Air Limbah Batik pun Bisa Kembali Netral

Pelatihan mengelola limbah batik yang digelar GIPI DIY bersama Tim LPPM UAD di Desa Wisata Krebet.

COWASJP.COM"Pernah ada penelitian dari kampus. Tanaman yang disiram dengan limbah batik tidak mati dan tetap subur. Tetapi penelitian itu menyebutkan kalau tanah tempat siraman limbah mengandung logam."

***

BU WAHYU menyampaikan kondisi pengelolaan limbah batik di dusunnya, Krebet, Sendangsari, Bantul. Atau lebih dikenal sebagai Desa Wisata Krebet. Desa wisata yang berbasis pada batik kayu. Bu Wahyu menambahkan selama ini, warga masih baik-baik saja. Belum merasakan dampaknya.

Pengakuan Bu Wahyu tersebut kemudian direspons oleh Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan (LPPM UAD) Yogyakarta. Koordinator Tim Shinta Amelia menjelaskan bahwa dampak negatif bisa saja belum dirasakan saat ini. Tetapi, makin lama, karena konsentrasi logam semakin banyak dan kemudian terserap ke bahan pangan, bahayanya akan makin terasa.

"Dulu, jarang atau tidak ada orang desa yang mengalami sakit aneh-aneh. Saat ini makin banyak yang terkena stroke, penyakit jantung bahkan kanker. Yang disebabkan oleh kualitas lingkungan yang memburuk. Oleh karena itu, sebelum hal buruk terjadi, lebih baik kita mencegahnya, " tegas Shinta.

Bagaimanapun, limbah batik dari kerajinan batik kayu di Desa Wisata Krebet bisa menjadi ancaman terhadap lingkungan.  Maka, diperlukan langkah mengelola limbah batik ini agar dampak buruk bisa dicegah. "Di sinilah pentingnya pelatihan Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Batik ini, " tambah Shinta.

Pelatihan diselenggarakan oleh Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY dengan menggandeng Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan (LPPM UAD) Yogyakarta. Tim narsum LPPM UAD di antaranya Shinta Amelia ST, MT, Liya Yusrina Sabilla ST, MT, dan Rachma Tia Evitasari, ST, MEng serta Sandhy Aulia Maarif (praktik alat) dibantu mahasiswa.

Ketua Desa Wisata Krebet Agus Kumara Jati menyambut baik pelatihan limbah batik kayu ini. Pihaknya siap untuk menindaklanjuti. Mengingat pengolah limbah batik ini memang penting dan strategis bagi pengembangan desa wisata berkelanjutan.

Tim UAD pun menyampaikan materi secara lengkap. Tiga narasumber yang hadir menguraikan mengenai standar baku mutu air, parameter baku mutu limbah batik, teknologi pengolah limbah batik berbasis IoT (Internet of Things) dan uraian tentang unsur kimia pada limbah batik dan cara menetralkannya.

Tidak hanya menyampaikan teori, Tim UAD juga mempraktikkan alat untuk menetralkan limbah batik bernama Smart Limbah. Teknologi Pengolah Limbah ini bisa mengubah air limbah batik menjadi jernih kembali dan bisa dioperasikan dari jarak jauh. Tim UAD membuat dua model Smart Limbah yakni kapasitas 30 liter dan 400 liter. 

Setelah sesi penjelasan teoritik, peserta pelatihan yakni pelaku UKM Batik Kayu diajak ke teras depan. Alat Smart Limbah berkapasitas 30 liter telah siap dioperasikan. Langkah-langkah menetralkan cairan limbah batik pun diperagakan oleh Sandhy Aulia. Mulai memasukkan katalis bisa berupa zeolite atau arang, kemudian H202 dan cairan limbah. 

Di dalam tabung itulah proses pengolahan limbah berlangsung. Menurut Shinta, diperlukan waktu selama 3 jam hingga cairan limbah menjadi netral dan aman untuk lingkungan. Proses penetralan limbah tidak perlu ditungguin karena alat ini dilengkapi pemantau jarak jauh. Semua bisa dikontrol dengan handphone  (HP) dari jarak jauh. Sayangnya, saat praktik tersebut tidak tersedia wifi sehingga praktik pengendalian dengan HP tidak bisa dicontohkan.

Sebelum pelatihan dimulai, Wakil Ketua GIPI Bidang Peningkatan Kapasitas Erwan Widyarto menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program pendampingan GIPI DIY. Pada September-November 2023, GIPI bersama Dinas Pariwisata DIY melakukan pendampingan di Desa Wisata Wukirsari dan Desa Wisata Krebet. 

Wukirsari yang menjadi sentra batik tulis dan menyuguhkan atraksi membatik kepada wisatawan, telah memiliki instalasi pengolah limbah batik. Sedangkan Krebet dengan batik kayunya belum. Oleh karena itu, GIPI meminta pihak LPPM UAD memberikan pelatihan pengelolaan dan pengolahan limbah batik kayu ini. Harapannya, Desa Wisata Krebet semakin perhatian dengan aspek kelestarian lingkungan.

Dan ternyata, Tim UAD memiliki alat yang bisa mengolah limbah batik dan sudah diterapkan di satu sentra batik cap di Bantul yakni di Wijirejo. Yang didemokan di Krebet kapasitas 30 liter, sedangkan yang sudah dioperasikan di Wijirejo berkapasitas 400 liter.

"Menarik sekali pelatihan ini. Mestinya pemilik usaha yang langsung mengikuti dan bisa menindaklanjuti pembelian alatnya. Karena beberapa peserta ini bukan pemilik usaha tetapi hanya pekerja. Meski begitu, pelatihan ini sangat bermanfaat, " tandas Bu Wahyu.*

Pewarta : -
Editor : Erwan Widyarto
Sumber :

Komentar Anda