Gegara Bambu, Perempuan Desa Itu Menjadi Penggerak Lingkungan

Luluk. Orang biasa memanggilnya Bu Luluk seorang aktivis lingkungan.

COWASJP.COM"Dahulu saya hanya mengetahui tentang lingkungan sebatas informasi. Saat ini saya mengerti, merawat bambu juga berarti memastikan adanya air untuk generasi kita di masa depan."

***

KALIMAT itu tidak datang dari aktivis lingkungan yang sering tampil di media sosial ataupun diliput media. Kalimat tersebut datang dari seorang perempuan. Seorang ibu rumah tangga dari Dusun Wonokerto yang aktif dalam berbagai aktivitas sosial, keagamaan, dan lingkungan. Seorang yang juga aktif dalam kegiatan Pasar Keramat, Warugunung, Pacet, Mojokerto.

Ya, kalimat tersebut datang dari  seorang wanita yang menjadi penggerak bagi masyarakat setempat. Dialah Luluk. Orang biasa memanggilnya Bu Luluk. 

BACA JUGAAnyaman Asa dari Pasar Keramat: Para Ibu Sulap Bambu Jadi Harapan

Luluk adalah seorang ibu dari dua anak.  Sehari-hari  tidak hanya ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai pengajar mengaji, anggota PKK, Fatayat, ibu bambu, KWT (Kelompok Wanita Tani).  Serta ikut dalam kelompok merajut di desanya. 

Awal tahun 2023 ia terlibat dalam program Desa Bambu (kegiatan pembibitan bambu) yang diinisiasi oleh Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL). Sejak saat itulah, antusiasmenya untuk belajar tentang lingkungan dan mengembangkan diri  semakin meningkat.

Dalam program pembibitan bambu, misalnya, Luluk selalu hadir di setiap pertemuan, sekolah lapang, hingga aktivitas di lapangan. Ia bahkan dengan sukacita membuka rumahnya sebagai lokasi pertemuan kelompok.  Hingga kesadaran tentang lingkungan muncul dalam dirinya. Maka keluarlah kalimat seperti yang ditulis di awal. 

BACA JUGAIni Dia Penggerak Pasar Keramat dan Penjaga Budaya Dusun Wonokerto

"Dahulu saya hanya mengetahui tentang lingkungan sebatas informasi. Saat ini saya mengerti, merawat bambu juga berarti memastikan adanya air untuk generasi kita di masa depan," ujarnya.

Ia pun piawai bercerita tentang bambu. Menurutnya, kegunaan bambu tidak hanya untuk ekonomi, melainkan juga untuk kesinambungan kehidupan masyarakat. Ia yakin, bibit bambu yang ia pelihara akan menghidupkan kembali hutan dan dampaknya akan dirasakan oleh generasi yang akan datang.

Tidak hanya terlibat dalam lingkungan, Luluk juga memiliki hubungan dekat dengan Pasar Keramat, pasar tradisional yang berada di dalam hutan bambu dan menjadi pusat kegiatan masyarakat Dusun Wonokerto. Baginya, istilah “Keramat” memiliki arti yang khusus. “Dulu, keramat itu berarti ibu. Pasar Keramat sangat memperhatikan para wanita yang berjualan. Jadi, itu adalah ibu yang keramat,” terangnya.

Ingatan Luluk mengenai pasar ini juga bermacam-macam. Ia menceritakan bahwa pada masa lalu, lahan yang sekarang menjadi Pasar Keramat pernah sangat kotor, dipenuhi limbah dan nyamuk, sehingga penduduk enggan datang. Namun sekarang, penampilan Pasar Keramat telah berubah drastis oleh berbagai aktivitas di lokasi tersebut.  

"Kondisinya menjadi lebih cerah dan teratur," ujar perempuan yang menjadi penjual dawet di Pasar Keramat.  Menurut pengunjung, dawet merupakan ciri khas dari masa lalu yang selalu hadir dalam perayaan hajatan. Dan kini bisa dinikmati di Pasar Keramat.

Selain berjualan, Luluk juga dipercaya sebagai koordinator para pedagang di RT 4. Dalam tugas ini, ia ditemani oleh koordinator lainnya, yakni Bu Ifa (RT 3), Bu Nunik (RT 2), dan Bu Denik (RT 1) di Dusun Wonokerto. Peran kepemimpinan ini membuatnya semakin dekat dengan pedagang lain dan memperkuat kebersamaan di pasar.

Karakter Luluk menunjukkan bagaimana wanita di desa dapat berperan sebagai penggerak perubahan, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun lingkungan. Keikutsertaannya yang aktif di Pasar Keramat serta dalam program Desa Bambu menunjukkan bahwa wanita memiliki potensi besar dalam mempertahankan tradisi dan juga melindungi lingkungan.(*)

Pewarta : -
Editor : Erwan Widyarto
Sumber :

Komentar Anda