COWASJP.COM – ockquote>
C a T a T a N: K. Sudirman
---------------------------------------
KOTA Metropolis Surabaya berkembang pesat. Hotel, Mall, Ruko, Resto (Restoran) dan Perkantoran muncul dibeberapa titik di kota ini. Reklame, Videotron, dan Baleho tersebar di mana-mana.
Pemasukan (setoran) pajak berasal dari Reklame, dan Pajak Bumi Bangunan (PBB) tiap tahun targetnya meningkat. Mau tidak mau akibat dari perkemkembangan perekonomian ini tentu akan membawa dampak lingkungan.
BACA JUGA: 17 Tahun Membina Pemulung
Nah, salah satu dampak lingkungan yang terasa adalah setoran sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo meningkat. Hal ini tak bisa dielak lagi karena setoran sampah dari hotel, mall dan sampah basah dari beberapa pasar di Surabaya terus bertambah.
Saya beberapa hari yang lalu menuju kota Gresik lewat jalan toll. Mendekati pintu keluar tol Romokalisari saya menoleh ke arah kiri. Dari kejahuan terlihat bangunan megah Stadion Olahraga “Gelora Bung Tomo”.
TPA Benowo Surabaya (Foto: Sudirman/CoWasJP.com)
Saya agak terkejut ketika melihat sebuah “Bukit” berwarna hitam yang ada dekat gelora olahraga tersebut. Ketika saya pulang sengaja tidak lewat tol lagi. Saya ingin tau bukit hitam yang tingginya hampir sama dengan dengan gelora Bung Tomo itu. Eh….ternyata tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Benowo.
Dulu dari jarak 100 meter ke TPA sampah Benowo baunya bukan main.Tapi sekarang bau sampai tersebut tidak terasa. Di atas gundukan sampah tersebut setiap hari semakin tinggi. Cara mengatasinya dikerahkan alat berat untuk meratakan tumpukan sampah tersebut.
Di atas dan samping gundukan sampah di sana banyak orang-orang yang mengais rejeki dari sampah yang masih bisa dimanfaatkan. Mereka mencari barang-barang bekas yang bisa dimanfaat untuk dijual kepada pengepul yang tak jauh dari TPA sampah Benowo.
”Puluhan truk tiap hari membuangsampah di sini,” kata Pak Parmin, seorang pengais sampah di situ.
Berdasarkan catatan Cowas.JP Com sampah yang dikirim ke TPA Benowo yang rata-rata 1.100 ton perhari kini meningkat sekitar 1.500 ton sehari. Luas TPA Benowo ada 38 hektar. Namun demikian pihak Pemerintah Kota Surabaya tidak tinggal diam untuk mengatasi membludaknya sampah di kota Metropolitan ini.
Berbagai langka telah dilakukan oleh pemerintah kota. Misalnya memilah-milah sampah sebelum dibawa ke TPA Benowo. Kemudian sampah yang sudah dipilah tersebut di daur ulang. Upaya lain yang dialukan adalah mereduksi sampah. Caranya dengan mesin pencacah sampah yang disediakan di Pasar Tambahrejo, Pasar Kembang, Pasar Wonokromo, Pasar Pucang dan beberapa pasar lainnya.
Sedangkan sampah hasil dari pemotongan pohon disetorkan ke rumah kompos untuk dijadikan pupuk.
Sebagian masyarakat Surabaya kini sudah sadar bahwa penanganan sampah bukan hanya dilakukan oleh pemerintah kota. Sementara ibu-ibu PKK di beberapa kampung sudah memanfaatkan sampah basah di daerahnya untuk pupuk. Misalnya, di Kampung Genteng Candi Rejo, ibu-ibu PKK di sana rajin mengumpulkan sampah untuk disulap menjadi pupuk.
Penulis (tengah) di apit dua petugas pembersih di TPS (tempat pembuangan sementara ) di salah satu Kecamatan Tandes. (Foto: Sudirman/CoWasJP.com)
Pemerintah kota Surabaya cara menangani sampah benar-benar dilakukan secara maksimal mungkin. Truk yang membawa sampah dulu ditutup dengan terpal plastic agar tidak berhamburan di jalan. Kini telah disediakan truk compactor yang bisa mengurangi bau basin. Mobil compactor ini terlihat di TPS Simpang Dukuh dan TPS Simpang yang lokasi di tengah kota.
Berkat managemen sampah yang baik inilah Surabaya menjadi Proyek Percontohan Sampah yang bisa menghasilkan tenaga listrik.
Problem menangani sampah ternyata tidak dialami oleh Pemerintah kota Surabaya saja. Kota lain seperti Jakarta, Bandung, dan Semarang juga memiliki problem sama. Karena itu, peran serta masyarakat sangat diharapkan untuk membantu pemerintah setempat guna mengatasi sampah. Paling tidak kita sudah waktunya mempunyai semboyan “Ayo Melawan Sampah.”
Truk pengangkut sampah mulai beroperasi. (Foto: Sudirman/CoWasJP.com)
Lewat cacatan ini, saya salut dengan Dinas Kebersihan dan Pertanaman (DKP) Denpasar, Bali. Sebab, beberapa minggu lalu telah menghantarkan pembuang sampah sembarang ke meja hijau. Sebanyak 18 orang pembuang sampah sembarangan di kota Wisata ini disidangkan di Balai Banjar Kerenceng.
Mereka yang terbukti bersalah divonis hukuman penjara dua minggu. Bagi yang tidak mau masuk hotel “Prodeo” diwajibkan membayar denda Rp 300 ribu. Pemerintah Kota di sini juga pernah menerapkan hukuman bagi pembuang sampah sembarangan. Namun upaya ini perlu ditindaklanjuti terus agar mereka yang membuang sampah sembarangan ada efek jerah. (*)