COWASJP.COM – PADA Selasa (18/4/2025), penulis diundang oleh Konsulat Jenderal (Konjen) Australia Surabaya menghadiri acara "Buka Puasa with Australian Alumni 2025 in Surabaya", di Garasi Ergo, Jalan Bintang Graha Family X No, 02, Roca, Surabaya.
Kegiatan ini digelar oleh Konjen Australia Surabaya bekerja sama dengan Australia Awards Scholarship dan Australia Global Alumni. Ini merupakan agenda tahunan Konjen Australia ketika Ramadhan. Hanya saja kegiatan tahun ini sederhana. Lokasi di resto dan menu biasa. Berbeda dengan tahun sebelumnya selalu digelar di hotel bintang lima.
Catatan penulis, Australia dibanding negara lain adalah salah satu negara yang paling rajin merawat (maintain) jaringan alumni pendidikan Australia. Baik itu alumni pendidikan universitas, short course, dan pertukaran pemuda atau budaya serta agama, The Australia-Indonesia Muslim Exchange Program (AIMEP). AIMEP sendiri didirikan tahun 2002.
Program tersebut baik itu melalui program bea siswa Australia Awards, LPDP atau biaya mandiri, semuanya ditampung dalam Australia Global Alumni. Jadi silakan menempuh pendidikan di Australia. Maka, ketika Anda menjadi alumni pasti akan di-maintenance oleh pemerintah Australia melalui Kedutaan Besar di Jakarta atau pun Konjen Australia di beberapa provinsi di Indonesia.
Penulis sendiri salah satu alumnus Australia-Indonesia Youth Exchange Program (AIYEP) 1993-94. Program berlangsung di Brisbane, Toowomba, Millmerran (bertemu dengan 18 pemuda Australia di Canberra dan naik bus ke Sydney untuk terbang ke Indonesia), Sumatera Utara yakni Medan dan Galang Suka.
AIYEP sendiri disponsori oleh Australia-Indonesia Insitute (AII) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Saat itu, penulis satu-satunya pemuda wakil dari Provinsi Jawa Timur.
Jawa Timur kala itu hanya memiliki satu kuota peserta. Seleksinya sangat ketat, apalagi ketika itu masih era Orde Baru. Penulis duduk di semester 3 Fakultas Sastra Inggris Unitomo Surabaya harus berkompetisi dengan peserta lainnya dari Jawa Timur.
Sebagian besar peserta dari universitas-universitas negeri di Jawa Timur. Meski dari universitas swasta, tapi pede saja. Karena yang dinilai bukan dari universitas melainkan individually skill, English conversation dan pengetahuan soal seni dan budaya Indonesia dan Australia. Ketika penulis terpilih pun, calon cadangan adalah dari Unair.
Dikutip dari www.dfat.gov.au, AIYEP sendiri didirikan sejak 1982, menghubungkan pemuda Australia dan Indonesia (usia 21-25 tahun) melalui pertukaran sosial, profesional, dan budaya. Diselenggarakan bekerja sama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga Indonesia, AIYEP bertujuan untuk membangun saling pengertian serta meningkatkan literasi dan kapasitas budaya.
Para peserta program mengembangkan keterampilan antarbudaya dan jaringan internasionalnya melalui magang, pelatihan bahasa, lokakarya akademik, dan kegiatan budaya. Program ini diawali dengan lima minggu pembelajaran dan jejaring daring, di mana peserta menyelesaikan Sertifikat Kompetensi Global dan saling mengenal sebelum mengikuti program imersi di masing-masing negara.
AIYEP sampai saat ini masih berlangsung (running). Ketika era Covid-19, yang berlangsung dari 2020 hingga 2022, difokuskan sebagai program pertukaran lintas budaya digital (digital cross-cultural exchange) dan dilaksanakan secara virtual.
Penulis (paling kiri) bersama 15 rekan pemuda Indonesia bersama koordinator program, John McGregor (tengah), usai menjalani city program 1993. (FOTO: Dok. Mochamad Makrup)
Mulai 2023 dan 2024 sudah offline. Pada AIYEP 2024, diselenggarakan di Canberra, Australia, dan Lombok, Indonesia. Sebanyak 21 peserta dari Indonesia menghabiskan lima minggu di Australia. Itu setelah sebelumnya, 21 peserta Australia bergabung dengannya untuk bersama-sama mempersiapkan tahap program di Indonesia.
Dalam program ini, peserta bekerja sama membahas isu-isu kontemporer yang berdampak pada komunitas lokal, dan di Indonesia. Mereka pun berkumpul dalam sebuah Youth Summit untuk mengeksplorasi solusi berkelanjutan.
Apa saja kegiatan AIYEP di era penulis? Saat itu peserta Indonesia adalah 16 orang, terdiri dari 8 perempuan dan 8 lelaki. Semuanya perwakilan dari provinsi di Indonesia. Salah satunya dari Papua. Kegiatannya, lima minggu di Australia menjalani city program di Brisbane, Queensland, Australia dan rural program di Towoomba dan Millmerran, Qld.
Program kota magang kerja (internship) sebagai guru Bahasa Inggris di Immigrant Education Center, TAFE (Technical English for Further Education) South Bank, Brisbane. Magang ini untuk hari Senin sampai Kamis. Sedangkan, Jumat, culture show mempromosikan wisata dan budaya Indonesia di SMP, SMA dan Universitas di Brisbane. Peserta harus bisa menari. Demikian pula rural program, penulis magang kerja sebagai guru Bahasa Indonesia di Millmerran State School P12 di Millmerran. Kegiatan culture show juga setiap Jumat.
Saat ini, Bahasa Indonesia di sekolah dasar dan menengah di Australia bukan mata pelajaran wajib, tapi pilihan. Kecenderungan kini pelajar memilih belajar bahasa Mandarin. Itu setelah kasus bom Bali. Meski demikian, Bahasa Indonesia masih dipelajari di Australia National University (ANU), Canberra.
Di rural program, penulis ditempatkan di Millmerran adalah paling jauh dari 15 teman lainnya. Jarak Millmerran ke Toowomba 82 kilometer atau 1 jam perjalanan. Jarak Toowomba ke Brisbane 125,5 km atau 1 jam 30 menit. Jadi ketika Jumat culture show, penulis diantar oleh host family ke Toowomba sehari sebelumnya. Penulis pun menginap di rumah-rumah host family teman di Toowomba dan Sabtu baru dijemput host family. Host family saya di Millmerran sampai saat ini masih terhubung di FB. Sebelum ada media sosial, kami berkirim kabar korespondensi via pos.
Di Indonesia saat ini tengah trend Work Holiday Visa (WHV) dan hastag Kabur Saja Dulu. Penulis melalui AIYEP sudah magang kerja dulu di Australia. Sungguh masih enak tinggal di Indonesia dibanding Australia. Di sini, ramai dan cangkruk untuk ngopi bisa sewaktu-waktu. Begitu juga pula berkunjung ke rumah teman.
HANYA HARI SABTU BISA CANGKRUKAN NGOPI BARENG DI AUSTRALIA
Tapi di Australia itu semua tidak mungkin dilakukan. Berkunjung ke rumah teman pun harus call untuk janjian. Apalagi tinggal d pedesaan atau rural Australia wow…sangat sepi. Day to day hiburan bila malam hanya menonton TV dengan bapak angkat sambil menikmati kopi Brasil yang joss.
Di luar rumah sepi dan dingin. Kami bisa kumpul atau ngopi dengan tetangga lainnya di club house hanya pada Sabtu. Di situ bisa ngopi sambil bilyard atau main jackpot. Udara di Brisbane atau Millmerran bila siang hari terik sekali. Dan bila malam dingin sekali. Gaji tinggi, tapi kalau hidup di kesunyian..ya hidup adalah pilihan. Di Kota Brisbane pun demikian. Saya sempat diajak ngegym pada malam hari. Sepi juga.
Ada satu teman penulis satu angkatan program AIYEP dari Indonesia yang sudah 10 tahun lebih tinggal di Melbourne. Anda tahu di mana dia sekarang? Dia menetap di Denpasar, Bali karena sudah bosan tinggal di Australia.
“Di Australia gaji tinggi, tapi pengeluaran juga tinggi. Saya mencoba tinggal di Bali ini sambil belajar cukur rambut. Bila mahir, bisa saja bisnis ini saya buka di Melbourne,” kata teman asal Bandung yang sudah permanent resident Australia ini dan lulusan master of education dan MBA di Australia
Tapi apa perbedaan sebagai mahasiswa dan peserta pertukaran? Lebih beruntung sebagai peserta program pertukaran. Karena peserta tinggal dengan host family atau warga asli Australia. Kita bisa pelajari dari dekat cara mendidik anak mereka dan culture day to day. Dengan peserta Australia juga demikian. Penulis sendiri punya teman yang tinggalnya tidak jauh dari Opera House Sydney. Bahkan, teman penulis yang peserta Australia sudah profesor di Monash University dan pernah diwawancara penulis di kanal Youtube, Podcast Kopi Susu, jatimnews.id, (cek https: //youtube.com/playlist?list=PLcVnD9MGDkPbkRX96d4mQ5yoNi0Rge8EK&feature=shared). Bahkan ada teman yang jadi pengusaha IT d Singapura dan diplomat di Kedubes Australia di Indonesia.
Ketika menjalani program di Australia kali pertama memasuki fase program kota atau desa dipandu oleh Koordinator Program warga Australia —yang harus pandai dua bahasa Indonesia dan English. Peserta dikumpulkan jadi satu, jalan-jalan di kota dan baru disebar untuk tinggal di host family masing-masing. Begitu juga dengan program desa. Jadi peserta program dikondisikan semua lingkungan harus berbahasa Inggris.
Tapi bagaimana dengan mahasiswa Indonesia? Mereka sewa satu rumah atau apartemen dengan sesama teman Indonesia atau Malaysia. Bila dalam rumah ya berbahasa Indonesia atau Melayu. Baru di kampus mereka mungkin harus berbahasa Inggris.
Jadi ingat ketika dulu belajar bahasa Inggris, penulis harus berburu atau mencari bule ke tempat-tempat wisata di Surabaya dan Bali untuk praktik conversation. Suka berfoto dengan bule. Kayak udik dan merasa inlander. Apa inlander? Kita orang Indonesia merasa inferior di mata bule.
Tapi setelah mengikuti program, perasaan inlander sudah tidak ada lagi dan cenderung persahabatan dengan rekan-rekan Australia. Karena, sebelum program ada fase persiapan pesertra program di Cibubur. Kita diajari etiket makan. Pengajarnya dari Istana Kepresiden dan pemateri dari kementerian dan alumni.
Para peserta diingatkan jangan inlander. Kita, peserta Indonesia kedudukannya sama dengan peserta Australia yakni teman program. Bila ada host family Australia menanyai peserta soal politik, kita harus menolak untuk menjawab. Karena, AIYEP adalah program budaya.
Penulis pernah jalan bersama dengan teman peserta Australia sewaktu magang kerja di koran Mimbar Umum, Medan. Ada seorang pemuda mendekati teman Australia dan bilang ke penulis, “Masnya, guide ya.” Katanya. Penulis jawab tidak. Penulis adalan teman dengan peserta Australia. Jadi bila ada orang-orang yang suka bule berarti dia masih inlander dan dipastikan belum pernah tinggal di luar negeri.
Balik ke acara buka puasa Konjen Australia, acara dimulai pukul 16.30. Konjen Australia Surabaya, Glen Askew menyampaikan sambutan pembuka.
" Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat datang para Australia Alumni di Surabaya. Ini kesempatan baik bagi kita untuk sharing dan menjalin persahabatan antar alumni," sambutan Glen.
Glen mengatakan, Australia dan Indonesia sudah bersahabat selama beberapa dakade. Kerja sama keduanya di antara pertukaran budaya dan pendidikan. Jumlah alumni Indonesia yang pernah belajar di lembaga pendidikan tinggi Australia diperkirakan mencapai lebih dari 200.000 orang dalam periode 2019-2022. "Komunitas alumni Australia Awards di Indonesia sendiri memiliki lebih dari 13.000 anggota. Ini melalui jalur bea siswa. Belum lagi jalur mandiri," jelasnya. Jadi persabatan kedua negara ini harus terus ditingkatkan. Terbaru Western Sydney University (WSU) di Surabaya dibuka pada 13 Februari 2025 di Pakuwon Tower.
Glen sendiri ditunjuk sebagai Konjen Australia di Surabaya, salah satunya karena kedekatannya dengan Indonesia. ''Saya melakukan backpacker ke Indonesia pada 1991. Setelah itu, dalam beberapa kesempatan saya kerap berkunjung ke Indonesia. Indonesia adalah sahabat dekat. Ini harus kita pertahankan dan tingkatkan," tegasnya.
Konjen Australia juga gencar mempromosikan Australia di Jawa Timur. Salah satunya memunculkan Australia Corner di kampus-kampus Negeri. Di antaranya di Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Brawijaya Malang, dan Universitas Jember (Unej). ''Ausie Corner merupakan kegiatan jemput bola untuk melayani masyarakat terkait informasi soal Australia, misalkan informasi pendidikan di Australia." jelasnya.
Sebelum menutup pidatonya, Glen tidak lupa melantunkan pantun yang disambut dengan teriakan cakep dari para undangan.
Sementara itu, sambutan kedua oleh Prof. Ali perwakilan dari Western Sydney University (WSU). Ali mengatakan WSU telah membuka 5 jurusan program studi unggulan terkait inovasi digital jenjang Strata Satu (S1). Antara lain Bachelor of Data Science, Bachelor of Computer Science, Bachelor of Information, Communication and Technology (ICT), Bachelor of Electrical Engineering, dan Bachelor of Business in Applied Science.
''Kami berharap warga Jawa Timur bisa memilih WSU yang sudah masuk universitas kelas dunia. Jadi tidak usah belajar ke Sydney cukup di Surabaya saja," jelasnya.
Setelah itu, adzan Magrib berkumandang. Para peserta dipersilakan untuk berbuka puasa dengan menu sederhana, salah satunya sayur asam. Acara ini berakhir pukul 19.30.(*)
*Penulis adalah Alumni AIYEP. 1993-94