Rindu Tanah Air: Oleh-Oleh Spiritual dari Tanah Suci

Para jamaah haji di depan makam Rasulullah di Masjid Nabawi. (FOTO: Drs Rusdi MSi)

COWASJP.COM – Di penghujung musim haji tahun ini, wajah-wajah para jamaah tampak berseri-seri di Bandara Internasional King Abdul Aziz. Mereka bersantai di ruang tunggu, menantikan panggilan untuk kembali ke tanah air tercinta. 

Ada rindu yang membuncah, namun juga rasa syukur yang mendalam. Dua kegembiraan bertemu: kebahagiaan karena telah menunaikan rukun Islam kelima, dan kerinduan yang tak terbendung untuk berkumpul kembali bersama keluarga dan sanak saudara.

BACA JUGA: Antara Beribadah dan Bersosialita​

Namun, kepulangan itu bukanlah titik akhir. Justru di sanalah misi pasca-haji dimulai. Sebuah perjalanan spiritual sejati baru saja dirintis.

Apa yang Tersisa dari Perjalanan Ritual Haji?

Haji bukan sekadar rangkaian ritual fisik, melainkan perjalanan batin yang mengukir transformasi jiwa. Allah Swt. berfirman:

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah…”
(QS. Al-Baqarah: 196)

Perintah ini menjadi fondasi bagi setiap jamaah untuk menunaikan ibadah haji dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Dari perjalanan tersebut, tersisa sejumlah nilai luhur:

1. Pertemuan Spiritual dengan Sang Ilahi

Berdoa di depan Ka’bah, berdzikir di Muzdalifah, menangis di Arafah — semua adalah pengalaman yang menggetarkan jiwa. Itulah momen “mi’raj” spiritual seorang Muslim.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Haji adalah Arafah.”
(HR. Tirmidzi, no. 889)

Maksudnya, inti dan puncak dari haji adalah saat seorang hamba menyatu dengan Allah dalam keheningan dan munajat yang mendalam di Padang Arafah.

2. Kesetaraan dan Kerendahan Hati

Ihram menyamaratakan semua orang: kaya, miskin, pejabat, rakyat jelata. Semua tampak sama di mata Allah. Ini pengingat akan esensi kemanusiaan.

BACA JUGA: Pelaksanaan Haji 2025 : Evaluasi dan Rekomendasi Perbaikan​

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa…”
(QS. Al-Hujurat: 13)

3. Ukhuwah Islamiyah

Haji menyatukan jutaan umat Islam dari berbagai bangsa. Di sana terasa makna ummah, satu tubuh, satu doa, satu tujuan.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi bagaikan satu tubuh…”
(HR. Muslim)

4. Evaluasi Diri dan Kesadaran Hidup

Perjalanan haji adalah evaluasi total kehidupan. Dari pakaian putih ihram, kita diingatkan akan kafan. Dari thawaf mengelilingi Ka’bah, kita disadarkan bahwa hidup ini berpusat pada Allah.

Apa Oleh-Oleh Terbaik dari Tanah Suci?

Banyak yang menanti air zamzam, kurma ajwa, atau tasbih dari Makkah. Tapi sejatinya, oleh-oleh terbaik dari haji bukan benda, melainkan nilai dan akhlak mulia yang dibawa pulang:

1. Menebar Nilai-Nilai Haji

Kesabaran saat wukuf, keikhlasan saat melempar jumrah, dan kedisiplinan saat thawaf menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari. Jamaah haji adalah duta nilai Islam.

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa dan berbuat ihsan.”
(QS. Al-Baqarah: 195)

2. Mendoakan dan Menginspirasi Orang Lain

Doa agar saudara dan tetangga bisa berhaji adalah bagian dari amal baik. Ini juga menjadi inspirasi untuk generasi berikutnya.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Doa seorang Muslim untuk saudaranya secara diam-diam tidak akan tertolak.”
(HR. Muslim)

3. Memantaskan Diri sebagai Haji Mabrur

Tujuan utama dari haji adalah mabrur—haji yang diterima dan berdampak pada akhlak.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Ciri haji mabrur ditandai dengan perubahan nyata: dari cara berbicara, berinteraksi, hingga dalam amanah sosial.

4. Menjadi Teladan dalam Masyarakat

Gelar “Pak Haji” atau “Bu Hajjah” bukan sekadar identitas religius, tetapi juga simbol tanggung jawab moral di mata masyarakat. Oleh karena itu, setiap perilaku pasca-haji harus mencerminkan nilai-nilai luhur yang dibawa dari tanah suci.

Penutup: Misi Baru di Tanah Air

Rindu tanah air adalah rindu untuk kembali, bukan hanya secara fisik, tetapi juga untuk menyebarkan semangat kebaikan dari tanah suci ke kampung halaman. Perjalanan haji harus menjadi titik tolak perubahan sosial, perbaikan moral, dan peningkatan spiritual.

Kini tugas para jamaah bukan lagi menapaki padang pasir, tetapi menapaki jalan dakwah di tanah sendiri. Bukan lagi thawaf mengelilingi Ka’bah, tetapi mengelilingi lingkungan sekitar dengan kasih sayang dan akhlak Islami.

Semoga Allah menerima ibadah haji seluruh jamaah dan menjadikan mereka agen perubahan di tengah masyarakat.

“Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu adalah dari ketakwaan hati.”
(QS. Al-Hajj: 32)
Wallahu a’lam bishshawaf. (*) 

*) Penulis: Kepala SMK Nasional Malang, anggota CMM (Corp Muballigh Malang) dan sedang melaksanakan ibadah Haji 2025.

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda