Kabur Aja Dulu! Betulkah?

DESAIN GRAFIS: kompastv.

COWASJP.COMMASIH INGAT tagar atau hashtag #Indonesia Gelap, yang viral pertengahan Februari 2025 lalu? Begitu juga tagar #Kabur Aja Dulu, yang menyusul kemudian. 

Keduanya ramai dibicarakan di media sosial, terutama di X (sebelumnya Twitter), Instagram dan TikTok. 

Tagar ini menandai ekspresi kekecewaan dan frustrasi masyarakat Indonesia terhadap situasi sosial, ekonomi, dan politik di tanah air. Khususnya apa yang dirasakan anak muda, melihat berbagai masalah seperti: Sulitnya mencari pekerjaan, rendahnya upah, tingginya tingkat pengangguran, mahalnya berbagai barang kebutuhan pokok, ketidakpastian hukum, dan ketidakstabilan ekonomi-politik.

Sudah sama dimaklumi bahwa situasi sosial politik dan ekonomi yang memprihatinkan itu mendorong pecahnya aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai kota di tanah air.  Mulai 17 Februari 2025, aksi-aksi pembangkangan itu meruyak, di mana para mahasiswa demonstran meneriakkan Indonesia gelap. Atau #Habis Gelap Terbitlah Perlawanan. 

Bagaimanapun, beberapa pejabat pemerintah yang terkesan anti-kritik menanggapi tagar Indonesia gelap itu secara emosional. Misalnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan yang tampak geram menanggapi tagar Indonesia gelap itu. 

BACA JUGA: Rakyat Jelata Menjerit​

“Kalau ada yang bilang Indonesia gelap, yang gelap kau. Bukan Indonesia,” ujar Luhut dalam acara The Economic Insights 2025 di Jakarta, Rabu, 19 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Setelah lima bulan lebih, Presiden Prabowo ternyata masih memperlihatkan reaksi serupa. Dalam pidatonya di Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo, Jawa Tengah, Senin (21/07/25), Prabowo kembali ungkit soal Indonesia gelap itu. 

"Indonesia gelap, kabur aja deh. Yo kabur aja lo. Emang gampang lo di situ di luar negeri? Di mana lo di situ dikejar-kejar di situ," kata Prabowo, sambil mengingatkan bahwa sikap pesimisme tersebut memang dibuat oleh pihak yang ingin Indonesia gaduh. 

Mestinya Ditanggapi Positif

Situasi sosial ekonomi dan politik yang carut marut sekarang ini mestinya ditanggapi oleh presiden dan para pejabat tinggi negara secara positif. Tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang diteriakkan kalangan mahasiswa adalah fakta yang nyata ada. Bahwa negara ini sedang tidak baik-baik saja. 

Karenanya tentu menarik ketika tulisan pengusaha terkenal Pieter F. Gontha tersebar di beberapa grup WhatsApp beberapa hari terakhir. Dengan judul “Kesalahan Mereka Hanya Satu: Pulang ke Indonesia!”, tulisan itu menggambarkan betapa malangnya nasib anak bangsa yang cerdas-cerdas lulusan luar negeri, tapi seperti tidak dihargai di negeri sendiri. 

BACA JUGA: Terancam Dimakzulkan Donald Trump Masih Mengancam​

Sehingga buat mereka negeri ini benar-benar gelap. 

Indonesia tidak kekurangan orang pintar. Begitu Pieter Gontha memulai bahasannya. Setiap tahun, puluhan bahkan ratusan anak muda Indonesia berhasil menembus universitas-universitas terbaik di dunia: Harvard, Princeton, MIT, Stanford, Oxford, Cambridge, Berkeley, dan banyak lagi. Mereka belajar di pusat-pusat ilmu pengetahuan global, menyerap nilai-nilai integritas, meritokrasi, inovasi, dan kerja keras. 

Mereka adalah anak-anak bangsa terbaik, yang semestinya pulang membawa perubahan.

Dia melanjutkan, namun, ketika saya bertanya kepada seorang mahasiswa Indonesia lulusan kampus top, “Kapan kamu pulang?” Ia menjawab lirih namun tegas, “Kami di sini saja, Pak.”

BACA JUGA: Yang Berani Tangkap Netanyahu​

Menurut dia, jawaban di atas begitu mencubit hati. Dan anak-anak muda yang merupakan para bibit unggul itu bukan tidak cinta Indonesia. Mereka sangat cinta bahkan. Tapi mereka juga sadar betapa keras bahkan brutalnya sistem yang akan mereka hadapi di dalam negeri. 

Resiko Pulang Kampung

Apa yang digambarkan Pieter Gontha di atas tentu mengingatkan kita akan nasib beberapa bibit unggul lulusan terbaik luar negeri. Yang mau tidak mau menghadang resiko pulang kampung. Misalnya, Ricky Elson. Pakar mobil listrik dan pemilik sedikitnya 14 hak paten yang dibujuk untuk pulang ke Indonesia oleh Menteri BUMN waktu itu, Dahlan Iskan (DI). Dengan harapan dia bisa menjadi motor penggerak pengembangan mobil listrik di tanah air. 

Dengan meninggalkan gaji yang besar dan karir yang moncer,  lulusan S3 alias Doktor lulusan Politeknik University di Jepang itu  bersedia pulang kampung. Bersama DI dan timnya Ricky berhasil menciptakan 2 mobil listrik nasional. Yaitu Tucuxi dan Selo. 

Tapi pada akhirnya semua mentok. Dukungan pemerintah terhadap proyek mobil listrik nasional tak ada. Akibatnya pemuda brilian asal Padang itu kecewa. Sampai-sampai dia mengisi waktu dengan membuka sebuah tempat yang disebut “Lentera Bumi Nusantara” di desa Ciheras di ujung selatan Tasikmalaya. Di mana dia beternak sapi dan domba.  Rela diledek oleh teman-temannya yang sukses bertahan di Jepang. 

Meski demikian, nasib Ricky tidak seburuk Tomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Salah satu lulusan terbaik Harvard Univesity itu adalah mantan bankir investasi global, ekonom kelas dunia, dan mantan menteri yang selama menjabat berupaya keras menjaga integritas. Hari ini, dia harus meringkuk di balik jeruji besi karena terseret kasus hukum, tanpa penjelasan yang masuk akal di mata publik.

Orang-orang muda yang cerdas dan potensial seperti Ricky Elson, Tom Lembong, dan banyak anak muda lain lagi yang sempat pulang atau justru bertahan di luar negeri, mestinya dijadikan aset bangsa yang sangat mahal harganya. 

Seperti diungkapkan Pieter Gontha, mereka datang dengan semangat membenahi, tetapi bertemu dengan birokrasi yang beku, budaya feodal, politik transaksional, dan sistem hukum yang bisa dipelintir semaunya oleh kekuasaan. Mereka ingin menegakkan akuntabilitas, tapi dianggap mengganggu status quo. Mereka ingin membasmi rente, tapi justru dijebak dan dijegal.

Ketika ada yang memprotes banyaknya Tenaga Kerja Asing (TKA) khusus dari Cina yang masuk, beberapa pejabat beralasan bahwa mereka adalah para ahli di bidangnya. Konon keahlian yang tidak dimiliki tenaga kerja lokal. 

Kita punya lulusan terbaik luar negeri. Tapi pemerintah malah memperbanyak pekerja asing, termasuk pekerja kasar dari Tiongkok. Karena itu, wajar kalau tagar #Indonesia Gelap dan #Kabur Aja Dulu sempat viral dan menjadi trending topik dalam banyak perbincangan publik.(*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda