COWASJP.COM – Sudah dua minggu terakhir saya mengalami masalah pada leher: Sakit kalau digerakkan untuk menengok. Obatnya ternyata ada di kaki. Kok bisa?
***
Sakit di leher itu muncul tak lama setelah saya sembuh dari dehidrasi. Tiba-tiba saja saya susah menggerakkan otot leher untuk menengok ke kanan maupun ke kiri. Tetapi tidak sakit ketika digerakkan ke atas dan ke bawah.
Singkatnya: Otot leher hingga bahu atas bagian belakang terasa kaki. Agar tidak merasakan sakit setiap kali menengok ke kiri maupun ke kanan, saya harus menggerakkan setengah badan.
Sebenarnya cukup mengganggu. Meski demikian, rutinitas olahraga saya jalan terus. Tidak ada perubahan sama sekali. Setiap hari tetap jogging minimal 60 menit dengan jarak tempuh minimal 6 Km.
Jangan-jangan gula darah saya sedang tinggi? Jangan-jangan kolesterol saya sedang tidak terkendali? Dua kekhawatiran saya tidak terjadi. Hasil pemeriksaan terakhir, glukosa saya memang 168 mg/dL. Masih tinggi. Tapi tidak lebih tinggi dari hari-hari biasanya.
Sedangkan kolesterol saya 235 mg/dL. Angka ini juga lumayan tinggi. Hampir mendekati ambang batas atas yang ditoleransi (240 mg/dL).
Usai salat dzuhur, Selasa (25/12) kemarin, saya lihat-lihat video pendek di platform Reels. Secara tidak sengaja saya temukan video buatan Kang Ridho dari Klinik Punokawan yang selalu memberi informasi cara mengatasi penyakit secara mandiri melalui teknik pemijatan dan peregangan otot.
Nah, video yang saya tonton kemarin kebetulan tentang mengobati rasa nyeri di leher, seperti yang sedang saya alami. ''Coba sampeyan duduk dengan posisi kaki begini. Kalau bisa kaki kanan dan kiri bersamaan. Lakukan pelan-pelan selama 40-60 detik, kemudian ulangi beberapa kali,'' kata Kang Ridho sambil memeragakan posisi duduk yang ''duduk di antara dua sujud'' dalam salat.
''Ah, gampang itu,'' kata saya dalam hati.
''Tumpuan duduknya otot yang mengarah ke jempol,'' lanjut Kang Ridho.
''Insya Allah saya bisa,'' kata saya dalam hati.
Maka, sambil menonton video tersebut berulang-ulang, saya coba gerakan itu. Gerakan pertama: gagal. Otot di pergelangan kaki saya seperti ditarik sehingga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.
Setelah istirahat beberapa saat, Saya coba lagi. Gagal maning. Masih sakit, tetapi tidak sehebat sebelumnya.
Saya coba kompromi dengan rasa sakit itu. Saya lakukan dengan satu kaki: Kanan lebih dulu. Bisa. Walau sakit.
Berikutnya kaki kiri. Bisa juga. Tapi jauh lebih sakit dibanding yang kanan.
Terakhir saya coba kiri dan kanan sekaligus, sesuai saran Kang Ridho. Ternyata masih belum sanggup melawan rasa sakit.
Seakan tidak mau menyerah, saya ulangi lagi setelah salat Ashar, Magrib dan Isya. Kaki kanan dulu. Setelah itu kaki kiri. Berulang-ulang.
Yang mengejutkan, ketika salat tahajud menjelang subuh tadi, mendadak saya bisa menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri untuk mengucapkan salam. ''Alhamdulillah, leher saya sudah sembuh...''
Setelah salat subuh, saya berangkat ke Sagoro Jogging Track, seperti biasa. Sambil pemanasan, saya pun bertanya kepada ChatGPT untuk mengetahui apakah ada hubungan antara sakit di leher dengan peregangan otot kaki yang saya lakukan kemarin.
Ternyata ada! Saya kutipkan penjelasannya:
Pernah merasa leher dan bahu kaku, padahal yang sering pegal justru kaki? Ternyata, keluhan di kaki dan leher bisa saling berhubungan. Kuncinya ada pada satu jaringan tubuh bernama fascia.
Fascia adalah jaringan ikat tipis tapi kuat yang membungkus otot, tulang, saraf, hingga organ tubuh. Ia bekerja seperti jaring atau selubung elastis yang menyatukan seluruh tubuh manusia dari ujung kepala sampai ujung kaki. Fascia tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan tersambung tanpa putus.
Karena sifatnya yang menyatu inilah, masalah pada fascia di satu bagian tubuh bisa “menjalar” ke bagian lain, bahkan yang letaknya jauh.
Dalam konsep anatomi modern, ada yang disebut rantai fascia belakang tubuh. Rantai ini dimulai dari telapak kaki, naik ke betis, paha belakang, pinggul, punggung, bahu, hingga berakhir di leher dan kepala. Jika salah satu titik di jalur ini bermasalah—misalnya telapak kaki kaku—maka ketegangan bisa diteruskan ke atas.
Contohnya sederhana. Orang yang sering memakai sepatu keras, berdiri lama, atau jarang meregangkan kaki, bisa mengalami fascia kaki yang menegang. Ketegangan ini memengaruhi cara berjalan. Postur tubuh sedikit berubah tanpa disadari. Bahu ikut naik, punggung menyesuaikan, dan akhirnya leher menanggung beban berlebih. Hasilnya: leher kaku, sulit menoleh, dan bahu terasa berat.
Masalah ini sering terjadi pada orang yang rajin olahraga tapi kurang peregangan, atau sebaliknya, orang yang terlalu lama duduk. Duduk lama membuat fascia bagian belakang tubuh memendek dan kaku. Saat berdiri atau bergerak, tubuh “menarik” jaringan itu dari bawah ke atas, termasuk ke leher.
Inilah sebabnya, mengobati nyeri leher tidak selalu cukup dengan pijat leher saja. Kadang keluhannya kambuh karena akar masalahnya ada di kaki.
Kabar baiknya, fascia sangat responsif terhadap gerakan sederhana. Peregangan ringan, jalan kaki dengan teknik yang benar, senam pelan, atau latihan keseimbangan bisa membantu mengembalikan elastisitas fascia. Bahkan latihan sederhana seperti menggulung telapak kaki di atas bola kecil atau botol bisa memberi efek ke seluruh rantai tubuh.
Kuncinya bukan kekuatan, melainkan konsistensi dan kesadaran tubuh. Gerakan perlahan, napas teratur, dan dilakukan rutin jauh lebih bermanfaat daripada latihan berat tapi jarang.
Jadi, jika Anda mengalami nyeri leher yang terasa “bandel”, cobalah menengok ke bawah—bukan hanya ke bantal atau posisi duduk, tapi juga ke kaki Anda sendiri. Bisa jadi, solusi untuk leher ternyata dimulai dari telapak kaki.
Tubuh manusia bukan kumpulan bagian terpisah. Ia satu kesatuan yang saling terhubung. Ketika kaki dirawat dengan baik, leher pun sering ikut merasa lega.
Nah, begitu jawabannya. Semoga bermanfaat, kawan. Selamat libur natal dan tahun baru. (*)