Terancam Dimakzulkan Donald Trump Masih Mengancam

Donald Trump ancam akan tangkap Zohran Mamdani jika jadi Walikota New York. (FOTO: palmbeachpost.com)

COWASJP.COMPRESIDEN AMERIKA SERIKAT (AS) Donald Trump mengancam. Dia akan menangkap Zohran Mamdani, jika benar calon walikota muslim pertama dalam sejarah AS itu benar-benar terpilih November mendatang. Dan dia juga menyebut bahwa New York City tidak akan jadi bagian dari Amerika lagi. 

Hal ini tentu saja lucu dan menggelikan. Jika Zohran terpilih sebagai Walikota New York, dia adalah pilihan rakyat. Tapi di negara super power yang merupakan kampiun demokrasi sekali pun pilihan rakyat bisa saja diancam akan ditangkap. Hanya karena tidak disukai seorang presiden. 

Sejatinya ancaman ini bukan lelucon. Tapi ini ancaman nyata terhadap demokrasi. Ini adalah ancaman pertama dan paling mengerikan dari Trump sepanjang karir politiknya. Dan presiden AS itu tidak main-main. Karena dia juga mengatakan, kalau Zohran Mamdani, seorang muslim dan seorang sosialis demokrat jadi walikota New York, maka seluruh dana federal akan dicabut.

Bayangkan, bagaimana kira-kira dampak dari kebijakan sesat sang presiden. Karena dengan demikian rumah sakit akan lumpuh, sekolah tutup, dan sejumlah proyek infrastruktur pemerintahan kota akan mangkrak. Semua karena seorang presiden tidak suka dengan agama dan latar belakang seorang kandidat. 

BACA JUGA: Yang Berani Tangkap Netanyahu​

Ini bukan sekadar politik. Tapi ini adalah penyalahgunaan kekuasaan. Ini demokrasi yang dilucuti pelan-pelan. Padahal Presiden bukan raja. Konstitusi Amerika melindungi kebebasan beragama, pilihan politik dan pemilu yang adil. Penolakan secara telanjang terhadap seorang kandidat walikota muslim memperlihatkan kebencian yang amat sangat terhadap sebuah agama. 

One Man Show

Sebagai seorang pengusaha top,  yang mengendalikan sejumlah grup usaha, tentu dia bisa main ancam, main pecat. Sebagai pemilik grup usaha besar, dia bisa terapkan kebijakan “One Man Show”. Dengan bertindak semau gue. 

BACA JUGA: Karma Itu Sungguh Nyata

Tapi dalam perspektif politik apakah itu bisa atau mudah dilakukan? Tampaknya Trump terlalu percaya diri tanpa sadar. Karenanya sejumlah tindakan dan pernyataan pribadinya mulai disebut “off side”.  

Kalau ini dibiarkan, apa yang akan terjadi selanjutnya? Kali ini New York, lain kali mungkin kota yang lain. Lalu, bisa jadi akan muncul perlawanan. Tidak saja dari rakyat yang akan terkena dampak kebijkan itu. Tapi juga dari lembaga negara lain seperti Kongres atau parlemen AS yang sama-sama memiliki kekuatan setara. Dan sepertinya Trump tidak menyadari bahwa pernyataannya tentang New York itu dilontarkannya di tengah berkembangnya pembicaraan di kalangan anggota Kongres untuk memakzulkan dirinya dari kursi presiden. 

Tentang hal ini, ada cerita menarik dari presiden AS terdahulu. Presiden Harry S Truman, misalnya. Ketika dia menjabat pada 1952, dia membayangkan apa yang akan terjadi pada presiden penggantinya. Yaitu Dwight D Eisenhower. “Dia akan duduk di sini, di Gedung Oval,” kata Truman. “Lalu dia katakan: Kerjakan ini! Kerjakan itu!” Tapi tak satu pun yang terjadi. Tidak seperti seorang jenderal memerintahkan sesuatu kepada pasukannya. 

Artinya, perintahnya tidak dianggap. Dirinya dianggap remeh. Hal itu tentu membuat frustrasi yang sangat menekan. 

Apa yang digambarkan Truman ditanggapi oleh pakar politik Richard Neustadt dalam bukunya “Presidential Power and the Modern Presidents”. Dia menegaskan bahwa Presiden AS tidaklah seberkuasa seperti dibayangkan banyak orang. Menurut dia, sebenarnya seorang Presiden AS menjabat sebagai presiden, tapi dengan sejumlah kelemahan. Dia dapat menjalankan kemauannya sepanjang dia mampu menjalin kerjasama yang erat dengan para pemain yang juga berkuasa di dalam sistem politik Amerika.  

John Hudak, Wakil Direktur “the Centre for Effective Public Management” memberikan penjelasan yang cukup menohok ketika bicara dengan media terkenal the World Finance. Dikatakannya, dengan memahami pentingnya memperhitungkan Kongres sebagai satu kekuatan politik yang setara dengan presiden, Presiden Trump semestinya tidak gegabah mengeluarkan pernyataan. Karena setiap langkah dan kebijakan yang diambil tanpa memperhitungkan Kongres tidak ubahnya akan seperti menerjang tembok tebal. 

Islamophobia

Presiden AS itu sekarang sepertinya tidak menyadari apa yang dipandang orang tentang dirinya. Lupa diri dan sok berkuasa. Selain itu, pernyataannya menyangkut calon Walikota New York Zohran Mamdani yang seorang muslim berhaluan sosialis demokrat menggambarkan betapa dia mengidap Islamophobia yang akut. 

Semua itu tentu saja karena dia sangat mendukung Israel secara berlebihan, sehingga memandang Iran sebagai sebuah negara Islam yang harus diperangi. Karenanya dia memerintahkan untuk membombardir situs-situs nuklir Iran di Nathan, Fordow dan Isfahan. Tanpa mengkomunikasikannya terlebih dahulu dengan Kongres. 

Padahal sejumlah demonstrasi pecah di sejumlah kota di Amerika Serikat. Di mana para demonstran  memperlihatkan kemarahan mereka terhadap tindakan genosida Israel di Jalur Gaza. Mereka merobek-robek gambar produk dari perusahaan-perusahaan yang mendukung Israel, seperti MCDonald, Nescafe, Coca-Cola, Dove, Fanta dan lain-lain. 

Trump tidak menyadari perkembangan yang terjadi di Kongres AS. Sebagaimana Breaking News yang disiarkan CNBC, 12 Juli 2025 lalu bahwa Kongres sudah memutuskan untuk memakzulkan dirinya sebagai presiden. Dengan dua kesalahan fatal. Yaitu penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan  menghalang-halangi Kongres. 

Untuk kesalahan pertama, 230 anggota Kongres memilih setuju dan 197 menolak pemakzulan Trump. 

Dalam kata sambutannya Ketua Kongres Nancy Peloci menyatakan, “Tindakan (pemakzulan) ini mesti diambil. Dia telah membuat kita tidak punya pilihan lain.”

Kebencian Trump kepada Islam membuat dia lupa bahwa situasi yang dihadapi sekarang berbeda. Tidak sama dengan situasi ketika Amerika dan sekutu-sekutunya memperlakukan beberapa negara Islam tempo dulu. 

Sekarang Iran tidak sama dengan Iraq di bawah Presiden Saddam Hussein atau Libya di bawah Presiden Moamar Qadafi. Kedua negara itu telah diperlakukan dengan curang. Tapi Iran sekarang memiliki daya tawar yang lebih besar. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda