COWASJP.COM – style="text-align:center">Oleh: Erwan Widyarto
‘’WAKTU nganter Mbak Luluk acara manten ke rumah Mas Agus di Gondoliyo (Ungaran) dulu, sampai ada guyonan ‘Nggak salah ya jalannya ini?’ Soalnya, kondisi jalannya jelek, di tengah alas. Watune gak karu-karuan. Beda jauh dengan rumah saya yang di Madura sana, meski sama-sama ndeso,’’ ungkap KH Malik Madany.
Mantan Khatib Syuriah PBNU itu menggambarkan betapa ndeso-nya asal Agus Maftuh. Malik menyampaikan kisah masa lalu Agus Maftuh Abegebriel tersebut, dalam acara Doa Kolektif Pengantar Tugas untuk Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Kerajaan Saudi Arabia dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Senin (15/2) malam. Agus Maftuh, mantan mahasiswanya itu, kini dipercaya oleh pemerintahan Jokowi menjadi duta besar. Dan malam itu, Agus Maftuh mengundang para kiai, guru, mursyid, sahabat dan mahasiswanya untuk mendoakan dirinya.
Tampak hadir pada malam itu para kiai dari Ponpes Sarang, dari Futhuhiyah Pati, dari Tegalrejo Magelang. Hadir pula Walikota Yogya Haryadi Suyuti dan isteri, Rektor UIN Walisongo Semarang Prof. Dr. Muhibbin, Prof. Dr. Purwo Santosa dan Dr. Abdul Gaffar Karim (dosen Fisipol UGM). Acara yang digelar di Gedung Multipurpose UIN Sunan Kalijaga, Yogya ini pun menjadi ajang reuni penuh doa bagi sahibul bait, Agus Maftuh dan keluarga.
Malik Madany adalah dosen saat Agus Maftuh menjadi mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (sekarang UIN Suka). Agus Maftuh menyunting Luluk Muniroh yang juga mahasiswi IAIN Sunan Kalijaga. Malik Madany sudah dianggap sebagai orangtua sendiri oleh Agus Maftuh. Karena itulah, Malik Madany menjadi salah satu kiai atau guru yang diminta hadir dan mendoakan Agus Maftuh.
‘’Mas Agus Maftuh ini bocah ndeso tapi cerdas. Bocah ndeso yang mengalami mobilitas vertikal. Dan saya sangat setuju yang dilakukannya malam ini. Bukan syukuran tapi doa mengantar tugas. Jabatan sebagai duta besar itu sesuatu yang harus disyukuri. Jabatan itu bukan sesuatu yang harus disambut dengan syukuran. Tugas itu amanat. Dan amanat itu sesuatu yang harus diwaspadai. Karena, amanat ini akan kita pertanggungjawabkan saat kiamat nanti,’’ tambah pria asal Bangkalan ini.
Karena sudah dianggap sebagai orangtua, Malik Madany bisa leluasa “nyelenthik’’ Agus Maftuh. ‘’Salah satu kelemahan Mas Agus ini adalah orangnya liar tak terkendali. Seperti kuda binal. Nendang sana, nendang sini. Nah, sebagai duta besar, ini salah satu yang harus dikendalikan, direm. Dubes tentu tidak bisa seperti kuda liar karena mewakili negara,’’ pesan Malik Madany. Agus Maftuh tampak manggut-manggut mendapat pesan seperti itu.
Memang, sebelum para kiai dan sahabat memberikan testimoni dan doa untuk dirinya, Agus Maftuh menyampaikan sambutan. Saat itu, selain mengucapkan terima kasih atas doa para guru, kiai, mursyid dan sahabat-sahabatnya, Agus Maftuh menguraikan latar belakang digelarnya doa kolektif malam itu. Dia mengutip hadits soal kekuasaan, soal jabatan adalah amanah.
Agus Maftuh juga menyindir berbagai pihak. Termasuk fakultas dan universitas tempatnya mengajar selama 27 tahun: Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga. Dikatakannya, pihak almamaternya kurang peduli dengan dosennya yang dipercaya Negara menjadi duta besar.
‘’Kampus (UIN) mengirim bunga paling lambat dibanding lainnya. Baru datang jam 23.00 malam. Kalah dengan kampus dari Pakistan. Fakultas malah sama sekali tidak mengirim karangan bunga. Juga tidak ada sambutan apapun,’’ ungkap Agus Maftuh sambil menunjukkan bukti-bukti karangan bunga yang berjejer di depan rumahnya. Layar lebar menampilkan foto yang memperlihatkan sepanjang jalan di depan rumahnya di kawasan Druwo, Bantul itu penuh bunga ucapan selamat. Tak ada satupun dari fakultas, katanya. ‘’Tapi dari kampus Pakistan malah ada,’’ lanjutnya sambil mengatakan bahwa sebagai ahli teroris harus punya bukti.
Ya, selain sebagai dosen, Agus Maftuh selama ini juga dikenal sebagai ahli terorisme dan pernah menjadi dosen tamu masalah terorisme di Pakistan. Maka tak heran jika ada kampus dari Pakistan mengirimkan bunga ke kediamannya. Agus Maftuh menulis buku “Negara Tuhan” yang mengungkap jejaring terorisme Indonesia dengan “kampus Peshawar” di wilayah Asia Selatan. Dalam buku setebal 1.000 halaman ini, Agus Maftuh menghadirkan sejumlah bukti (evidence) yang meyakinkan terkait upaya pendirian negara Islam (khilafah Islamiyah) di Indonesia. ‘’Mereka punya buku Pedoman Umum Perjuangan-nya,’’ tegas Agus saat launching bukunya beberapa tahun lalu. (bersambung)
Tulisan berikut: