COWASJP.COM – Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PWNU Jawa Timur mengajak insan-insan kreatif dan masyarakat umumnya, untuk tanggap membaca fenomena sosial. Termasuk tentang amuk massa.
"Hilangnya sensitivitas dan empati para elite politik atas kondisi rakyat, menjadikan kekesalan rakyat memuncak. Bila kemudian terjadi amuk massa, aksi sosial dan demontrasi, hal itu merupakan pelepasan dari kekesalan dan kejengkelan yang tak terkendali, " ujar Riadi Ngasiran, Ketua Lesbumi PWNU Jatim pada Senin 1 September 2025 .
Tindakan destruktif yang terjadi dalam gelombang demonstrasi yang marak, baik di Jakarta, Surabaya dan sejumlah kota lain di Indonesia, bisa dicegah bila para pemimpin dan elite politik mampu membaca fenomena sosial. Kemudian menyikapinya dengan bijaksana.
Hal itu terungkap dalam acara Launching Buku Puisi "Pengantin Bulan Domba" karya Didik Wahyudi.
Acara yang digelar Lesbumi PWNU Jatim ini terkait "Parade Puisi Kemerdekaan di Ujung Bulan". Dihadiri puluhan seniman, penyair, dan aktivis Lesbumi di Jawa Timur dan Nasional.
Saat ini, diingatkan Riadi, saat yang tepat bagi para elite politik dan pemimpin pemerintahan untuk melakukan koreksi diri. Koreksi atas tindakan dan ucapan mereka yang seolah tanpa kontrol itu.
"Ketika kaum lemah dan dilemahkan, kaum mustadh'afin tanpa perhatian, dan merajalelanya keserakahan di antara para elite politik. Praktik korupsi, kolusi dipertunjukkan setiap saat, ini semua membuat kekesalan rakyat semakin sempurna, " tutur Riadi Ngasiran, yang juga esais dan pemerhati kebudayaan.
Ayat-Ayat Kauniyah
Terkait Launching Buku Puisi "Pengantin Bulan Domba" karya Didik Wahyudi, tampil sebagai pembahas: penyair nasional Mardi Luhung dan peneliti sastra Ribut Wijoyo.
Acara itu tergelar pada Minggu 31 Agustus 2025, pukul 13.00 WIB di Aula KH Bisri Syansuri, PWNU Jawa Timur, Jalan Masjid Al-Akbar Timur no 9, Gayungan, Surabaya.
Diawali pembacaan puisi oleh penyair Nur Aziz Asmuni dan Haidar Hafeez dari Pasuruan. Juga penyair sastra Jawa Suharmono Kasiyun (aktivis Lesbumi PWNU dan dosen Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya), dan KH Chamim Kohari dari Mojokerto. Juga Gus Ahmed Miftahulhaq, dari Pesantren Ngelom Sepanjang yang aktif di dunia sastra Universitas Negeri Surabaya. Afif Mahmudah turut membaca puisi karya Didik Wahyudi.
Ning Nabila Dewi Gayatri, pelukis yang juga Sekretaris Lesbumi PWNU Jatim, memberikan apresiasi terhadap para seniman yang eksis berkarya dalam kondisi apa pun.
Para seniman dan para penyair mempunyai kepekaan terhadap tiap permasalahan kehidupan. Kegelisahan dalam menangkap makna kehidupan diungkapkan sebagai pengalaman estetik yang khas dari setiap individu para seniman itu.
"Kami sengaja mengumpulkan para seniman dalam memeriahkan HUT Kemerdekaan ke-80 Bangsa Indonesia kita tercinta pada akhir bulan. Hal ini lazim bagi warga Nahdliyin. Peringatan harlah misalnya, ya bisa berlangsung sebulan penuh. Termasuk peringatan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa kita ini, " tutur Ning Nabila Dewi Gayatri.
Para seniman, terutama dari Lesbumi NU dari sejumlah daerah pun hadir. Dari Sidoarjo, Mojokerto, Bangil, Jombang, Gresik, dan tentu saja dari Surabaya.
Para seniman Lesbumi NU banyak berkiprah di berbagai bidang dan berprestasi secara nasional. Mardi Lulung, misalnya, tinggal di Gresik sebagai guru, karya-karyanya dikenal dalam konstelasi Sastra Indonesia secara nasional.
Bersama sejumlah penyair nasional, Mardi Luhung belum lama ini tampil dalam acara di Museum Islam Indonesia KH. M. Hasyim Asy'ari, Tebuireng Jombang.
Ikut menyaksikan KH Kikin Abdul Hakim Mahfudz, Ketua PWNU Jawa Timur yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. (*)