Ngobrol dengan Guru Besar IPB Penemu Biopori (1)

“Program Mbah Dirjo Begitu Kan? Hahaha….“

Prof Kamir menjelaskan perihal lubang resapan biopori. (Foto: Erwan Widyarto)

COWASJP.COM – Anda tahu biopori? Bagi para pegiat lingkungan terutama pengelolaan sampah, tentu akrab dengan biopori. Tapi, jangan-jangan pemahaman Anda terhadap biopori tidak pas. Agar pemahaman Anda pas, simak tulisan ini sampai habis. Akan kami sajikan tentang biopori ini dari penemunya langsung. 

Di hari Kamis (30/1), hari kedua Tahun Baru Ular Kayu, kami berkesempatan ngobrol cukup lama –sekitar dua jam lebih—dengan Prof Dr Kamir Raziudin Brata di kediamannya kawasan Cibanteng, Ciampea, Bogor. 

Rumah yang asri dan sejuk itu berada 40 meter dari jalan raya. Jalan masuk cukup untuk satu mobil. Awalnya kami tidak memperhatikan kondisi jalan masuk ini. Baru saat hendak pulang, ditunjukkan oleh Prof Kamir, ternyata kiri-kanan dan tengah jalan banyak lubang resapan bioporinya. “Saya buat dengan dana pribadi untuk menunjukkan fungsi biopori,“ ujarnya.

Di jalan yang agak menurun, di setiap lubang resapan biopori (LRB) dibuat anggelan (penahan air) agar masuk ke lubang. Salah satu fungsi LRB adalah meningkatkan daya resapan air. Dengan banyak LRB maka kondisi air tanah aman dan tanah pun stabil. Tanah tidak mudah bergerak atau geser.

“Rumah saya ini buktinya. Aman saja dengan banyak biopori. Karena air terjaga dan tanahnya stabil. Sedangkan yang tidak tahu menganggap tanah yang dilubangi banyak lubang resapan biopori akan mudah longsor atau labil. Makanya saya sering ditertawakan ketika mengusulkan program sejuta biopori untuk satu kawasan, “ paparnya. 

Lubang resapan biopori terlihat menyebar di halaman rumahnya. Ada yang dibuat di saluran air yang bersemen. Ada yang di jalur tanaman. Ada yang melingkari tanaman. Ada yang berderet lurus ke arah teras. Ada yang berjarak 50 cm. Ada yang nyaris berdempetan. Kebanyakan ditutup beton dengan lubang di tengahnya.

Yang menarik, lubang resapan biopori ini tidak ada yang menggunakan pipa paralon. “Hahaha itulah salah kaprah yang makin jauh melenceng dari fungsi awal. Bikin lubang resapan biopori pakai paralon yang dilubangi. Padahal sudah sering saya ingatkan, paralon itu akan menghambat fungsi, “ jelasnya.

Prof Kamir lantas menjelaskan lubang resapan biopori dengan detail. Menggunakan banner yang telah disiapkan. Bertulisan besar Lubang Resapan Biopori. Dalam paparan tersebut dijelaskan apa biopori dan apa lubang resapan biopori (LRB). Selama ini banyak yang memahami bahwa biopori adalah lubang yang dibuat (dengan paralon) untuk menampung sampah organik rumah tangga.

Itu pemahaman yang salah kaprah. Biopori itu adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman. Biopori ini ada di sekitar lubang resapan yang kita buat secara vertikal. Yang oleh kesalahpahaman, lubang vertikal ini dibuat dengan pipa paralon. Padahal pipa paralon ini justru menghalangi makhluk hidup bawah tanah untuk mengurai sampah organik yang masuk ke dalam lubang resapan.

Menurut Prof Kamir, membuat lubang resapan biopori itu idealnya berdiameter 10 cm saja. Lalu kedalaman 100 cm. Dengan diameter 10 cm, maka tanah di sekitar lubang tidak mudah longsor. Lubang  juga tidak dimasuki tikus atau ular. Karena itulah, Prof  Kamir tertawa mendengar lubang resapan biopori jumbo, biopori raksasa dengan lubang yang sangat besar.  “Program Mbah Dirjo di Jogja begitu kan hahaha.“

erwan1.jpg

Yang belum tahu Mbah Dirjo itu apa, kami jelaskan. Mbah Dirjo adalah singkatan dari Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja. Ini adalah sebuah gerakan untuk mengajak masyarakat agar mereka mengelola sampah organik melalui biopori baik secara mandiri, di tingkat rumah tangga, atau secara komunal, dengan biopori jumbo. 

Ada salah kaprah istilah jumbo dan penyebutan istilah biopori. Itulah yang membuat Prof Kamir tertawa atau tepatnya mentertawakan. Apalagi ketika ada yang membuat dengan paralon bercabang. 

“Padahal saya itu tidak kurang-kurang menjelaskan. Tapi kok makin ke sini, kesalahpahaman itu makin jauh dari konsep awal,“ ujar Guru Besar Ilmu Tanah IPB ini penuh keprihatinan. Pernyataan seperti ini disampaikan berulang.

Agar orang paham, Prof Kamir pun mencontohkan saat membuat lubang resapan yang pas. Pastikan tanahnya basah, katanya. Kalau perlu bor-nya dikucuri air. Sehingga tanah menjadi lebih padat dan tidak ambrol atau longsor. Dia lantas memperagakan gerakan membuat lubang dengan bor dan saat menarik ke atas. Dikatakan, saat menarik ke atas, bor tetap harus diputar dengan arah yang sama saat mengebor.

Jadi lubang tidak perlu gedhe. Tapi, buatlah yang banyak. Dia lantas menunjukkan deretan biopori di tritisan air hujan, di tanah berumput di depan rumah maupun di sisi kiri rumah. “Itu lubang resapannya banyak kan? Dan aman, tanah stabil. Padahal ini sudah 20 tahun lebih.“  (bersambung)

Pewarta : -
Editor : Erwan Widyarto
Sumber :

Komentar Anda