkan untuk :

1.Memelihara kesatuan bangsa

2.Menjaring bibit  atlet potensial

3.Meningkatkan prestasi olahraga

Memperhatikan dan mencermati penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional dari masa ke masa menunjukkan pasang surut yang sangat drastis, dipandang dari sisi pembangunan fasilitas yang akan digunakan sampai dengan kesiapan personal kepanitiaannya Setelah penyelenggaraan PON di Solo, penempatan penyelenggaraan selalu dilakukan di Jakarta, karena fasilitas yang dianggap sangat lengkap berada di Jakarta. Perubahan itu baru terjadi setelah tahun 1969 PON berlangsung di Surabaya. Setelah itu kembali lagi penyelenggaraan dilaksanakan di Jakarta. 

Penyelenggaraan PON baru beralih  dari Jakarta dan diselenggarakan kembali di Surabaya setelah tahun 2000, dan kemudian di tahun 2004 diselenggarakan di Palembang. Setelah itu secara berurutan penempatannnya dilaksanakan di Kalimantan Timur tahun 2008, dan kemudian menyusul Riau. Yang perlu dijadikan catatan bahwa penyelenggaraan PON dari tahun ke tahun selalu menambahkan jumlah cabang olahraga dan tentunya akan diikuti dengan penambahan jumlah medali. Seperti tergambar pada table di bawah :

No. Tahun  Tempat Jumlah medali    

1  2000  Surabaya  551

2  2004  Palembang  623

3  2008  Kaltim  749

4  2012  Riau  600

5  2016  Jawa Barat  756

6  2020  Papua  688

7  2024  Aceh & Sumut  1048  

Dari paparan medali yang diperebutkan menunjukkan rutinitas arah peningkatan jumlah yang semakin naik di setiap penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional. Kenaikan jumlah medali tersebut merupakan gambaran dari merangkak naiknya  jumlah nomor yang dipertandingkan.                   

Dengan berakhirnya pelaksanaan PON tahun 2024 di Aceh dan Medan menyisakan kenangan yang tidak bisa segera bisa dilupakan. Banyak keluhan, banyak juga protes yang dilancarkan oleh daerah2 peserta, menjadi kilas balik bagaimana pelaksanaan PON yang terlaksana di dua daerah tersebut. 

Baru tahun 2024 ini pelaksanaan PON diselenggarakan di 2 daerah, dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah no. …….tahun ……. tentang penyelenggaraan PON. Yang sebelumnya selalu diselenggarakan hanya di 1 daerah. Walaupun pernah muncul ide untuk pelaksanaan PON diselenggarakan setiap 2 tahun dengan menempatkan 2 daerah sebagai penyelenggara. Namun akhirnya Pemerintah memutuskan tetap empat tahun penyelenggaraan dilakukan di dua tempat. 

Rasanya 4 tahun setelah penyelenggaraan PON di Papua terlalu pendek bagi Aceh dan Medan untuk mempersiapkan segala kebutuhan untuk penyelenggaraan PON, dilihat dari sisi mempersiapkan sarana prasarana, sumber daya manusia yang akan menjadi penunjang pelaksana, termasuk  sumber pendanaan untuk menunjang penyelenggaraan.

FASILITAS PERTANDINGAN DAN KONSUMSI YANG KURANG

Kenangan yang selalu teringat bagaimana fasilitas pertandingan yang kurang optimal, dukungan konsumsi yang sangat sederhana yang kalau dikaji dari sudut menu makanan dan nilai gizi sungguh sangat memprihatinkan. Sajian untuk gizi untuk atlet berprestasi,  kesiapan panitia pertandingan yang kurang profesional menyebabkan berbagai masalah ikut muncul mendampingi kelemahan2 panitia yang menjadi bahan perbincangan walau PON tersebut telah berakhir.

Marilah kita kaji sebenarnya apa yang menjadi daya dorong kelemahan2 itu terjadi.

Kalau dilihat penempatan PON tersebut dilaksanakan di Aceh dan Medan sudah sesuai dengan ajuan pengusulan 6 tahun sebelumnya, dan sudah diputuskan saat penutupan PON di Papua dengan serah terima bendera untuk dikibarkan di dua daerah. Namun sejalan dengan merangkaknya waktu tanpa dukungan dana dan tenaga yang profesional, PON tahun 2024 menjadi bahan gunjingan tentang ketidaksiapan Panitia Besar PON 2024. 

COWAS1.jpgCabor barongsai, apakah dipertandingkan di Asian Games dan Olimpiade? (FOTO: istimewa)

Di samping itu, merebaknya jumlah nomor2 dan cabang olahraga yang dipertandingkan  menjadi semrawutnya pelaksanaan PON yang berlangsung di dua tempat tersebut. Terlebih lagi kalau dikaitkan dengan salah satu pasal di undang2 nomor 11 tahun 2024, dan tertulis pada pasal 44 dan ditambahkan khususnya di pasal 46, bahwa pelaksanaan PON bertujuan untuk menjaring bibit olahragawan potensial, yang nantinya dipersiapkan untuk event internasional.

Namun peraturan yang tersusun rapi memang tinggal tulisan belaka. Aturan yang telah tersusun rapi tinggal hanya peraturan yang tertulis belaka. Kemelut itu dibuat sendiri dan dilanggar sendiri, dengan dalih kebersamaan. 

Munculnya cabang-cabang olahraga baru dan penambahan nomor-nomor baru menjadikan semakin semerbaknya masing2 daerah untuk berlomba menyiapkan berbagai cabang olahraga tambahan. 

Untuk daerah yang memiliki anggaran daerah yang subur mungkin tidak seberapa terasa, tapi daerah daerah kecil hal ini sangat memberatkan. Persyaratan yang pernah dituliskan bahwa cabang olahraga baru yang akan menjadi peserta di PON diwajibkan sosialisasi minimal dengan 10 daerah peserta, namun dalam pelaksanaannya peraturan hanya tinggal peraturan belaka. Belum lagi di antaranya dengan perlu adanya pembatasan usia peserta, karena semestinya memenuhi aturan di undang undang yang menyebutkan PON adalah salah satu wadah untuk penggalian bibit atlet yang dipersiapkan untuk jenjang kejuaraan yang lebih tinggi. 

Kalaupun usia tersebut sudah berada dikisaran 30 tahun mungkin perlu dijadikan pertimbangan apakah di Indonesia memang kekurangan bibit atlet yang potensial? Di sisi lain atlet yang turun di PON adalah mereka2 yang telah bermedali di event internasional seperti SEA Games, Asian Games maupun Olympic. Apakah hal tersebut bukan merupakan barrier bagi adik2nya yang sangat berhasrat untuk bisa merasakan kebanggaan di panggung kejuaraan. Semangat regenerasi! 

Alasan klasik adalah mereka2 tersebut dipaksa ikut untuk membela nama daerah. Perolehan medali dan gengsi daerah lebih diutamakan, bukan pembinaan generasi muda atletnya. 

Munculnya berbagai cabang olahraga baru yang dipertandingkan di Aceh dan Medan menjadikan suatu pertanyaan yang cukup menggelitik. Mengapa cabang olahraga tersebut bisa ikut dipertandingkan di multi event terbesar di Indonesia? Mengapa dalam hal ini Pemerintah Pusat maupun KONI tidak membatasi pada cabang2 multi event yang dipertandingkan di level ASEAN, Asia maupun Olympic? 

Pekan Olahraga Nasional adalah penyelenggaraan multi event tertinggi di Indonesia, dan bertujuan untuk menggali bibit bibit atlet yang dipersiapkan untuk event internasional. Mungkin diperlukan proses pemikiran yang lebih jernih dari pemerintah. Pada pasal 12 ayat a dan b Undang nomor 11 tahun 2022 telah dijelaskan tentang kewenangan Pemerintah dalam mengatur kebijakan secara nasional, dan dalam pembagian bidang di Kedeputian telah tertata antara adanya Deputi 3 yang membawahi olahraga masyarakat dan di Deputi 4 yang membawahi olahraga prestasi, sehingga penataan tentang pelaksanaan kejuaraan dapat diatur sesuai dengan bidang dan cabang olahraganya masing2. 

Pada Deputi 3 membawahi dan mengatur pada bidang olahraga masyarakat, sedang Deputi 4 mengatur dan menyiapkan cabang2 olahraga yang berkaitan persiapan untuk multi event. Sekedar saran mungkin bermanfaat untuk diuji cobakan.(*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda