COWASJP.COM – Rasanya ingin marah. Berulang-ulang presenter Metro TV menyebut "anak keluarga miskin" untuk siswa di "sekolah rakyat" dalam siaran langsungnya. Apakah presenter Metro TV tidak pernah didik pentingnya menghargai martabat seseorang, walaupun miskin?
**
TOLONG berhentilah menyebut ‘’anak keluarga miskin’’ untuk siswa sekolah rakyat. Cukuplah Anda katakan ‘’siswa sekolah rakyat’’ tanpa embel-embel anak keluarga miskin. Itu cara kita menghargai martabat mereka.
BACA JUGA: Akibat Nge-vape Over Dosis
Mereka mungkin miskin oleh sistem yang korup. Mereka mungkin miskin oleh kita yang rakus. Mereka miskin bukan karena memilih menjadi miskin.
Mengapa diksi "anak keluarga miskin" itu bermasalah?
Melukai Mental Anak:
Bayangkan, anak-anak sedang semangat sekolah, tapi mereka terus-menerus dilabeli "miskin." Ini bisa bikin mereka minder, malu, bahkan depresi. Mereka bisa jadi sasaran bullying dan merasa berbeda dari teman-temannya.
Setiap anak berhak merasa berharga, tanpa embel-embel status ekonomi orang tuanya.
Merusak Citra Sekolah:
Istilah ini bikin pandangan publik terhadap "Sekolah Rakyat" jadi negatif. Seolah-olah, sekolah ini cuma buat "orang miskin." Padahal, banyak Sekolah Rakyat yang punya kualitas pendidikan bagus, guru-guru berdedikasi, dan komunitas yang kuat. Framing ini bisa bikin orang tua lain ragu menyekolahkan anaknya di sana, padahal mungkin itu pilihan terbaik.
Melanggengkan Kesenjangan Sosial:
Pendidikan itu seharusnya jadi jembatan untuk mobilitas sosial, bukan penanda status ekonomi. Kalau media terus-menerus mengaitkan sekolah dengan kemiskinan, sama aja kita melanggengkan dikotomi kaya-miskin sejak dini.
Fokus yang Keliru:
Fokus kita seharusnya pada kualitas pendidikan, inovasi di sekolah, atau tantangan yang dihadapi guru dan siswa dalam belajar. Bukan malah sibuk mengidentifikasi status ekonomi mereka.
Mari kita mulai membiasakan diri: untuk dengan menyebut "siswa sekolah rakyat" tanpa embel-embel ‘’anak keluarga miskin’’ lagi. Kalimat "siswa sekolah rakyat" itu sudah cukup menggambarkan siapa mereka tanpa tambahan label yang gak perlu.
Frasa ini menghargai martabat anak-anak dan keluarga mereka. Ini fokus pada identitas mereka sebagai pelajar yang sedang menimba ilmu. Dengan bahasa yang netral, kita membantu menciptakan persepsi bahwa "Sekolah Rakyat" adalah bagian penting dari sistem pendidikan yang terbuka untuk semua.
Media punya kekuatan besar. Dengan memilih kata-kata yang bijak, mereka bisa ikut membangun masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan bebas stigma. Mari kita dukung penggunaan bahasa yang memberdayakan, agar setiap anak dilihat sebagai individu berpotensi, bukan cuma cap status ekonomi!
Tidak ada satu pun orang miskin yang bahagia dipamer-pamerkan kepada publik sebagai orang miskin. Mereka bukan barang. Mereka adalah manusia yang punya hati.
PERINGATAN RASULULLAH
Islam sangat menekankan pentingnya menghargai dan memuliakan martabat orang miskin. Konsep ini tertanam kuat dalam ajaran dan teladan Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadis yang secara jelas menggarisbawahi hal ini adalah: "Orang-orang fakir dari kaum muslimin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya dengan selisih waktu setengah hari, yaitu lima ratus tahun." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad, dengan sanad sahih).
Hadis ini, meskipun secara harfiah berbicara tentang waktu masuk surga, mengandung makna yang lebih dalam tentang kedudukan dan martabat orang miskin di sisi Allah SWT. Ini bukan berarti kemiskinan itu sendiri adalah tujuan, melainkan bahwa kesulitan dan kesabaran dalam menghadapi kemiskinan, serta kesyukuran mereka yang sedikit harta, memiliki nilai yang sangat tinggi di mata Tuhan.
Beberapa implikasi dari hadis ini dan ajaran Islam tentang martabat orang miskin:
1# Penghargaan atas Kesabaran dan Ketabahan:
Hadis ini mengisyaratkan bahwa kehidupan miskin seringkali diwarnai dengan cobaan dan kesulitan. Kesabaran dan ketabahan dalam menghadapinya adalah ibadah yang agung.
2# Ujian bagi Orang Kaya:
Di sisi lain, hadis ini juga menjadi pengingat bagi orang kaya bahwa kekayaan adalah amanah dan ujian. Proses hisab (pertanggungjawaban) atas harta benda di akhirat akan membutuhkan waktu yang lebih panjang.
3# Larangan Menghina atau Merendahkan:
Secara tidak langsung, hadis ini menegaskan larangan keras untuk menghina, merendahkan, atau menstigma orang miskin. Mereka memiliki kedudukan mulia di sisi Allah dan bisa jadi lebih mulia dari banyak orang kaya karena kesabaran dan keikhlasan mereka.
4# Dorongan untuk Berbagi dan Membantu:
Ajaran Islam, termasuk hadis-hadis lainnya, sangat menganjurkan umatnya untuk peduli, membantu, dan berbagi dengan orang miskin, tanpa merendahkan martabat mereka. Memberi sedekah bukan hanya meringankan beban, tetapi juga memuliakan penerimanya.
5# Perspektif Akhirat:
Hadis ini menggeser fokus dari ukuran kekayaan duniawi ke kekayaan ukhrawi. Bahwa kebahagiaan sejati dan kemuliaan abadi ada di akhirat, dan jalan menuju ke sana tidak selalu dimudahkan dengan harta.
Dengan demikian, hadis ini berfungsi sebagai pengingat fundamental bagi umat Islam untuk selalu menjaga dan menghormati martabat setiap individu, terlepas dari status ekonomi mereka, dan memahami bahwa nilai sejati seseorang diukur dari ketakwaannya, bukan kekayaannya.(*)