COWASJP.COM – RAKYAT JELATA MENJERIT menyaksikan apa yang terjadi pada gerakan mahasiswa. Karena kalau dulu mereka punya persatuan yang kokoh dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, sekarang mereka terpecah.
Sangat menyedihkan bila tulang punggung gerakan perubahan di setiap era itu bisa saling berbenturan satu sama lain. Sehingga kepada siapa lagi rakyat bisa menaruh harapan untuk perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan, bila satu-satunya kekuatan yang paling tangguh itu rapuh dan berantakan.
Sangat menyedihkan bila para calon pemimpin bangsa di masa depan tidak memiliki komitmen bersama untuk kemajuan bangsa dan negara.
BACA JUGA: Terancam Dimakzulkan Donald Trump Masih Mengancam
Bagaimanapun, kesan ini terjadi terutama setelah munculnya pemberitaan seputar Musyawarah Nasional (Munas) Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang berlangsung ricuh di Padang Sumatera Barat, sejak 17 Juli 2025.
Akibatnya dua kampus besar – Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Diponegoro (Undip), menyatakan mundur dari aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).
Alasannya, karena Musyawarah Nasional XVIII di Padang, Sumatera Barat, itu dinilai sarat kepentingan politik.
BACA JUGA: Yang Berani Tangkap Netanyahu
Seperti dilansir portal berita GSumbar.com, (Senin 21 Juli 2025), agenda musyawarah yang berlangsung di Universitas Dharma Andalas itu memicu polemik akibat ikut hadirnya sejumlah pejabat, politikus, dan aparat keamanan.
Para tamu tersebut antara lain Ketua Umum Partai Perindo, Menteri Pemuda dan Olahraga, Wakil Gubernur Sumatera Barat, Kapolda Sumbar, hingga BIN Daerah Sumbar. Bahkan acara yang disakralkan kalangan mahasiswa itu diwarnai kiriman karangan bunga dari BIN Daerah Sumbar.
Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto, menyebut forum musyawarah mestinya menjadi ruang strategis perumusan arah gerakan mahasiswa. Namun ia melihat forum itu justru sarat manuver politik dan intervensi kekuasaan.
BACA JUGA: Karma Itu Sungguh Nyata
“Kehadiran elit politik dan aparat mencederai independensi gerakan mahasiswa,” ujarnya, Sabtu (19/7/2025).
Sedangkan Ketua BEM Undip, Aufa Atha Ariq, menyayangkan kehadiran karangan bunga dari BIN Daerah Sumbar dalam acara tersebut. Terlebih di tengah situasi represif terhadap aksi mahasiswa di berbagai daerah. “Tak pantas. Seharusnya bahas solidaritas gerakan, bukan seremonial,” ungkapnya, Ahad (20/7/2025).
“Kami menolak menjadi bagian dari kemunduran dan perpecahan,” lanjutnya.
Memurnikan Gerakan Mahasiswa
Telah berulangkali tercatat dalam lembaran sejarah, gerakan mahasiswa telah menjadi ujung tombak perubahan bagi perbaikan kehidupan bangsa. Bahkan sejak berdirinya pergerakan Budi Utomo pada 1908, kaum intelektual muda telah memperlihatkan kiprahnya.
Jika waktu itu untuk membangkitkan semangat perjuangan bangsa melawan penjajahan, kini ia dimaksudkan sebagai kekuatan untuk meluruskan arah pengelolaan pemerintahan.
Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi. Tujuannya untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas, dan kemampuan kepemimpinan.
Ia bertumbuh menghadapi situasi dan kondisi yang berbeda. Dari zaman penjajahan, Orde Lama, Orde Baru dan terakhir Orde Reformasi. Di setiap era, gerakan mahasiswa telah mampu menunjukkan integritas dan kapabilitas untuk melihat ke depan. Meluruskan setiap pembengkokan jalannya sejarah. Mengedepankan independensinya, dengan menolak setiap upaya pengekangan aspirasi mereka. Dan menjadikan penderitaan rakyat sebagai basis perjuangan yang tidak boleh berhenti.
Meskipun menghadapi tekanan dan represifitas dari penguasa, gerakan mahasiswa tidak pernah surut. Ia terus tumbuh seperti air yang mengalir melewati setiap celah yang ada.
Betapa gegap gempitanya ketika mahasiswa berhasil menduduki Gedung DPR/MPR RI di Senayan, Jakarta, pada 1998. Yang melambangkan keberhasilan menumbangkan kekuasaan 32 tahun rezim Orba Soeharto. Hal yang sama juga terjadi pada 1965, dengan munculnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Dengan tuntutan dan ketegasan sikap yang jelas. Setelah peristiwa Gerakan 30 September 65. Menyongsong tumbangnya Rejim Orde Lama Soekarno.
Karenanya, gerakan mahasiswa kerap dianggap sebagai cikal bakal perjuangan nasional. Dan bila kini ia terpecah, gerakannya mesti dimurnikan kembali. Persatuannya harus diurut ulang. Jangan biarkan ada simpul-simpul politik dan kekuasaan yang berusaha mendekati, agar ia bisa “dijinakkan”.(*)