Haul Pahlawan Nasional Gus Dur ke-16, Kekuatan Beliau Berasal dari Keikhlasan dalam Memperjuangkan Kemanusiaan

Ning Yenny saat sambutan di Haul Gus Dur ke-16. (FOTO: Imam Kusnin Ahmad)

COWASJP.COM – Rabu 17 Desember 2025, kawasan Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang tergelar perhelatan Haul ke-16 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. 

Selain memperingati haul  wafat Sang Guru Bangsa ke-16 KH Abdurrahman Wahid ( Gus Dur ), acara ini juga menjadi tasyakuran atas penetapan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional. 

Ribuan jamaah dari berbagai penjuru Indonesia memadati setiap sudut maqbaroh dan halaman pesantren. Menciptakan suasana yang meriah, khidmat, dan penuh kehangatan —bukti bahwa  semangat Gus Dur masih terus hidup dalam hati rakyat.

Sambutan Ning Yenny: Warisan Keikhlasan yang Tak Pernah Hilang

Mewakili keluarga besar Gus Dur, putrinya Ning Zannuba Ariffah Chafsoh (Ning Yenny Wahid) membuka acara dengan sambutan yang penuh makna. Ia menyampaikan apresiasi mendalam kepada Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Machfudz (Gus Kikin). Karena Gus Kikin konsisten menjaga tradisi Haul Gus Dur selama bertahun-tahun. 

“Ini bukan hanya tradisi, tetapi ikhtiar spiritual untuk merawat ingatan kolektif bangsa terhadap keteladanan Gus Dur,” ujarnya di hadapan jamaah yang antusias.

Ning Yenny sering merenungkan mengapa Gus Dur tetap hidup dalam ingatan publik, bahkan bertahun-tahun setelah wafat. Ramainya peziarah di makam dan terus hidupnya gagasan beliau, menurutnya, adalah tanda kuatnya ikatan batin antara Gus Dur dan rakyat. 

“Keistimewaan beliau tidak terletak pada jabatan atau identitas tunggal —baik sebagai presiden, ulama, maupun tokoh nasional. Kekuatannya berasal dari keikhlasan dalam memperjuangkan kemanusiaan, terutama membela kelompok yang terpinggirkan,” tegasnya.

 Ia mengaitkan sikap ini dengan pesan Gus Mus tentang “menang dalam kesunyian” — kemenangan batin yang lahir dari ketulusan. Selain itu, Ning Yenny menyebut Nahdlatul Ulama (NU) tumbuh dari keikhlasan para ulama dan jamaahnya, yang menjadi fondasi kekuatannya. 

kusnin2.jpgRibuan Hadirin yang hadir pada acara Haul Gus Dur ke-16 malam itu. (FOTO: Imam Kusnin Ahmad)

“Aset terbesar NU tidak terlihat, namun sangat kuat, dan itu yang dipraktikkan Gus Dur,” katanya.

 Menutup sambutannya, ia mengajak hadirin untuk mensyukuri penetapan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional dan memperbarui komitmen meneladani nilai perjuangan para pendiri bangsa.

 Gus Mus: Gus Dur “Sudah Selesai dengan Dirinya Sendiri”

 Sebagai sahabat karib yang pernah bersekolah bersama di Mesir, KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) menyampaikan tausiyah yang penuh kenangan manis dan refleksi mendalam. Di halaman maqbaroh, ia menggambarkan Gus Dur sebagai sosok yang “sudah selesai dengan dirinya sendiri”. Artinya, beliau tidak lagi sibuk mengurusi kepentingan pribadi, sehingga apa pun yang dimilikinya dapat dibagikan kepada orang lain.

“Sekarang ini banyak orang ilmunya banyak, umurnya panjang, tapi belum selesai-selesai dengan dirinya. Urusannya masih dirinya saja,” ujar Gus Mus. Beliau kemudian menambahkan bahwa sikap ini membuat hidup Gus Dur terasa ringan. Hal itu tercermin dalam ungkapan beliau yang hingga kini viral: “gitu saja kok repot.”

Gus Mus juga menyatakan bahwa kecintaan manusia kepada Gus Dur merupakan cerminan dari kecintaan Allah SWT. “Kalau Allah mencintai seorang hamba, dia akan menyampaikannya melalui Malaikat Jibril, hingga akhirnya orang-orang di bumi pun mencintainya,” tuturnya. Menurutnya, Gus Dur termasuk yang dicintai Allah sejak awal. “Wong sembahyangnya ya biasa-biasa saja,” katanya sambil membuat jamaah tersenyum.

 Ia juga mengenang kesederhanaan Gus Dur: seorang mantan presiden yang pernah meminjam uang ke putrinya hanya untuk membeli bakso. Padahal, saat di Mesir, Gus Dur dikenal royal dan sering mentraktir teman-temannya. “Saya heran, sama-sama beasiswa kok dia sugih terus. Mungkin ada kiriman dari Indonesia,” ujarnya berseloroh. 

Kisah-kisah ini semakin menguatkan kesan Gus Dur sebagai pribadi besar yang hidup dengan keikhlasan dan kematangan batin.

 Gus Kikin: Tasyakuran atas Penetapan Pahlawan Nasional

Sebagai pengasuh Pesantren Tebuireng, Gus Kikin menyampaikan sambutan utama yang dipenuhi rasa syukur dan kebanggaan. “Haul ke-16 ini sekaligus tasyakuran atas dikukuhkannya Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional —sesuatu yang menggembirakan dan membanggakan bagi semua, terutama keluarga,” ujarnya.

Selain itu, Gus Kikin mengenang memori masa kecilnya bersama Gus Dur, khususnya candaan-candaan ringan yang menghangatkan hati. Ia menceritakan saat perayaan Idulfitri di ndalem kesepuhan: “Yang muda-muda berkumpul di ruangan kecil, dipimpin Gus Dur yang gemar bercanda. Kami ketawa ngakak sampai yang sepuh-sepuh menengok dan bilang, ‘Biasa, Abdurrahman itu.’”

Menurutnya, humor Gus Dur bukan sekadar candaan, melainkan cara beliau membangun kedekatan dengan siapa pun, termasuk generasi muda. Gaya komunikasi ini kemudian tumbuh seiring perjalanan beliau di NU, menjadikannya pemimpin yang diterima oleh berbagai kalangan dengan penuh cinta dan rasa hormat.

Sambutan Wamenag Romo Syafi’i: Gus Dur Sebagai Inspirasi Persatuan Pluralis

Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI, Romo KH R. Muhammad Syafi’i, turut menghadiri acara pada Rabu malam, mewakili Menteri Agama yang berhalangan hadir. Dalam sambutannya, ia mengisahkan kesan pertamanya tentang Gus Dur sebagai sosok yang cerdas memecahkan masalah. “Setiap kali ada persoalan yang disampaikan kepada beliau, selalu ada solusi,” ujarnya.

Romo Syafi’i menekankan bahwa Gus Dur benar-benar mengamalkan ajaran Al-Qur’an yang menghargai manusia sebagai sesama hamba Allah tanpa pembedaan. “Saya Islam, kamu Kristen, Buddha, Hindu, Konghucu, Katolik, semuanya sama-sama hamba Allah,” ungkapnya. Sikap ini, menurutnya, melahirkan nilai-nilai pluralisme yang dampaknya masih terasa hingga hari ini.

Ia juga melihat Gus Dur sebagai pribadi yang sederhana, lapang dada, dan lurus dalam ucapan. Meskipun belum pernah berjabat tangan langsung, Romo Syafi’i menegaskan komitmennya untuk menghidupkan nilai-nilai keteladanan Gus Dur. 

Menutup sambutannya, ia mengajak hadirin bersyukur atas penetapan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional: “Semoga keteladanan beliau terus menginspirasi kita semua dalam membangun Indonesia yang lebih pluralis, maju, dan bermartabat.”

Gubernur Khofifah: Gus Dur Sebagai “Bapak Kemanusiaan”

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, juga menghadiri acara dan menyampaikan sambutan yang mendalam. Ia mengutip dawuh Gus Mus bahwa tidak ada pihak yang memiliki NU, karena NU sejatinya milik Allah SWT. “Semoga kita semua menjadi perantara turunnya keberkahan dan mampu menata NU menjadi lebih baik,” ujarnya.

Khofifah juga mengungkapkan pesan Gus Dur yang baru berani ia sampaikan pada kesempatan ini: Ketika beliau wafat, di batu nisannya diinginkan tertulis “Here Rests a Humanist.” Menurutnya, pesan ini menunjukkan bahwa Gus Dur bukan hanya simbol pluralisme, tetapi juga tokoh kemanusiaan yang melampaui sekat agama, budaya, dan bangsa. 

“Beliau adalah Bapak Kemanusiaan yang jejak pemikirannya hidup di banyak hati, tidak hanya di Jawa Timur, NU, atau Indonesia, melainkan juga di dunia,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa kehadiran ribuan jamaah adalah bentuk ikhtiar bersama untuk meneladani jalan hidup Gus Dur —notasi sebagai Pahlawan Nasional, tetapi sebagai tokoh yang memberi kekuatan moral bagi semua.

 Suasana Meriah: Jamaah dan Pedagang Kecil Meraih Barokah

 Sejak pagi, ribuan muhibbin dan peziarah mulai menyemut ke area pesantren, membawa suasana yang meriah dan penuh kehangatan. Di sela-sela lantunan doa dan tausiyah, geliat ekonomi rakyat tampak nyata dengan kehadiran sekitar 250 pedagang kecil yang berjejer rapi di sepanjang akses menuju lokasi utama. Mereka menjual berbagai barang, mulai dari kuliner, atribut santri, hingga cendera mata.

 

Bagi para pedagang, momen Haul Gus Dur memiliki makna ganda: sebagai sarana mencari nafkah dan upaya menjemput keberkahan. Muhammad Nandra, pedagang jajanan crispy asal Desa Banjaragung, mengaku selalu menantikan acara ini. “Berbeda dengan hari biasa, berjualan di sini terasa lebih barokah, dan pendapatan meningkat drastis,” ujarnya dengan wajah sumringah. 

Ekonomi lokal di Kecamatan Diwek juga mengalami kenaikan aktivitas yang signifikan selama acara berlangsung.

 

Selain itu, acara juga diisi dengan Khotmul Qur’an yang dimulai pukul 05.30 WIB dan ditutup dengan doa yang dipimpin Gus Kikin. Menurut Koordinator Acara Ustadz Maleka, terdapat 610 peserta yang datang dari berbagai daerah seperti Malang, Trenggalek, Kediri, dan Lumajang. Sebanyak 80 majelis di desa-desa Kecamatan Diwek juga berpartisipasi, membuktikan sinergi yang kuat dalam menyukseskan acara.

Inovasi dan Motivasi Hidup Seperti Gus Dur, Menjadi Pahlawan Setiap Hari

 

Haul ke-16 Gus Dur tidak hanya menjadi momen peringatan, tetapi juga momentum untuk menginspirasi generasi muda dan seluruh masyarakat. Semangat keikhlasan, kesederhanaan, dan kemanusiaan Gus Dur dapat dijadikan inovasi dalam hidup sehari-hari: bagaimana kita membangun hubungan yang hangat, membela yang lemah, dan hidup tanpa ego.

 

Kita tidak perlu menjadi presiden atau tokoh besar untuk menjadi pahlawan. Seperti Gus Dur, setiap orang dapat menjadi pahlawan dalam tindakan kecilnya —dengan berbagi, menunjukkan kasih sayang, dan menjaga persatuan. Motivasi dari Haul ini adalah untuk menjadikan keteladanan Gus Dur sebagai pijakan untuk membangun bangsa yang lebih adil, damai, dan penuh keberkahan bagi semua.(*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda