COWASJP.COM – Di darat ada fenomena ODOL (over dimension over loading). Di laut ada penyembunyian data penumpang dalam manifes resmi.
***
INSIDEN terbakarnya KM Barcelona V di perairan Talise beberapa hari lalu adalah tragedi yang seharusnya tak terjadi. Namun, di balik awan hitam asap kapal yang terbakar, terkuak fakta yang jauh lebih mengkhawatirkan, yaitu:
Perbedaan mencolok antara jumlah penumpang di manifes (280 orang) dengan jumlah korban yang dievakuasi (571 orang).
Angka yang hampir dua kali lipat ini bukan sekadar kesalahan administrasi biasa; ini adalah bukti telanjang praktik korupsi tiket yang terang-terangan dan merajalela di sektor transportasi laut kita.
Bukan baru kali pertama kita mendengar cerita seram tentang kelebihan muatan dan manipulasi manifes. Bertahun-tahun, insiden serupa terus berulang, memakan korban jiwa, dan seolah menjadi "rahasia umum" yang diabaikan. Lantas, sampai kapan pemerintah dan industri pelayaran akan terus menutup mata dan telinga terhadap praktik mematikan ini?
Indonesia adalah negara kepulauan, dan transportasi laut adalah tulang punggung konektivitas. Ironisnya, sektor ini justru menjadi sarang praktik ilegal yang membahayakan nyawa.
Mengapa kita tidak belajar dari keberhasilan Kereta Api Indonesia (KAI) atau industri penerbangan (Angkasa Pura)?
Kedua sektor ini telah membuktikan bahwa digitalisasi total dan sistem tiket yang terintegrasi mampu menekan praktik korupsi, menghilangkan calo, dan yang terpenting, menjamin keselamatan penumpang dengan akurasi data yang tinggi.
KAI dulunya identik dengan calo dan tiket gelap. Kini, dengan sistem online yang ketat dan verifikasi identitas di setiap tahap, praktik itu hampir punah. Penerbangan sudah lama menerapkan standar serupa.
Pertanyaannya, mengapa sektor kapal laut, terutama rute-rute antarpulau dan perintis, masih dibiarkan beroperasi dengan sistem manual yang membuka lebar celah manipulasi manifes dan kelebihan muatan? Infrastruktur, Integritas, dan Pengawasan yang Lemah.
Permasalahan ini bukan hanya soal kurangnya teknologi. Ini adalah kombinasi kompleks dari:
Banyak pelabuhan kecil dan operator kapal tradisional belum memiliki akses dan kemampuan untuk mengimplementasikan sistem digital terintegrasi.
Bahkan jika ada penjualan online oleh operator besar, seringkali sistem tiket tidak terhubung secara real-time dengan sistem pengawasan di Syahbandar atau Otoritas Pelabuhan, membuka ruang manipulasi di lapangan.
Namun sistem secanggih apa pun akan jebol jika ada oknum awak kapal yang main mata dengan petugas di pelabuhan demi keuntungan pribadi, mengabaikan keselamatan ribuan nyawa.
Hal ini diperparah dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Inspeksi yang tidak rutin, sanksi yang tidak tegas, dan celah hukum yang dimanfaatkan membuat praktik ini terus berlanjut tanpa rasa takut.
Kasus KM Barcelona V harus menjadi titik balik. Pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan, harus segera bertindak tegas dan komprehensif. Menteri Perhubungan jangan cuma bisa joget-joget Oke Gas!
Berikut adalah langkah-langkah konkret yang harus diprioritaskan:
1/ Wajibkan seluruh operator kapal untuk menerapkan sistem tiket online dengan verifikasi identitas ketat. Integrasikan sistem ini secara real-time dengan data keberangkatan dan kapasitas kapal di setiap pelabuhan. Pelabuhan-pelabuhan kecil harus difasilitasi infrastruktur digitalnya.
2/ Lakukan inspeksi mendadak dan rutin terhadap manifes dan jumlah penumpang di atas kapal. Libatkan aparat penegak hukum untuk memantau langsung.
3/ Beri sanksi pidana dan denda yang sangat berat kepada awak kapal, operator, dan terutama oknum petugas yang terlibat dalam manipulasi manifes atau pembiaran kelebihan muatan. Cabut izin operasi kapal dan izin profesi individu yang terbukti bersalah.
4/ Edukasi masyarakat tentang bahaya kelebihan muatan dan pentingnya tiket resmi dengan data yang akurat. Libatkan komunitas maritim lokal.
5/ Lakukan audit menyeluruh terhadap sistem manifes dan praktik penjualan tiket di semua operator kapal penumpang.
Tragedi KM Barcelona V adalah noda hitam yang tak bisa ditoleransi. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan industri pelayaran harus menunjukkan komitmen nyata untuk belajar dari kesalahan, melayani konsumen dengan tanggung jawab tinggi, dan menghentikan praktik ilegal yang mengancam nyawa. Tidak ada lagi toleransi untuk korupsi di atas kapal. Keselamatan rakyat harus menjadi prioritas utama, tanpa kompromi!
Kalau kejadiannya di Jepang, menterinya pasti sudah mengundurkan diri. Di sini, Menterinya malah FOMO di layar TV. Dasar kacrut! (b)