Pak Bupati? Banjir Lagi, Banjiiir... Banjiir Lagi!

Warga kerja bakti ,embersihkan sampah yang tersangkut di Jembatan Wedoro Waru Sidoarjo. (Foto: Cowasjp.com)

COWASJP.COM – ockquote>

C a T a T a N: Cak Amu

-------------------------------


LAGI lagi banjir. "Banjir lagi, banjir, banjir...," gerutu anak saya sepulang dari beraktivitas. Dia ngomel lantaran terjebak kemacetan saat melintas dua titik rawan banjir. Wilayah Industri Berbek dan Pasar Wedoro, Waru Sidoarjo.

Bukan hanya dua lokasi bertetangga dekat Kodya Surabaya itu. Pintu masuk Terminal Bungur Asih, Senin hingga hari ini masih digenangi air. Penumpang yang hendak menunju parkiran motor, naik ojek, dan antre taksi harus cincing-cincing celana. Ini belum termasuk pemarkir motor yang tidak sedia payung menunju parkiran. Pasti kluncum!

Curah hujan yang begitu lebat akhir-akhir ini memang membuat debet air meninggi. Kali Ngeni yang melintas sepanjang Kecamatan Waru sampai terminal Bungur Asih, tidak mampu menampung sarat air. Tak ayal lagi penghuni daerah tersebut harus ekstra perhatian di musim hujan.

Bukan saja anak sulung saya yang merasakan efek ketidaksiapan masyarakat menyambut musim penghujan, yang datang rutin setiap tahun itu. Tak sedikit warga dan penghuni jalan sekitar Waru menuju Berbek dan Kampung Wedoro harus geleng kepala.

Senin siang itu saya sendiri harus banting setir mencari celah jalanan yang tidak tergenang air. Tapi tetap percuma lantaran daerah yang saya tuju harus melewati titik rawan banjir itu. Saat hendak melewati Kawasan Industri SIER sisi selatan, ratusan kendaraan roda empat siang itu nyaris tidak bergerak. 

Kalaupun bergerak jalannya nggremet kayak semut. Antrian yang kalah panjang juga terjadi di pertigaan Pasar Wadung Asri dan perempatan Jembatan Ngeni. Simpang empat ini nyaris lumpuh berjam-jam. Radio lokal yang setia mengudarakan perkembangan jalan raya tak henti-hentinya mengingatkan wargankaota agar menghindari akses jalan menuju Bandara Juanda itu.

"Pilih jalan tol jika Anda tidak ingin terlambat naik pesawat," pinta seorang penyiar radio. Itupun hanya peringatan bagi pengendara yang belum terjebak dan hendak bepergian via pesawat. Pengguna jalan raya lainnya yang membutuhkan akses jalan Berbek tidak bisa diganggu gugat. Mereka hanya menggerutu dan berharap pemerintah setempat tidak berpangku tangan menikmati jabatan.

banjir-titipTKUSo.jpg

Warga perlu membuat gorong gorong agar tidak jadi korban langganan air genangan. (Foto: cowasjp.com)

Dari tahun ke tahun wilayah selatan PT SIER yang teritorialnya berbatasan Surabaya-Sidoarjo ini tak pernah disentuh oleh pejabat setempat. Langganan banjir hingga menggenang berhari-hari, jika curah hujan amat kerap, belum ada solusi. Bupati Saiful Illah meski sudah dua kali menjadi incombent dan wakil bupati tetap saja tutup mata. Janjinya hanya manis di bibir. Pak Bupati? Ayo buktikan!

Sungai Ngeni juga demikian. Bantaran sungai tersebut sudah tidak ada ruang kosong. Sepanjang tepian sungai sudah dihuni warga yang rawan jadi korban luapan air. Apalagi tingkat kedisiplinan warga membuang sampah pada tempatnya minim sekali. Ini terbukti dengan banyaknya tumpukan sampah yang menyangkut di lorong jembatan Wedoro.

Warga yang siang itu gotong royong membuangi sampah yang tergenang tak habis pikir. Jika saja curah hujan kian meningkat dan air tak bisa terbendung, bukan tidak mungkin warga segera dievakuasi. Satu satunya pilihan adalah membenai ventilasi jalur arus sungai, dan menahan emosi masyarakat yang membuang sampah sembarangan.

Selain itu, membuat gorong-gorong di kampung-kampung atau perumahan sekitar Waru harus menjadi solusi ke depan. Cara menguruk jalan dengan ukuran tinggi-tinggian, bukan lagi solusi yang bijak. Bukan solutif! 

Rumah warga atau kampung yang belum ditinggikan setiap tahun pastimenjadi korban. Sedangkan mereka yang sudah merasa aman belum tentu bisa menikmati jalanan yang selalu tergenang. Percayalah kepuasan batiniah bukan lantaran kita hidup nyaman. Tapi melihat orang lain juga turu merasakan kenyamanan.

Suatu ketika saya pernah berdebat dalam rapat di kampung. Saya mengusulkan perlunya solusi membuat gorong-gorong atau got yang besar di tengah-tengah jalan, agar air tidak menggenang. Gorong-gorong itu bermuara di lombong besar, yang biasa dipakai fasum untuk aktivitas warga. Tapi pengurus kampung tetap kekeh. Sama sekali tidak menghiraukan. Bahkan saya disiwak pengurus hehehe...

cak-amu8sC46.jpg

Sampah sampai terperangkap di Jembatan Wedoro Waru Sidoarjo. (Foto: cowasjp.com)

Itu dulu, sebelum saya pindah rumah yang lingkungannya aman dari genangan air. Empat tahun kemudian saya melihat perumahan tersebut sudah aman dari banjir. Got-got tetap berukuran kecil dan bahkan tertutup dengan jembatan garasi mobil. 

Jalan kampung sebelah, ternyata tetap rendah. Satu sisi ada upaya meninggikan jalan. Sisi warga yang kekurangan tetap rendah dan tergenang. Sedangkan rumah warga yang penghasilannya pas-pasan, tetap saja menguras air dari dalam. Pemandangan ini terap tak berubah setiap kali musim hujan lebat datang.

Nah, kondisi seperti inilah bakal terulang sepanjang masa. Sudah menjadi habit, kebiasan kita akan cuek bebek. Sepanjang pola pikir manusia sak karepe dewe, sesuka hati tanpa mempedulikan lingkungan dan keberadaan sesama, buahnya tetap sama:banjiiir!

Mereka lupa jika kepentingan umum diutamakan, mereka juga akan merasakan kenikmatan yang sama. Karena itu, perlu mendahulukan kepintangan umum, jika kita ingin mematik hasil yang lebih besar.  Lagi memuaskan. Tidak lagi banjir! 

By Pesantren Jurnalis

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda